Chereads / Liebe Wand / Chapter 16 - CEMBURU

Chapter 16 - CEMBURU

"Lalu, kenapa kamu ngirimin ...."

"Kue itu?"

Indah mengangguk.

"Karena aku kagum sama kamu."

"Tapi kenapa tulisannya I love you?"

Vian tersenyum, "Itu karena aku memang suka sama kamu." Vian merendahkan suaranya karena di dalam perpustakaan memang dilarang ngobrol.

Deg! Apa. Ditembak cowok lagi. Kenapa bisa jadi begini sih. Ternyata, bisa bela diri bisa menjadi primadona juga. Pikir Indah dalam hati. Ia jadi bingung sendiri.

"Kenapa? Jangan ah, nanti cewek kamu marah," desis Indah.

"Kan aku sudah bilang Ndah, nggak usah peduli aku udah punya cewek atau belum. Yang penting kita bisa sama-sama kan."

"Sama-sama?" Indah mengerutkan kening, bingung.

"Gini loh Ndah, nggak masalah aku jadi simpenan kamu," bisik Vian. Ia sengaja pindah tempat duduk di samping Indah. Membuat Indah berdebar-debar.

Deg! Indah mengambil nafas dalam, bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa jadi banyak yang menyukainya. Padahal kalau boleh jujur, tentu lebih baik dia disukai banyak cewek daripada cowok. Bukankah kalau cewek bisa dijadikan teman. Dan kalau disukai cowok begini, hanya bisa mendatangkan masalah saja. Lihat saja seperti masalah kue kemarin. Indah mendengus kesal.

"Ndah, kok malah ngelamun?"

"Kok bisa sih Vi?"

Vian tersenyum, "Aku juga nggak ngerti kenapa. Ya aku suka aja sama kamu."

"Jangan deh. Kamu kan kaya, banyak yang ngejar-ngejar kamu. Ntar aku cuma dapat masalah aja sama cewek-cewek itu."

"Ya ini rahasia, jangan sampai ada yang tahu."

Backstreet lagi. Indah menelan ludah.

"Maaf Vi, lebih baik jangan deh, nggak usah ya."

"Kan kita jauh banget. Aku miskin dan kamu kaya. Gimana nanti komentar anak-anak."

"Udah, nggak apa-apa. Kamu nggak usah peduliin mereka.

Entah kenapa, Indah seakan sangat takut dengan semua ini. Tiba-tiba disukai banyak cowok, dan dimusuhi banyak cewek. Huff.

Indah menggeleng, "Jangan deh. Lagian aku nggak suka sama kamu."

"Jadi aku ditolak mentah-mentah nih."

Indah mengangguk, "Maaf ya."

"Ok deh nggak apa-apa kalau kamu nolak aku. Nggak masalah. Kalau ada apa-apa, kamu bisa bilang sama aku ya. Aku janji, pasti akan aku bantu."

Indah tersenyum, "Terimakasih Vi, kamu nggak usah repot-repot."

"Bukan repot kok. Yang jelas, aku tuh tulus cinta sama kamu. Jadi aku mau jaga kamu. Sebisa mungkin."

"Aku akan selalu ngejaga kamu. Dan segala yang kamu butuhkan,akan aku kasih. Kamu butuh apa coba. Pasti akan aku beri.

Deg! Jaga aku. Kata-kata itu, meskipun sangat sederhana, tapi bagi Indah sungguh itu adalah dua kata yang sangat luar biasa. Bagaimana tidak. Selama ini, jangankan ada yang menjagaku. Berteman saja ogah. Pikirnya dalam hati.

"Tapi Vi ...."

"Kira-kira kamu butuh apa sekarang?"

Deg! Indah menelan ludah, tak pernah seumur hidup mendapatkan perhatian seperti ini.

"Teman," bisik Indah.

"Teman?"

Indah tersentak, "Eh, ng nggak ... maksud aku ... em ...."

"Jadi kamu butuh teman. Ini kan sudah ada aku. Kamu bisa kan temenan sama aku."

Sudah kepalang basah, jadi lebih baik Indah jujur saja. Ia mengambil nafas dalam, "Teman cewek Vi. Kamu kan tahu, nggak ada yang mau temenan sama aku."

Vian tersenyum, "Iya deh, nanti aku cariin temen cewek buat kamu ya."

Deg!

"Semudah itukah?"

"Itu gampang."

