Kedua pegawai berbaju putih ini tampak ternganga melihat reaksi Rachel.
"Nggak! Nggak bisa begini!" teriak Rachel kencang.
"Nggak masuk akal!" lanjut gadis itu sambil berjalan ke arah jendela.
Gadis itu melongokkan kepala keluar jendela, lalu celingukan mencoba mencari celah untuk melarikan diri.
"Non, tolong dipakai bajunya! Nanti kami yang dapat masalah," pinta Rose dengan nada suara memelas.
Rachel membalikkan badan, terdiam, lalu menatap keduanya.
"Jess, Jessy! Katanya Kamu ingin menikah dengan El, kan?" seru Rachel sambil menatap pegawai yang masih muda itu, pegawai itu langsung manggut-manggut.
"Pakai baju itu!" lanjut Rachel sambil menunjuk gaun putih yang tergantung di gawangan baju itu.
"Hah!" teriak Jessy terkejut dengan mulut terbuka.
"Jess, Kamu mau mati?" sahut Rose sambil melotot.
Kedua wanita pegawai rumah mewah itu terlihat panik.
"E! E! Eits!"
Kedua pegawai wanita itu berteriak sambil bergegas mendekat ke arah Rachel.
Keduanya menahan gadis itu yang hendak melompat keluar jendela.
Gadis itu tidak peduli jika kamar yang ditempatinya jauh dari lantai dasar.
"Non, keinginan saya itu hanya imajinasi ples halusinasi. Kalau saya yang pakai baju itu, saya bisa pendek umur," seru Jessy dengan nada cepat.
"Tolong, Non! Dipakai, ya!" pinta Jessy dan Rose berserempak.
"Pakai saja sendiri!" teriak Rachel sambil masih berusaha melongok ke luar jendela.
Sepasang langkah terdengar memasuki kamar yang pintunya tak tertutup itu.
"Apa ada konser di sini? Ribut sekali!" seru satu suara dengan nada dingin.
"Hah!" teriak kedua pegawai sambil melepaskan tangan dari lengan Rachel, berbalik, lalu, berdiri tegak sambil menunduk.
"Ma-af, El," ujar dua wanita berseragam putih itu tak berani mengangkat pandang.
Rachel turut membalikkan badan dan melihat sosok tinggi tegap dengan bekas luka di salah satu pipinya itu tengah menatap dengan tajam ke arahnya.
"Apa baju ini kurang bagus?" ucap El dengan tenang.
Laki-laki itu berjalan mendekati Rachel dengan langkah ala harimau hendak menangkap mangsa.
"Pakai saja sendiri!" seru Rachel dengan geram.
Gadis itu melakukan antisipasi dengan menghindari laki-laki itu, ia bergeser ke sisi lain dengan cepat.
Tetapi, dengan gesit, tangan laki-laki itu menangkap dan menggenggam lengan gadis itu.
"Sebentar lagi acara kita dimulai," bujuk El Thariq sambil menatap dengan lembut.
"Kalau gila, gila sendiri aja, jangan ajak-ajak!" ucap Rachel acuh sambil berusaha melepaskan genggaman tangan.
"Sepertinya, Kamu minta baju ini dipakaikan. Oke, ayo!" sahut El dengan enteng.
Laki-laki itu meletakkan telapak tangan yang lain di pinggang gadis itu, seketika dua orang pegawai yang berdiri di dekat gadis itu membalikkan badan.
"Hei!" teriak Rachel panik.
Dengan cepat Rachel mencari cara agar bisa lepas dari tangan El.
"Agh!" teriak El terdengar ketika mendadak Rachel menginjak kakinya, tapi, alih-alih marah, laki-laki itu justru tertawa.
"Apapun yang Kamu lakukan, hari ini kita akan menikah, jadi ayo pakai bajunya!" bujuk El sambil mengangkat tubuh Rachel mendekati baju yang tergantung pada gawangan baju itu.
"Ah! Aku pakai sendiri!" teriak gadis itu akhirnya menyerah ketika usahanya sia-sia.
"Bagus!" puji El sambil melepaskan genggaman tangannya.
"Jika gadis ini membatalkan niatnya, kalian yang akan bertanggung jawab!" ancam El pada kedua pegawai wanita itu, lalu berlalu dari kamar itu begitu saja.
"Heh!" seru Rachel kaget dengan ancaman laki-laki itu.
Kedua pegawai wanita itu mengangkat pandang, lalu bergegas mendekati Rachel.
"Pakai ya, Non! Pakai!" pinta kedua pegawai itu memohon.
"Ah!" teriak Rachel kesal.
Dengan marah gadis itu menyambar baju putih itu dari gawangan baju, lalu membawanya ke kamar mandi.
Beberapa menit kemudian, gadis itu keluar dan harus mengikuti permintaan dua orang pegawai itu untuk dirias.
Setelah itu, kedua pegawai itu memakaikan sepatu putih dengan aksesoris tali-tali anggun dengan hak sedang di kaki Rachel.
Kedua pegawai itu terus memohon pada gadis itu setiap kali gadis itu menolak permintaan mereka.
Beberapa saat kemudian acara paksa memaksa itu selesai.
"Wah!" seru Rachel ketika berjalan menyusuri lorong-lorong di rumah itu.
