*****
Aksa dan Ketiga sahabatnya berjalan di sepanjang lorong dengan tatapan lurus ke depan dan aura yang mengguar sangar.
Semua ini karena Tadi Pagi Aksa mendapati Mejanya terdapat surat cinta, eh ancaman. Surat itu berisi tentang penghinaan kepada Geng Aksa. Katanya geng yang di ketuai oleh Cowok tampan dengan penampilan selalu urakan itu tak terkenal. Bahkan mereka tak pernah melihat atau mendengar aksi Tawuran yang di lakukan Geng Aksa.
Para sahabat Aksa saja sudah berdecak, antara kagum dan Kasihan dengan orang yang telah mengirimkan surat itu. Mereka sama saja membangunkan macan yang tadinya dalam mode tidur.
Sekarang saja bisa di bayangkan bagaimana naasnya nasib orang itu.
Apalagi melihat tatapan tajam Aksa yang bagai Elang sedang mengincar mangsanya. Begitu menakutkan dan mengerikan dalam satu paduan.
Devan juga sudah berusaha untuk menenangkan Aksa, mengingat bukan kali ini saja hal ini terjadi. Tapi Aksa tak mau mendengar, emosinya sedang tidak stabil sejak kemarin, dan sekarang malah Ada yang mengusiknya.
Soal pelaku, mereka sudah mengetahui siapa orangnya, tentu saja dengan bantuan Devan yang ahli dalam IT dan meretas.
Mereka berhenti di depan plang bertuliskan kelas 11 IPA 1. Kelasnya para orang pintar. Mereka yang ada di dalam tentu terkejut bukan main melihat Aksa dan Antek-antek nya tiba-tiba datang ke situ. Ada dua kemungkinan, yang satu karena ada sesuatu yang salah. Dan yang kedua karena mencari seseorang.
"Dimana Adit?" tanya Aksa tanpa basa-basi.
Suara berat dan seraknya membuat semua orang bungkam, mereka antara kagum dan takut.
Penghuni kelas diam.
Aksa menghela nafas. "Gue tanya dimana Adit atau gue hancurin kelas ini!"
Mereka menahan nafas. Dalam hati mengumpat atas nama seseorang. Aditya Falarez, seorang cowok bad yang sering membuat ulah.
Seorang gadis dengan rambut hitam panjang yang terlihat cantik dan manis menghampiri mereka takut-takut.
"I-itu.. Dia ada di Kantin biasanya jam segini sama temen-temen nya juga dari kelas lain."
Aksa menatap gadis itu dengan datar.
"Thanks."
Gadis itu menghela nafas, lega karena mengira Aksa akan memarahinya.
Ia menatap Rangga yang sedang memalingkan wajah nya, ekspresi nya berubah sendu. Ia menunduk.
Setelah itu, Mereka pergi dari kelas itu.
Setelah sebelumnya Bayu tersenyum pada gadis itu dan mengatakan sesuatu. "Panggil gue kalo lo dalam masalah."
Gadis itu mengerjapkan matanya.
"Aurel, kenapa lo lakuin itu sih? Nanti kalo Adit ngapa-ngapain lo gimana?" ucap Seseorang Terdengar sebal.
Gadis cantik bernama Aurel itu memberenggut kesal. "Ya terus? Lo mau Aksa ancurin kelas ini?"
***
Dari kejauhan, Aksa sudah bisa melihat Seseorang yang menjadi Incarannya. Cowok itu tersenyum miring dan mempercepat langkahnya. Devan yang ada di belakangnya hanya menghela nafas, Ia akan membiarkan Aksa melampiaskan amarahnya terlebih dahulu.
Lagian suruh siapa mencari masalah dengan Aksa? Apa Orang itu tak mendengar berita beberapa bulan lalu bahwa seseorang Kritis karena Aksa?
Devan memutar bola mata, bodo amat! Terkadang menjadi orang baik itu melelahkan.
Aksa menghampiri salah satu cowok dengan jambul dan gelang karet hitam itu lalu langsung melayangkan pukulan.
"Anjing!"
Aksa kembali menghajarnya hingga cowok itu lemas. Ia menatap Aksa dengan mata melotot. Takut, itulah yang di rasakannya. Apakah Aksa sudah mengetahui semuanya?
Tak tinggal diam, Ia ikut melayangkan pukulan namun Aksa telah menangkisnya terlebih dahulu lalu memelintir tangan cowok itu hingga sang Empu berteriak kesakitan.
Yang lain melotot ngeri.
"Ampun," lirih cowok itu. Tapi Aksa malah mendengar nya sebagai ajakan kembali bertarung.
Ia lalu kembali menghajar cowok itu.
