Malam harinya setelah jam makan malam Indah mulai mengerjakan hukuman yang diberikan Bu Opi. Ia membersihkan kamar mandi. Dan kamar mandi sekolah adalah tempat terjorok di dunia. Dan meski begitu, ia tak bisa berkutik. Mau bagaimana lagi. Bau pesing mulai menyeruak saat Indah membuka pintu. Dengan menahan bau, ia mulai menyirami lantai kamar mandi dengan berliter-liter air. Ia mempercepat perkerjaannya supaya bisa cepat selesai. Sambil menahan nafas, ia dengan cepat menggosok dinding kamar mandi.
"Eh, tu si Indah anak kuper itu bukan?" tanya Vian pada teman-temannya saat melihat Indah melintas dan mulai membersihkan kamar mandi lagi.
"Iya tuh, si Indah. Eh, malam ini gue keren kan?" tanya Wahyu. Ia sengaja memamerkan jumper baru kebanggaannya.
"Iya deh keren, topi gue juga keren," Xinan melepas topi barunya dan mengibaskan ke muka teman se gangnya.
"Idih, mentang-mentang punya barang baru. Kamu sendiri Leo, gimana. Kamu mau pamer apa? Pacar baru ya," ujar Vian.
"Siapa yang punya pacar baru?" Leo menyandarkan punggungnya, mengamati Indah yang terlihat susah payah membawa berbagai alat kebersihan.
"Tuh anak kuper itu tu. Hahah ...," semua tertawa.
Indah menelan ludah. Ia sangat malu jika seperti ini. Apalagi, mereka anak-anak cowok biasanya hanya meledek saja.
"Ah udah-udah Indah itu bukan pacar aku, males amat."
"Eh Le, bantuin dong pacarnya, nggak punya rasa kasihan amat sih."
Leo menghela nafas, jengah dengan sikap teman-temannya yang selalu mengatainya pacar Indah, "Ok, gue akan bantu tuh anak. Kasihan."
"Eh, jangan, ngapain, dia kan sedang menjalani hukuman," sergah Kevin.
"Iya nih, tahu nih Leo," kata Xinan.
"Lagian. Kalian tadi bilang aku pacarnya anak cupu itu. Kan bukan. Dimana harga diri kita sebagai geng paling fenomenal di sekolah ini jika aku pacaran sama dia. Nyadar nggak sih?" seru Leo.
Semua tertawa melihat Leo menanggapi candaan mereka dengan serius.
Indah menarik nafas dalam melihat dirinya dikatain seperti itu. Tanpa ambil pusing, ia melanjutkan perkejaannya.
"Ok, kalau gitu, gue ada ide nih," Xinan berbisik saat Indah mulai berlalu ke lantai atas.
"Apaan?" tanya Leo sambil meletakkan tangan di ketiak, tak kuasa menahan dinginnya malam.
"Gimana kalau kita ngadain taruhan. Siapa yang berhasil mengajak Indah kencan, maka dia pemenangnya."
Deg!
"Apa. Mengajak Indah kencan?" Leo terkejut, melihat teman-temannya yang lain juga saling memandangi karena kebingungan.
"Ogah. Lebih baik, gue kencan sama kuda daripada sama dia," Kevin nyengir.
"Namanya juga tantangan bro. Kalau lu nggak mau, berarti lu cemen dong," serga Xinan.
"Iya juga sih," Kevin menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Ok, jadi gimana bro?"
"Ya udah ok lah ide bagus itu," seru Vian, memandang Leo yang sedari tadi diam saja, "Gimana Le?"
"Eh, kenapa harus sama Indah sih. Kayak nggak ada yang lain aja," kata Leo.
"Hahaha ... justru itu bro. Letak tantangannya di situ. Kamu tahu kan si Indah itu orangnya kayak gimana. Pasti dia seru banget deh. Beda banget sama cewek-cewek lain. Hahaha ...."
"Eh, tapi kan bisa yang lain. Nyari cewek yang cantik kek," kata Leo.
"Eh, sini-sini," Xinan mengajak kelima temannya itu untuk lebih dekat.
"Cewek kayak gitu, sudah pasti masih perawan kan. Jadi, kita bisa menikmati ... ah ... gitu deh."
Deg!
"Maksud lu?"
"Jangan keras-keras Le. Ini privasi," bisik Xinan, sambil menjitak kepala Leo.
"Eh, masak gitu?" tanya Vian ragu. Tak menyangka sahabat yang sudah sangat akrab dengannya ini sampai berpikiran seperti itu.