Kenapa orang kaya di memang selalu mendapatkan kemudahan dalam hidupnya. Bukankah bagi dia sangat sulit untuk mendapatkan teman. Apalagi, dengan kondisinya yang miskin. Tapi bagi Vian, seperti yang ia bilang tadi, semuanya begitu sangat mudah. Memang, dengan uang maka segala urusan akan lancar pastinya.

Indah mendongak. Tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Maksud kamu, kamu akan nyariin teman buat aku?" Indah berbinar. Seolah kehidupan akan berpihak padanya.

Vian mengangguk, "Itu mudah kan."

"Mudah bagaimana? Nggak ada yang mau temenan sama aku."

"Kamu tenang aja. Dalam waktu dekat, pasti kamu punya teman."

"Kok bisa?"

"Udahlah Indah, kami nggak usah mikir macam-macam. Pokoknya, sebentar lagi kamu akan punya teman."

Indah tersenyum, membayangkan ia akan punya teman. Tapi, apakah itu mungkin. Ia melirik tiga anak perempuan tak jauh dari tempatnya. Mereka sedang berdiskusi bersama. Entah apa yang didiskusikan. Apakah tentang buku ensiklopedi atau majalah hiburan yang sama-sama di depan mereka. Memanb begitu menyenangkan jika ia nanti punya teman. Kemana-mana selalu ada yang menemani. Jika ada kesulitan,maka akan dengan mudah mendapat bantuan. Dan itu sangat menyenangkan bukan. Tak ada lagi waktu yang ia lalui dengan sendiri. Dan pasti,semua terasa begitu indah.

"Indah."

Deg!

"Leo ...," Indah pias.

"Kamu ngapain di sini?"

"Eh, aku mau baca buku," Indah berdiri, mendekati Leo.

"Hai Le," Vian tersenyum ramah.

"Eh, gue peringatin ya sama lu. Jangan deketin cewek gue," bisik Leo di telinga Vian.

Indah menelan ludah. Ia tak menyangka ternyata bisa dijadikan rebutan dua orang cowok seperti ini.

"Eh, Le, ini bukan seperti yang kau kira."

"Eh, siapa sih tu?" Bisik cewek pada temannya tak jauh dari tempat Indah.

"Nggak kok Le. Aku cuma tanya-tanya aja."

"Tanya-tanya apa. Lu deketin dia kan. Dia itu cewek gue. Awas lu!" Sorot mata Leo, tajam menunjuk Vian. Lalu ia mendengus kesal, pergi meninggalkan Leo dan Indah.

"Le," suara Indah meninggi. Ia mengejar Leo.

Vian menggaruk kepalanya yang tidak gatal, bingung dengan sekeliling yang mulai memperhatikannya.

"Ada apa kok ribut-ribut?" tanya Bu Ana menyelidik.

"Eh, nggak kok Bu. Kita cuma sedang berdiskusi," kata Leo.

Bu Ana mengerutkan keningnya, "Berdiskusi. Diskusi apa?"

"Em ...." Vian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Kalian mau diskusi apa mau ribut? Karena setahu Ibu, diakusi itu tak perlu teriak-teriak apalagi bersitegang sampai seperti ini kan."

"Iya Bu." Kata Indah lirih, nyaris tak terdengar.

"Apanya yang iya. Pokoknya kalau kalian buat gaduh di perpustakaan ini, awas aja. Dan lebih baik, kalian ribut aja di luar sana!" Bu Ana melipat tangannya.

Deg!

"Iya Bu, maaf," kata Vian.

*****

"Le, tunggu." Meski ngos-ngosan Indah tetap berusaha mengejar Leo. Sementara Leo tak peduli. Ia tetap saja berjalan dengan cepat sampai mereka tiba di taman sekolah.

"Leo dengerin aku," teriak Indah. Dengan terpaksa Leo menghentikan langkahnya, "Apa, sekarang kamu udah jadi primadona. Kamu pilih aku atau Vian."

Deg!

"Maksud kamu apa sih, ngomong kayak gitu."

"Kamu bilanb,kami akan setia sama aku. Tapi apa buktinya? Kamu, malah berduaan sama Vian kan."

"Aku nggak berduaan Le. Aku bisa jelasin."

"Jelasin apa? Semua udah jelas kok. Nggak ada yang perlu dijelasin."

Indah nggak tahu apakah ia harus mengeluh atau bersyukur. Ia benar-benar bingung dan tak tahu harus berbuat apa.

"Mulai sekarang kita putus."

Deg!