*****
Zahra mendengarkan setiap ajaran dari guru Home schooling nya dengan seksama. Zahra itu terbilang anak yang pintar dan cepat tanggap membuat setiap guru senang mengajarinya.
"Ada Yang masih bingung, Zahra?" tanya Bu Ningsih. Wanita itu melihat Zahra yang terlihat ingin mengatakan sesuatu.
"Mmm, ada sih." Zahra menggaruk belakang hijabnya gugup.
"Apa?"
"Kalo Zahra sekolah di sekolahan biasa, apa bisa Bu?"
Wanita itu terlihat terkejut namun setelahnya tersenyum lembut.
"Zahra pasti bosan, ya?"
"Iya." Senyum tipis Zahra terbit.
Bu Ningsih mengerti sekali bagaimana perasaan Zahra yang selama ini terkekang di rumahnya sendiri. Padahal, Zahra pasti ingin sekali memiliki teman sekolah. Melihat Para murid yang ramai-ramai berangkat. Itu menjadi sesuatu yang menyenangkan.
"Nanti Pasti Zahra sekolah normal kok," ucap Bu Ningsih yang tak tahan mengelusi kepala Zahra lembut. Ia sudah menganggap Zahra seperti anaknya sendiri.
"Tapi kapan, Bu?" tanya Zahra dengan wajah sendu.
"Pasti ada waktunya sayang."
***
"Kiw, kiw!"
"Hallo neng cantik!"
"Kerjaan Lo godain cewek mulu anjir," semprot Bayu yang sudah tak tahan Dengan sifat buaya Rangga.
"Suka-suka gue lah," balas Rangga Cuek.
Mereka saat ini sedang ada di depan kelas mereka sendiri. Ini semua Ide Rangga yang merengek ingin mencari pacar baru kareba stok pacarnya hampir habis.
"Kurang-kurangin sifat Lo, Ngga. Kasian nanti jodoh Lo," pesan Devan yang saat itu tengah memainkan ponsel. Seperti biasa, Nge game.
"Yaelah, masa SMA begini kan emang buat seneng-seneng."
Devan memutar bola mata malas. Sedikit sebal dengan sifat Batu Rangga.
"Nanti kena karma mampus Lo," celetuk Bayu yang mendapat tamparan di bibirnya.
"Sakit anjing!"
Rangga hanya cengengesan tak jelas membuat Bayu ingin sekali membuang Rangga ke palung Mariana.
"Adek Lo gimana, Van?" tanya Rangga, mengalihkan topik. Sekaligus mengabaikan Bayu yang menyumpahinya.
"Baik."
"Lo serius mau pisahin dia dari Xavier?"
Bercerita tentang Adik Devan membuat cowok itu menghela nafas. Diva, adik kandung beda ayah dari Devan itu mengalami masa sulit saat Devan memusuhinya karena perceraian orang tua mereka.
Diva dekat dengan Xavier karena mereka satu sekolah. Entah bagaimana caranya, Xavier berubah haluan menjadi mencintai Diva begitu juga sebaliknya. Bagi Diva, Xavier adalah seseorang yang menjadi tempatnya pulang. Selalu.
"Bukannya Lo gak berhak kaya gini sama Diva?" ucap Aksa yang sedari tadi juga ikut main game dengan Devan.
"Lo bahkan jadi alasan dia nangis, dulu," kata Aksa datar yang membuat Devan meremat Ponselnya.
Devan menghela nafas. Ucapan Aksa memang benar. Dan seketika ia menyesal memusuhi adiknya sendiri.
Tidak ada manusia yang sempurna. Begitu juga dengan Devan. Terlalu menyayangi sang Mama membuat Ia lupa jika Adiknya butuh kasih sayang.
"Diva punya hal yang buat dia bahagia, harusnya Lo gak perlu misahin mereka. Seenggaknya Lo biarin dia bahagia dengan pilihannya kalo Lo sendiri gak bisa buat dia bahagia."
Itu adalah kalimat penutup Aksa sebelum dia masuk ke dalam kelas.
Ketiga sahabat Aksa itu menatap punggung tegap Aksa dalam diam. Aksa memang menyeramkan dan Dingin, namun Ia akan menjadi segalanya saat sahabatnya terkena masalah. Atau hilang arah.
Rahang Devan mengeras.
"Kalo aja Xavier gak brengsek," desisnya dengan tangan mengepal.
***
"Aduh, gue kok kalo liat ada Zahra jadi semangat ya."
"Modus Lo!" Rangga menjitak Dahi Bayu gemas.
"Lo ngapa sih? Kdrt mulu sama gue!" pekik Bayu sebal karena Rangga selalu bermain tangan padanya.
"Muka Lo Kdrtable."
"Anj--"
Aksa Berdehem yang membuat Rangga Dan Bayu bungkam. Mereka tak berani melihat Aksa yang menatap mereka tajam.
"Ck," decak Devan sudah tak heran.
Sepulang sekolah. Mereka mendapati Zahra yang sedang duduk di halte bus dekat sekolah. Refleks mata Aksa yang melihat sang pujaan hati tentu sangat tajam.
"Kamu sibuk Aksa?" tanya Zahra dengan mata berbinar harap.