Rumah itu tak hanya besar tapi juga mewah di setiap sisinya.
Kedua pegawai itu menuntun Rachel ke satu ruangan di lantai dasar yang ada di salah satu sudut rumah itu.
Seorang wanita muda dengan rok selutut warna hitam dengan blazer warna senada memberhentikan kedua pegawai itu di ujung lorong. Ekspresi wajah wanita itu terlihat datar.
"Kita hanya sampai di sini, Non," ucap Jessy yang diikuti dengan anggukan kepala Rose.
Rachel menatap keduanya secara bergantian dengan tatapan tak mengerti.
Keduanya, mengangguk tanpa sepatah kata, lalu berbalik dan meninggalkan Rachel bersama perempuan dengan sanggul modern yang ditata apik itu.
"Silahkan!" ucap wanita itu sambil memberikan isyarat dengan tangan ke arah pintu berukuran besar yang ada di ujung lorong tu.
Sejenak Rachel memandang dengan ragu, tetapi akhirnya kaki gadis itu melangkah mengikuti wanita yang mendahuluinya.
Semua orang menyambut kedatangan Rachel bersama wanita yang mengiringinya.
Rachel mengedarkan pandangan ke arah beberapa orang yang berdiri menyambutnya.
Jantungnya berdetak kencang ketika melihat salah satu dari orang-orang yang hadir dalam ruangan ini adalah Om Ronnie.
Mata rachel memandang dengan kemarahan yang sangat besar.
Wanita itu menuntun Rachel hingga sampai di samping El Thariq.
Laki-laki itu malah tersenyum menyeringai ketika melihat Rachel yang memandangnya dengan mata berapi-api.
"Silahkan bisa dimulai!"
Seorang laki-laki paro baya yang berdiri di balik meja dengan berkas-berkas yang tertata rapi itu membuka suara.
Rachel menatap meja yang berada tak jauh dari tempat ia berdiri itu.
Kemudian pandangan mata gadis itu mengikuti gerak pamannya yang maju ke meja itu, lalu orang yang selama ini mengasuhnya itu menggoreskan tanda tangan pada kertas-kertas putih itu.
"Silahkan, El!" kata laki-laki paro baya itu sambil mengangguk hormat pada laki-laki yang berdiri di samping Rachel.
Laki-laki yang terlihat dingin dan misterius itu kemudian mengikuti gerakan Om Ronnie dengan menggoreskan pena tersebut pada berkas-berkas kertas itu.
Berikutnya, El menegakkan tubuh dan menatap Rachel dengan lembut.
"Silahkan!" Laki-laki paro baya itu mengalihkan pandangannya ke arah Rachel.
Gadis itu maju ke depan meja itu, tapi, gadis itu langsung membalikkan badan begitu menyadari apa yang harus ditandatanganinya itu.
"Minggir!" teriak Rachel pada wanita dengan blazer hitam yang tadi mengiringinya masuk ke ruangan itu.
Ternyata, wanita itu berdiri tepat di belakangnya.
Pandangan mata wanita tanpa senyum itu menatap lurus, gerakan tubuhnya kentara, wanita itu menghadang gerak Rachel.
"Minggir!" ulang Rachel sekali lagi.
Gadis itu mendorong tubuh wanita itu, tetapi wanita itu bergeming.
"Ehm!"
Telinga gadis itu menangkap suara orang berdehem.
"Ah!" jerit gadis itu ketika El menariknya.
Satu tangan El menangkap pergelangan tangan kirinya dan tangan kekar El yang lain, berada di punggung tangan Rachel.
Kemudian tangan El, memaksa tangan Rachel untuk menandatangani berkas itu.
Gadis yang sekarang membungkuk di bawah badan El Thariq itu tak bisa melawan.
"Ah! Orang ini bahkan mengetahui bentuk tanda tanganku!" seru Rachel dalam hati ketika gerakan paksa tangan El bisa membentuk tanda tangannya di atas kertas itu.
Matanya membelalak cantik.
Rachel berusaha melepaskan diri tetapi badannya yang hanya seratus enam puluh centimeter itu tak berdaya dalam kungkungan tubuh El yang tinggi tegap.
El tak melepaskan Rachel ketika dua orang laki-laki dalam ruangan itu juga mendekat dan membubuhkan tanda tangan pada berkas itu di bawah keterangan yang menyatakan keduanya sebagai saksi.
Kemudian, laki-laki paro baya yang berdiri di belakang meja itu memeriksa semua kelengkapan berkas-berkas.
Lalu, ia menoleh pada seorang laki-laki yang lebih muda yang berada di sampingnya.
Kenudian, keduanya saling menganggukkan kepala.
"Sah!"
"Pernikahan ini sah!" seru Laki-laki paro baya itu.
"Hei!" teriak Rachel memprotes.
"Bagus!"
El berteriak sambil melipat kedua tangan Rachel yang berada dalam genggamannya hingga gadis itu benar-benar berada dalam pelukan El dengan posisi menghadap ke arah depan.
Posisi Rachel itu membuat gadis itu bisa melihat pamannya yang berada tak jauh darinya.
Seketika gadis itu berteriak-teriak memaki pamannya dan juga El-Thariq.