Chereads / AKSARA (Aksa Dan Zahra) / Chapter 19 - 19. Perihal Masa Lalu yang pelik

Chapter 19 - 19. Perihal Masa Lalu yang pelik

(Flashback on)

Seorang wanita cantik terlihat melambaikan tangannya dengan senyum indah pada seorang laki-laki kecil dengan seragam TK yang melekat di tubuhnya.

"Aunty!" pekik bocah itu dengan girang.

"Hai, Asa!"

Asa tersenyum hingga deretan gigi rapihnya terlihat. Bocah itu terlihat sangat senang melihat kehadiran seseorang.

Biasanya, Ia akan pulang naik bus yang di sediakan dari sekolah hingga sampai ke rumah.

Tapi sekarang, Aunty nya tiba-tiba ada di sini.

"Aunty kok baru keliatan?" tanya Asa dengan bibir cemberut.

"Maaf ya sayang, Belakangan ini aunty sibuk sekali," ucap wanita itu sambil mengusap kepala Asa lembut, hangat dan penuh kasih.

Asa di buat tersenyum dan wajah cemberutnya hilang entah kemana.

"Ikut Aunty jalan-jalan yuk!" ajak wanita itu masih dengan senyumannya.

Asa mengangguk.

Ia meminta tangan Aunty nya membuat wanita itu terkekeh lalu dia menggandeng tangan mungil Asa.

"Ara! Aku pulang duluan ya, sama aunty." Asa melambaikan tangan pada seorang gadis kecil nan imut yang sedang berdiri di pintu masuk Bus.

"Hati-hati."

Mereka telah naik ke dalam mobil milik Aunty. Sedari tadi, wanita itu menatap Asa dengan bibir menahan senyum.

"Kenapa Aunty?" tanya Asa yang peka jika terus di perhatikan.

"Kamu suka sama Ara?"

"Enggak." Asa mengelak sangat cepat membuat Aunty terkekeh geli.

"Jangan pacaran. Kamu masih bau kencur."

"Ih, emang Aksa jamu!"

***

"Asa mau es krim?" tanya Aunty melihat Asa yang terus menatap ke gerobak Es krim di sebrang.

"Emang boleh?" tanya balik Asa.

"Ya boleh lah sayang. Masa Aunty larang."

Asa lantas tersenyum.

Aunty pergi membeli es krim, sementara Asa memilih menatap sekelilingnya sambil mengayunkan kedua kaki.

Ia tadi baru bermain gelembung. Asa tersenyum kecil, Ia selalu senang jika ada Aunty karena wanita itu selalu saja mengajaknya bermain.

Tidak seperti di rumah.

"Hei, kok ngelamun." Asa menoleh dan tersenyum.

"Ini, Es krim rasa coklat kesukaan Asa."

"Terimakasih Aunty!"

"Sama-sama sayang."

Asa mulai memakan es krimnya, merasakan sensasi dingin dan manis yang bersemayam di lidahnya.

"Aunty.. Asa mau jenguk Mama."

Aunty yang tadinya sedang mengecek ponsel sontak menoleh, Ia tersenyum sangat tipis.

"Iya, sayang. Kamu habiskan saja dulu es krimnya."

***

"Hai, Mama. Ini Asa," sapa Asa dengan nada ceria.

Aunty mengusap pundak anak itu pelan, sebisa mungkin menahan air matanya agar tak terjatuh.

"Tadi Asa habis main sama Aunty," ucap Asa lagi kali ini sambil menatap Aunty nya yang sontak tersenyum.

"Asa senang sekali, Mama."

Hening.

"Asa.. Juga ingin main sama Mama." Asa menunduk, menutupi wajah sendunya.

Asa tau. Jika keinginannya tak akan mungkin bisa di kabulkan. Tapi ia hanya ingin mengutarakan isi hatinya yang paling dalam. Bahwa dia rindu, sangat. Dia juga ingin seperti teman-temannya.

Ya, Asa hanyalah anak kecil Naif yang menginginkan kehidupan sempurna.

Tapi kehidupan yang di inginkannya tak pernah ada sejak Ia lahir ke bumi.

"Mama kapan bisa temuin Asa?" tanya Asa lagi dengan nada lebih pelan.

"Atau.. Asa harus ke dunia Mama, ya?"

"Asa!"

Asa menoleh mendengar bentakan dari wanita di sampingnya.

"Papa yang suka bilang gitu, Aunty. Apa Asa salah?"

Aunty menangis.

Ia memeluk Asa erat, mendekap tubuh mungil penuh luka itu.

"Asa masih punya Aunty," bisiknya hangat.