Aksa kan jadi sedikit salah tingkah. Cowok tampan Dengan jaket hitam itu Berdehem pelan. Menyembunyikan rasa aneh itu.
"Abis ini kita mau ke panti, mau ikut?" tawar Aksa halus. Biasalah, yakali kalo ngomong sama gebetan kasar. Eh, gebetan ya.
Mata Zahra terlihat berbinar senang.
"Beneran?"
"Cantik banget, ye," ucap Bayu berbisik pada Rangga yang
Aksa mengangguk Dengan senyum tipis. Ia menarik lembut tangan Zahra lalu membawanya ke tempat motornya berada.
"Gue cuma bawa satu helm. Kita beli dulu, ya."
"Eh, emang harus beli?" tanya Zahra dengan nada tak enak.
"Iya."
"Gausah Aksa," tolak Zahra halus.
"Terus?" Aksa menatap Rangga dengan tatapan penuh arti. Awalnya, cowok itu tak peka tapi lama-lama ia ikut menatap Aksa.
Rangga menghela nafas. Ia berjalan ke arah motornya dan mengambil salah satu helm di sana.
"Nih, pake helm punya cewek gue aja," ucap Rangga dengan senyum yang di tunjukan untuk Zahra. Untuk urusan cewek cantik, Rangga akan terus menjadi garda terdepan.
"Makasih Rangga."
Rangga mengangguk dengan senyum tak pudar. "Sans."
Mereka akhirnya berangkat bersama menuju panti yang di bicarakan Aksa. Sebelum kesana, mereka ke basecamp dulh untuk mengambil Barang-barang yang di butuhkan, juga sembako.
"Terimakasih nak, Aksa. Kamu memang benar-benar anak yang baik."
Seorang wanita terlihat tersenyum senang menerima pemberian dari Aksa dan kawan-kawan.
Mata berbinarnya bergantian menatap Aksa, Devan, Bayu, Rangga dan semua orang yang ikut. Termasuk juga pada Zahra.
"Lho, Cah Ayu Iki pacar Nak Aksa?" tanya Ibu Panti dengan sedikit menggunakan bahasa Jawa. Wanita itu menatap Aksa dengan binar senang.
"Saya Zahra, Bu. Teman Aksa." Zahra Menyalimi Ibu panti itu yang di terima senang hati olehnya.
"Kamu cantik sekali nak, Zahra."
"Terimakasih, Bu." Zahra tersenyum manis membuat Aksa yang ada di sampingnya refleks ikut tersenyum.
"Yasudah, kalian tunggu dulu ya, Ibu Mau masak dulu."
"Nggak boleh," kata Aksa setelah mendengar bisikan dari Zahra yang ingin membantu.
"Kan aku bisa masak." Zahra cemberut.
Sementara semua teman-teman Aksa yang lain sudah berpencar bermain dengan anak-anak panti.
Ada yang bermain Bola, Membaca buku, menggambar bahkan ada juga yang sedang duduk-duduk saja dengan tangan yang memegang Mainan.
"Gue mau ngenalin Lo sama anak-anak di sini."
"Eh?"
Zahra tak sempat protes karena tangan nya di tarik ke arah anak-anak yang sedang membaca buku.
"Hai Kak Aksa!" sapa mereka. Melihat mereka yang nampak senang bertemu Aksa. Membuat Zahra tertegun.
"Hai adik-adik. Ini Kak Zahra, teman Kak Aksa."
"Assalamualaikum kak Zahra."
Zahra melebarkan matanya terkejut. Tak menyangka mendapat salam semanis ini. Ia tersenyum manis membuat wajahnya makin enak di pandang.
"Waalaikumsalam, Adik-adik. Izinin kakak main sama kalian ya."
***
"Aksa itu anak baik, Nak."
"Walaupun kelihatannya Bandel, dia suka banget ke sini. Bantuin Ibu dan Panti."
"Aksa dan teman-temannya adalah malaikat bagi kami."
Zahra mengangguk. Ikut terharu mendengar cerita dari Bu panti. Mendengar bagaimana Ia memuji Aksa, Zahra jadi sadar jika Ibu ini tidak tau apa yang Aksa lakukan, atau lebih tepatnya kejahatannya.
"Panti ini juga dulu sempat di Renovasi. Aksa dan kawan-kawan yang membiayai."
"Zahra tau gak mereka punya usaha apa? Soalnya kalo ibu Tanya pasti pada gak jawab lalu menghindar."
Zahra sedikit tersentak. Ia menatap Ibu panti bingung, senyum Tipisnya terbit.
***
Banyak sekali Hal yang Baru Zahra tau hari ini. Pada dasarnya, ini semua tentang Tidak asal menilai orang lain. Dan Zahra merasakannya.
Gadis itu menatap Aksa yang sedang tersenyum pada adik-adiknya. Terlihat begitu manis dan ramah. Sangat melenceng dari sifat aslinya.
Zahra perlahan tersenyum.
Mungkin, bukan kesalahan untuk menganggap Aksa sebagai sosok yang tepat untuk di cintai. Dan Zahra ingin melakukan ini karena Allah. Terserah Allah mau akan seperti apa kisah mereka.
Zahra akan mencintai Aksa karena Allah.
*****