Rachel menahan diri untuk tidak menjerit kegirangan. Gadis itu mengganti jeritannya dengan berguling ke sisi kanan dan kiri.
"Aku selamat!" serunya dalam hati.
Sesaat wajah Alex hadir dan itu menimbulkan dua rasa yang berbeda, senang dan sedih sekaligus. Perasaan itu bagai oxymoron, berdampingan tapi saling bertentangan.
"Ah sudahlah!" seru Rachel dengan geram.
Gadis itu bangkit dari posisi berbaringnya, mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan dan lega karena tidak melihat El Thariq di kamar ini.
Ketukan pelan dan sopan terdengar dari pintu. Kemudian, daun pintu itu pelan-pelan terbuka.
Jessi dan Rose muncul sambil mendorong meja beroda yang penuh dengan alat makan yang tertutup.
"Pagi, Nona Rachel," sapa mereka berdua dengan riang.
Rachel membalas sapaan mereka sambil melihat meja beroda yang terdeteksi membawa sarapan pagi itu.
"Apa saya boleh membereskan barang-barang ini sekarang atau nanti nunggu Non Rachel mandi biar nggak terganggu?" tanya Jessi sopan.
"Biarkan dulu saja nggak apa, sekarang kalian berdua jawab pertanyaanku!" pinta Rachel sopan.
Keduanya mendekat, lalu mengangguk.
"Apa sarapan itu setiap hari harus di antar seperti ini?" tanya Rachel datar. Rachel mengarahkan kepalanya ke arah meja beroda itu.
Rose tersenyum.
"Ini pesan El Thariq, Non. Sebelum pergi, El memerintahkan untuk membawa sarapan ini ke kamar Non Rachel," jawab Rose datar.
"Em tunggu!" seru Rachel sambil mengangkat satu telapak tangannya.
"Kalau aku minta makan di luar rumah seperti kemarin, apa akan dijaga oleh enam penjaga lagi?" lanjut Rachel mendesak.
Rose menoleh ke arah Jessi, keduanya saling pandang. Tapi, beberapa detik kemudian mereka menatap Rachel dan mengangguk secara bersamaan dengan sangat pelan.
"Ahh ...!" desah Rachel lelah.
Seketika gadis itu merebahkan tubuhnya dengan kasar ke permukaan ranjang. Gerakan itu menghasilkan reaksi balik yang membuat tubuhnya memantul-mantul
Jessi mendekat, lalu melongokkan kepala ke atas ranjang.
"Em, Nona dijadwalkan dua hal hari ini," ucap Jessy lirih.
"Jadwal? Dijadwalkan? Kok kayak ibu negara aja!" seru Rachel dalam hati.
Gadis itu beranjak duduk, kemudian menatap wajah Jessi.
"Jadwal pelajaran?" sindir Rachel kesal.
Jessi menggelengkan kepala dengan lugu.
"Setelah membersihkan badan, Nona bisa sarapan dulu, setelah itu, Non Rachel akan bertemu dengan dokter Dre, dan setelah itu Nona akan ditemani oleh Amana, em itu saja yang kami diminta menyampaikan. Masalah apa itu, kami tidak tahu," papar Jessi datar.
Kening Rachel berkerut.
"Dokter Dre dan Amana, apalagi ini?" tanya Rachel dalam hati dengan perasaan geram.
"Bisa nggak aku tolak itu, misalnya hari ini aku nggak usah ngapa-ngapain gitu!" seru Rachel menyalurkan kegeraman.
"Nggak bisa, Nona. Ini perintah El. Jika Non Rachel menolak, kami yang akan kena imbasnya," sahut Rose dari tempat ia berdiri.
Rachel mendesah lelah.
"Aku merasa lebih mirip dengan narapidana daripada mirip seorang istri!" keluh Rachel dalam hati.
"Aku ke kamar mandi dulu kalau gitu," kata Rachel dengan masih menyimpan rasa geram.
Setelah rutinitas pagi dan sarapan dilakukan, Rachel di antar ke satu ruangan yang ada di lantai satu.
"Selamat pagi menjelang siang, Rachel," sapa dokter Dre riang. Dokter wanita yang cantik itu tersenyum lebar.
Rachel membalas sapaan itu dengan kikuk.
"Ini memang ruangan El, tapi untuk saat ini, anggaplah ini ruanganku," lanjut dokter Dre setelah Jessi dan Rose meninggalkan Rachel di ruangan ini.
Rachel mengangguk pelan dan dengan kikuk duduk di kursi yang berada di depan meja itu.
