*****
Ada banyak hal yang menjadi sebuah ketakutan untuk Zahra di dunia ini. Satu-satunya dan sangat penting adalah di lupakan Allah. Namun, ada salah satu lagi yang terjadi malam ini. Sesuatu yang membuat jantungnya berdegup kencang karena takut dan gugup.
Entah Zahra harus bersyukur atau malah melarang Aksa yang sedang pamit mengajak anak gadis kesayangan rumah pergi ke pasar malam.
"Jadi kamu yang namanya Aksa?" tanya Abba dengan nada suara datar saat Aksa memperkenalkan diri.
Disini Zahra sudah ketar-ketir.
Zahra tau sekali bagaimana dinginnya Abba pada seorang lawan jenis Zahra. Ini terjadi saat Zahra sendiri menyaksikan Kakak perempuannya yang akan di lamar oleh Kakak iparnya.
Dan ini terjadi sendiri pada dirinya. Sekarang Zahra jadi tahu bagaimana perasaan Kakak cantiknya waktu itu.
"Jadi ini laki-laki yang sudah membuat Zahra sampai curhat sama Ummanya." batin Abba menatap Aksa dengan seksama. Pemuda di depannya terlihat tak kenal takut, tatapan mata yang tajam dan paras rupawannya membuat setiap orang tua mungkin menyerahkan anak mereka untuk sekadar jalan atau mengajaknya pacaran.
Tapi tentu tidak untuk Abba.
Ia ingin yang terbaik untuk Zahra. Sangat terbaik.
Namun, setelah mendengar cerita dari sang istri tentang bagaimana semangatnya sang putri saat memasak makanan untuk Aksa, atau saat ingin keluar rumah untuk sekadar bertemu dengan Aksa, menjadi sebuah pertimbangan bagi Abba.
Ia memang ingin yang terbaik. Terutama untuk agama. Namun ia juga tau jika ada tembok besar untuk mereka berdua.
"Kamu mau ajak anak saya kemana?" tanya Abba tanpa basa-basi. Ia mengerti jika anak muda ini pasti akan pergi, mengingat penampilannya yang cukup rapih.
"Gak jauh om, cuma mau ke pasar malam. Kata Zahra, dia udah lama gak kesana," ucap Aksa dengan nada berusaha tegar. Sejujurnya ia juga gugup dan salah tingkah karena ini pertama baginya.
"Kamu tau apa hukum laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim, kan?"
Abba menatap Aksa dengan mata elangnya membuat cowok itu meneguk ludah pelan. Ada yang pernah dengar tidak? Katanya di balik kecantikan dan pesona anak gadis, di situ ada seorang ayah yang sangat tegas dan galak.
Aksa mungkin bisa melawan seribu orang musuh dengan tangan kosong. Tapi menghadapi orang tua dari gadis pujaannya? It's so different.
Ada rasa segan dan takut. Maksudnya, Ia Pasti sangat menghargai mereka--orang yang sudah membesarkan seseorang yang sangat di sukainya.
Tapi Aksa? Bukankah kalian tidak pernah bisa bersatu walau sebesar apapun rasa suka dan sayang kamu.
Oke, mungkin Aksa hanya ingin berteman dan melindungi gadis kesayangannya? Bolehkah?
"Saya tau om. Saya juga sudah meminta adik teman saya menemani Zahra. Kita tidak hanya berdua, tapi beramai-ramai."
"Makanya boleh ya, Ba? Zahra janji bakal lakuin apapun setelah ini." Zahra menatap Abbanya dengan mata mengerjap polos. Ia mengeluarkan puppy eyes yang selalu membius setiap orang.
Aksa tersenyum tipis melihat itu. Ia menahan untuk tidak mengusap kepala Zahra yang terbalut hijab modern style itu.
Abba menatap Zahra beberapa lama lalu menghela nafas.
"Oke. Tapi janji jangan capek-capek ya sayang," final Abba membuat Zahra melompat girang.
"Dan kamu, nak. Om mau bicara empat mata saja sama kamu." Zahra menyurutkan senyum dan menoleh terkejut pada Abba yang terlihat memasang wajah tenang.
Ia menoleh ke Aksa dan cowok itu juga terlihat santai.
"Siap, om."
Untuk itu, Zahra di buat bertanya-tanya tentang pembicaraan apa yang mereka obrolkan.
"Abba," ucap Zahra menatap Abbanya seakan mengucapkan sesuatu yang tersirat.
Dan Abba hanya tersenyum membalasnya.