"Jaman sekarang men, nyari cewek yang masih perawan itu susah. Nggak ada salahnya kita gunakan. Udah iya nggak."
Leo menggeleng, "Nggak, nggak nggak nggak bisa. Aku nggak mau menyerahkan kenikmatan yang ada di tubuhku hanya untuk cewek seperti dia. Nggak mau. Males banget, masak aku harus melayani dia. Ogah."
"Ala, berarti lu beneran suka sama Indah. Hahaha ...," semua pun tertawa.
"Eh, siapa yang suka. Gue nggak suka sama dia, gila lu. Cewek kuper gitu. Kayak nggak ada yang lain aja."
"Nah, makanya buktikan, kalau lu beneran nggak suka sama Indah, lu harus bisa menerima tantangan ini."
Deg!
Leo bingung. Tapi, tidak ada pilihan lain selain menuruti perkataan teman-temannya. Habis, mau gimana lagi. Daripada dituduh suka sama anak kuper itu. Amit-amit. Tapi, untuk tidur dengan Indah, rasanya ogah banget deh. Ia jadi bingung. Dan apakah ia harus benar-benar ikut dalam permainan ini.
"Gimana Le, ah gitu aja pake mikir. Berarti lu beneran suka dong. Hahaha."
"Enak aja. Nggak ya. Ok deh. Gue ikut."
Deg!
"Serius lu beneran ikut?" tanya Vian gak yakin.
"Lu beneran, mau memberikan keperjakaan lu buat si Indah?" tanya Xinan.
"Ya mau gimana lagi," Leo mengusap mukanya.
"Hahaha. Nah, gitu dong."
Leo berdecak melihat teman-temannya tertawa.
"Jadi nanti kita patungan masing-masing dua puluh juta. Lalu kalau kumpul semua kan seratus juta. Nah, nanti yang menang dapat seratus juta berarti. Ok. Gimana?" ujar Xinan.
"Wow, seratus juta!" pekik Wahyu.
Vian manggut-manggut. Leo dan Kevin saling berpandangan.
"Ok deh, dil."
"Ok, dil," tangan mereka berkumpul jadi satu di udara. Mereka sepakat.
***
Indah masih menggosok lantai kamar mandi saat Leo datang.
"Eh, aku bantu ya."
"Leo, ngapain?" tanya Indah, dengan sikap bangganya karena ia bisa mengeluarkan kata-kata untuk temannya.
"Nggak ngapa-ngapain. Aku bantu aja," Leo bergegas mengambil sikat dan mulai menyiram kamar mandi sebelah.
"Nggak usah, ini sudah tugasku," Indah mengusap dahinya.
"Lama-lama aku kasihan juga sama kamu. Kalau dipikir-pikir, memang tadi sebenarnya kamu nggak salah kan. Dan kamu aja yang disalahin terus. Tapi, kenapa cuma kamu doang yang dihukum. Seharusnya mereka juga dong."
Indah menelan ludah, tak menyangka Leo akan berkata seperti itu.
"I iya sih."
Dan malam itu, Leo benar-benar membantu Indah menyelesaikan hukumannya. Dari lubuk hati yang paling dalam, sebenarnya, ia sangat malas harus membantu Indah seperti ini. Tapi, paling tidak, Indah akan sedikit tertarik padanya. Hadeh, kalau bukan karena taruhan itu, ia ogah banget bantu.
Pukul dua belas malam, Indah baru selesai mengerjakan semuanya. Leo bolak-balik harus bersembunyi karena Pak Yono, satpam galak itu akan selalu mencari anak sepanjang malam yang keluyuran di lingkungan sekolah besar itu. Dan ia tak segan-segan untuk menghukum anak yang ketahuan melanggar.
"Nggak ada," bisik Indah pada Leo, saat melihat Pak Yono berlalu. Setelah memperlihatkan surat keterangan mendapat hukuman, Indah diperbolehkan untuk tetap keluyuran di sekitar kamar mandi sekolah.
"Udah pergi," bisik Leo sambil membersihkan bajunya. Ia terpaksa bersembunyi di balik taman yang tumbuh subur di halaman sekolah elit itu.
"Udah."
"Eh, ngomong-ngomong kalau malam begini serem juga ya. Mana jam dua belas lagi."
"Kamu takut Le."
"Ah, nggak dong," Leo tersenyum, membuat Indah sedikit kaget sekaligus bangga. Ternyata, masih ada orang yang mau tersenyum padanya.
"Oh ya, sebenarnya aku mau bilang sesuatu sama kamu."
Indah mengerutkan keningnya, "Apa?"
"Kamu mau nggak jadi pacar aku?"
Deg!