"Hem ... ini karena salah El sendiri yang memintaku melakukan pemeriksaan di rumah ini, dia nggak mengizinkanmu diperiksa di rumah sakit," ungkap dokter Dre datar.
"Periksa? Lagi?" sahut Rachel pelan.
Dokter wanita itu mengangguk.
"Ya, kali ini bukan pemeriksaan general seperti kemarin, ini pemeriksaan lebih dalam lagi ... untuk kebutuhan lab. Em ... kuharap Kamu tidak takut dengan jarum suntik," seloroh dokter Dre enteng.
"Oh," sahut Rachel pendek.
"Em sebelum pengambilan sampel darah dan urin, aku ingin mengungkapkan perasaan bahwa aku benar-benar senang melihatmu baik-baik saja hari ini," ungkap dokter Dre tulus.
Rachel mengernyitkan kening. Ekspresi wajahnya terlihat berpikir. Tapi, sedetik kemudian, di wajah itu justru menunjukkan ekspresi bingung.
Dokter Dre tersenyum lebar.
"Bukankah tidurmu nyenyak semalam?" tebak dokter Dre langsung.
Rachel termangu, tapi kepalanya mengangguk pelan.
Dokter Dre tersenyum lebar.
"Oh, jadi ini maksud El bahwa dokter Dre ini membelaku. Apa dokter ini juga yang memerintahkan El untuk berbuat 'baik-baik saja' semalam?" tanya Rachel dalam hati.
"Dokter Dre, bisakah dokter memberitahu saya di mana rumah ini berada?" tanya Rachel kaku, gadis ini berusaha mencari celah.
Pertanyaan Rachel dijawab dengan senyuman.
"Kamu bisa menanyakan itu langsung pada El. Kurasa, jika Kamu menanyakan itu pada sembarang orang, Kamu nggak akan mendapatkan jawaban," jawab dokter Dre datar.
Kedua bahu Rachel terlihat bergerak pelan ke bawah, gadis itu merasa kembali terlempar dalam jurang kekecewaan.
"Kenapa Si El Brengsek ini begitu menyebalkan? Sepertinya, dia telah membuat jaring-jaring pengamanan agar aku tetap terkurung di sini!" umpat Rachel dalam hati.
"Maaf mengecewakanmu, tapi sepertinya, menurutku, lebih aman untuk tetap berada di sini," ucap dokter Dre yang mengamati reaksi Rachel.
"Hem? Maksudnya gimana? Lebih baik terkurung gitu?" gerutu Rachel dalam hati.
"Aku mengenal El Thariq sejak kecil. Em ... walaupun, kelihatanya El adalah orang yang dingin dan kejam, tapi dia bukan orang yang akan membuatmu berada dalam keadaan bahaya, percayalah!" ungkap dokter Dre lirih.
Rachel menatap dokter itu dengan bingung.
"Em ... seperti apapun teman dokter itu, menurut saya, itu tak ada hubungannya dengan saya," balas Rachel dengan menyembunyikan rasa geram.
Dokter Dre terbahak.
"Wah! Pasti berat perjuangan El Thariq untuk menaklukanmu!" seru dokter Dre, kemudian menggeleng-nggelengkan kepala.
"Saya tidak mengerti dengan apa yang dokter ucapkan," sahut Rachel terus terang.
Dokter Dre mengangguk-angguk.
"Ya, aku paham. Tak apa, tak perlu mengerti. Yang jelas, menurutku, Kamu adalah gadis yang baik. Aku akan sebisa mungkin ada dipihakmu. Tapi, saranku, karena mau tak mau Kamu sudah ada dalam kehidupan El, tetaplah di sisinya, mengerti?" tuturnya dengan nada tegas.
Rachel menatap lekat dokter itu dengan ekspresi tak mengerti yang makin parah.
"Dan jangan coba-coba lari dari sini!" ancam dokter Dre lembut, telunjuk dokter itu mengacung ke arah Rachel.
Rachel tersentak.
"Bagaimana dokter wanita ini bisa membaca apa yang ada di pikiran ini?" tanya Rachel dalam hati.
Mata cantik Rachel menatap Rachel dengan membelalak cantik.
"Hem ...," gumam dokter Dre sambil menatap tajam ke arah Rachel.
"Lihat! Lihat apa yang kuperkirakan, Kamu ingin melarikan diri 'kan?" tembak dokter itu terus terang.
Pelan-pelan mulut Rachel terbuka, menganga.