***
"Tadi Abba ngomong apa aja sama kamu?"
Aksa menoleh, tersenyum lalu mengusap kepala Zahra.
"Bukan apa-apa."
Zahra seketika mengerucutkan bibirnya.
"Padahal aku mau tau."
Zeva tersenyum kecil lalu merangkul bahu Zahra.
"Udah, Kak. Gausah di pikirin. Mending kita main semua permainan yang ada di sini, ya?" bujuk Zeva.
Zahra menatap gadis kecil itu dan tersenyum cantik. Sekarang Zahra tau jika Devan ternyata mempunyai adik bernama Zeva.
Zeva anaknya asik dan imut membuat setiap orang menyukainya.
Entah alasan apa sehingga Zeva pernah tidak Di sukai Devan.
"Ayo, kak!" Zahra belum bisa menjawab karena ia sudah lebih dulu di tarik oleh Zeva.
"Zeva Hati-hati," pesan Aksa berteriak.
Balasan gadis itu hanya acungan jempol.
"Kita main apa?" tanya Bayu pada teman-temannya.
Sebagai jawaban, Rangga menepuk Bahu Bayu lalu mengarahkan tatapan Cowok itu pada permainan kereta mini.
"Anjing," umpat Bayu terkekeh membuat Rangga juga tertawa.
"Main yang menantang," ucap Devan.
Ia berjalan lebih dulu, di ikuti oleh Rangga dan Bayu. Sementara Aksa melihat ponselnya yang berdenting.
Zeva Imut.
Kak Zahra-nya aku pinjem dulu.
Tenang aja, nanti aku kasih waktu untuk kalian berdua.
Aksa menatap layar ponselnya dengan geli. Jangan tanya siapa yang menamai kontak itu, tentu saja Zeva.
Sangar-sangar begini, Ia sayang dengan adik dari Devan itu. Aksa sudah menganggap Zeva seperti adiknya sendiri.
"Kamu mau beli apa?"
Sekarang ini. Aksa dan Zahra sedang berjalan berdua mengelilingi pasar malam.
"Udah kenyang."
"Aksa, kalo ke pasar malam ya harus jajan. Percuma dong kalo nggak." Zahra menarik Aksa ke tukang Cilor.
"Ini apa?" tanya Aksa sambil menatap jajanan yang sedang di baluri telur itu. Abang-abang yang melayaninya terkekeh geli.
"Aduh, Mba. Ini pacarnya kayaknya orang kaya ya."
"Dia mah emang gak suka jajan, Bang."
Aksa hanya menatap tak paham. Ia memang pernah melihat makanan itu karena Zeva sering memakannya saat ia main ke rumah Devan. Tapi tak tau namanya. Toh menurut Aksa tidak begitu penting juga.
"Ini," ucap Zahra menyodorkan Cilor itu yang di hadiahi tatapan bingung Aksa.
"Buat gue?"
"Iyalah."
Aksa menerimanya, Ia mengambil satu tusuk, ragu-ragu memakannya karena Zahra terus menatap dirinya.
Aksa mengunyahnya perlahan.
"Gimana, enak gak?"
Aksa terdiam beberapa detik. Lalu ia menatap Zahra dengan senyum simpul yang manis.
"Enak, ini enak banget."
Zahra mengerjap polos. Ia terpesona dengan wajah Aksa yang seperti anak kecil.
"Kamu ternyata bisa lucu juga ya," ucap Zahra terkekeh. Sementara Aksa tetap memakan Cilornya tanpa rasa bersalah. Fiks, mulai hari ini. Cilor akan menjadi makanan favorit Aksa.
"Udah naik apa aja?" tanya Aksa sambil jalan. Melihat itu membuat Zahra menggeleng. Gadis itu menarik Aksa duduk di salah satu bangku.
"Banyak."
Aksa tersenyum melihat wajah bahagia Zahra.
"Suka?"
"Hah?"
"Suka gak?"
"Suka sama siapa?"
"Gue," cetus Aksa spontan membuat Zahra mengerjapkan matanya terkejut.
"Suka gak main kesini?" tanya Aksa tak bisa menyembunyikan senyum gelinya.
"Eh, iya suka."
"Kalo Sama gue?" Zahra menoleh, menatap Aksa. Sejenak iris berbeda mereka bertatapan namun Zahra lebih dulu mengindarinya.
Aksa Berdehem pelan sementara Zahra makin kikuk.
"Mau jalan-jalan lagi?"
*****