Dan nyatanya, Ucapan Aunty hanya sebuah penenang.

(Flashback off)

***

"Kamu kenapa?"

Aksa menggeleng pelan.

"Aku gak percaya," ucap Zahra sambil menatap jalanan yang ramai.

Mereka saat ini sedang ada di depan Mini Market, tadi baru saja hujan tapi hanya sebentar.

"Gak usah di pikirin," ucap Aksa sambil menepuk puncak kepala Zahra.

Zahra menoleh, menatap Aksa yang juga sedang menatap lalu lalang kendaraan yang kala itu kembali akan melakukan aktivitasnya.

"Mana bisa sih, Aksa? Masalah kamu kan masalah aku juga."

"Kenapa gitu?"

"Karena aku teman kamu."

Aksa menahan senyum. Mana ada teman yang seperti mereka?

"Mau anterin gue aja nggak?" tanya Aksa. Kebetulan juga hujan sudah sepenuhnya reda, Ia tak mungkin terus di sini.

Tadinya, Zahra tadi pagi meminta di antar ke panti tapi Aksa ada urusan dengan Gengnya. Jadi saja untuk menebus kesalahan, Aksa mengajaknya jalan-jalan, tapi malah kehujanan.

"Kemana?"

"Ada." Aksa berdiri dari duduknya membuat Zahra melakukan Hal serupa.

"Yuk."

Zahra menurut, Ia mengikuti langkah Aksa yang menghampiri motornya.

"Pake helm."

Setelah naik ke atas motor Aksa. Cowok itu menarik tangan mungil Zahra ke perut kerasnya.

Zahra awalnya terkejut. Ya wajar dong, Ia kan tidak biasa seperti ini, karena paling mentok pegangan ke sisi jaket Aksa.

"Gue cuma gak mau lo jatuh."

"Kan aku emang udah jatuh, Aksa. " batin Zahra.

Gadis itu mengangguk dan menyamankan posisinya.

***

Zahra menatap sekitarnya dengan tatapan bertanya, tapi ia tak berani mengatakan itu karena melihat raut wajah Aksa yang berubah sejak masuk kesini.

Hingga, langkah pelan mereka sampai ke suatu makam yang terlihat masih sangat terawat.

Zahra membaca nama nisan yang tertera di sana.

"Mama gue," ucap Aksa tanpa di minta.

Zahra mengatupkan bibirnya. Matanya berembun, Ia mengelus pundak Aksa membuat sang empu menoleh.

Mata tajam yang biasanya Ia lihat itu sekarang menyorot lemah.

"Mama udah meninggal sejak gue lahir."

Zahra mengangguk. Ia menghela nafas pelan, dirinya tak boleh sedih karena Ia bertugas untuk menguatkan Aksa di sini.

"Assalamu'alaikum, Tante. Saya Zahra, teman Aksa."

Aksa menyunggingkan senyum.

"Otw jadi pacar, Ma," ucap Aksa dan Ia terkekeh setelahnya.

"Aksa!"

Zahra tersenyum pada nisan itu.

"Tante harus bangga punya anak kaya Aksa, dia baik banget."

"Gue ketua Gangster kalo lo lupa," ucap Aksa pelan.

"Tapi kan kamu cuma menargetkan orang yang berbuat dosa. Ya itu gak salah, dong?" ucap Zahra. Ia memang sudah tahu jika Korban Aksa itu bukan sembarang orang.

Awalnya, Zahra juga tak setuju dengan Aksa yang membuat mereka sampai kehilangan harta bendanya dan terluka.

Tapi apa yang mereka lakukan juga melukai banyak orang.

Aksa hanya mengangkat bahu.

"Tante gak perlu khawatir kalo Aksa nakal. Karena Zahra sendiri yang ngawasin dia, Tante."

Aksa menoleh, menatap Zahra dengan tatapan tulus dan sayang.

Gadis itu sangat tahu bagaimana harus memposisikan diri di keadaannya yang tak selalu Baik-baik saja.

Zahra terus mengobrol, seakan Mama Aksa benar-benar ada dan berhadapan dengannya

Setelah lelah banyak bercerita, Aksa menggenggam tangan mungil Zahra membuat sang empu menoleh.

"Makasih," ucap Aksa tulus, Benar-benar dari lubuk hatinya yang paling dalam.

"Sama-sam--"

Ucapan Zahra terputus karena Aksa membawa tubuhnya ke dalam pelukan.

Di depan Makam Mama Aksa, di suasana yang sunyi dan masih tercium harum aroma Petrichor.

Di situ juga mereka makin merasa nyaman.

*****