Suasana Kantin yang terlihat sepi langsung saja ramai oleh mereka juga beberapa murid yang berani datang.
Teman-teman Cowok itu--yang tak lain adalah Adit hanya diam menonton karena tangannya di cekal oleh para sahabat Aksa.
Jika mereka melerai, Mereka akan merasakan apa yang di rasakan Adit.
"Maksud lo apa Bangsat?!" desis Aksa sambil berjongkok, menatap Adit dengan raut wajah menyeramkan.
"G-gue bisa jelasin."
Aksa menendang dada cowok itu membuat nya terbatuk dan sedikit mengeluarkan darah dari mulut.
Sial! Aksa benar-benar ingin membunuh nya.
"Gue gak butuh penjelasan lo. Yang gue tanya apa maksud lo!" ucap Aksa kembali menendang Adit.
Adit terbatuk hebat membuat Devan menghentikan Aksa yang akan kembali menghajarnya.
"Lebih baik lo ngaku apa maksud lo dan minta maaf kalo lo gak mau mati hari ini," ucap Devan dengan wajah Tenang. Tapi intonasi dan pelafalannya terdengar sangat serius.
"Kalo lo ngajak tawuran, hari ini juga kita bisa ngelakuin. Gak perlu menghina, cara lo cupu!" Rangga berucap dengan wajah datar nya.
Adit terdiam namun sorot matanya menatap mereka tajam.
"Gue gak suka sama kalian! Kalian sok berkuasa dan gue benci liatnya."
"Yeu, iri lo?" tanya Bayu. Dari keempat orang itu, hanya Bayu yang terlihat tak terlalu berbahaya.
"Gue gak akan iri sama kalian." Adit berusaha berdiri namun Tak bisa, yang Ia lakukan hanya meringis hebat, merasakan seluruh tubuhnya remuk.
"Kalian cuma memanfaatkan kekuatan dan kekuasaan. Kalian gak lebih dari sekedar anak Mamah yang berlindung di balik ketiak orang tua!"
Detik itu juga Aksa kembali memukul rahang cowok itu.
"Mau gue patahin tangan lo yang satunya?"
Aksa mengangkat dagu cowok itu dan menatap nya tajam. "Sekali lagi lo ngomong, gue gak segan robek mulut sialan lo ini!"
***
Aksa menghempaskan tubuhnya pada sofa sambil menghela nafas.
"Udah puas?" tanya Devan.
Aksa melirik cowok itu sejenak lalu menyeringai.
"Niatnya sih gue mau bunuh orang."
Rangga yang berada di ruangan yang sama hanya menggeleng tak habis Fikir.
"Minum dulu, untuk memulihkan tenaga."
Aksa menangkap sebuah lemparan kaleng soda dan meneguknya cepat hingga jakunnya terlihat naik turun. Meladeni Pengecut memang butuh tenaga Ekstra.
Setelahnya Ia meremukkan kaleng tersebut membuat yang lain sedikit kaget tapi sudah biasa.
Aksa memejamkan matanya, masih teringat jelas bagaimana mulut sialan Adit yang membicarakan tentang kelurga dan orang tua.
Keluarga, Ya?
Aksa terkekeh sinis. Jika keluarga bagi orang adalah sebuah anggota manusia yang sedarah, Maka Aksa tidak mempunyai nya.
Keluarga baginya hanyalah omong kosong.
Omong-omong. Aksa jadi teringat dengan Zahra, seperti ada sebuah magnet dalam otaknya untuk selalu mengingat gadis itu.
Aksa merindukan gadis itu, sungguh!
Karena hanya Zahra yang bisa membuat Ia mengerti arti kenyamanan selain keluarga.
"Van, gimana soal rumah Zahra?" tanya Aksa.
Devan mengerutkan kening, tadi saja Aksa terlihat sangat buas dan tak bisa di sentuh, lalu sekarang tiba-tiba menanyakan tentang Zahra seperti barusan tidak terjadi apa-apa.
"Sepi." Devan menghela nafas.
"Kemana?"
"Kayaknya pergi jauh dan nginep. Tapi gue yakin gak akan lama."
Rangga yang sedari tadi anteng bermain ponsel sontak menatap mereka, lebih tepatnya Devan dengan bingung.
"Kenapa lo bisa yakin?" tanya Rangga.
"Karena rata-rata tetangga di situ bilang kaya gitu. Mereka suka bepergian, ngajak Zahra juga tapi gak lama pulang."
Bayu bertepuk tangan Heboh membuat yang lain menatap nya heran.
"Baru kali ini gue denger Devan berbicara cukup panjang."
Devan memutar bola mata malas.
*****