*****
"Zahra dulu sekecil ini," ucap Seorang wanita Cantik Nan awet muda dengan Hijab Modern yang melekat di kepalanya. Ia memperagakan Seperti mengukur bocil yang berukuran se- lututnya. Ia tersenyum. "tapi Sekarang sudah tumbuh sangat cantik, Ya. Bunda jadi sedikit Gak mengenali."
Zahra hanya bisa mengulum senyum sopan, terlebih saat Umma Terlihat terkekeh sama dengan Abba.
Sebenarnya Ia sedang mencari waktu luang untuk menghubungi Aksa. entahlah, Zahra merasa seperti harus melakukan ini.
Tapi Keinginan itu harus di urungkan mengingat banyaknya Orang yang berkumpul disini.
"Gimana Makanannya, Enak?" tanya Seorang laki-laki dewasa yang baru-baru Zahra ketahui sebagai Suami Dari wanita cantik tadi dengan senyum hangat.
Zahra mengangkat kedua alisnya, Tersenyum dan mengangguk pelan.
"Enak kok, Umma aja kalah." Umma Cemberut namun Hanya berpura-pura membuat yang lain terkekeh.
"Zahra kelas berapa berarti?" tanya wanita itu.
"Kelas 11 Tante."
"Ah.. Beda Tiga tahun sama Ali, ya. Kalo dia udah kuliah semester 4."
Zahra hanya tersenyum, dalam hati bertanya tentang Siapa itu Ali. Seperti tidak asing.
"Ali yang waktu umur 8 tahun buat kamu nangis itu, Lho. Sekarang anaknya pasti udah dewasa," ucap Umma yang membuat Zahra tambah bingung.
Para orang tua di sana tersenyum melihat keterdiaman Zahra.
Di sana ada Orang Tua Zahra, orang Tua Ali dan juga beberapa kerabat dekat Dari Orang tua Ali.
Umma dan Abba kesini ingin melihat Pondok Pesantren yang baru di Bangun Milik Orang Tua Ali.
Ya bisa dikatakan jika Ali adalah Gus.
"Ali sekarang dimana?" tanya Umma terlihat penasaran. Sementara Zahra sedang terdiam bosan. Ini pembicaraan orang tua yang sama sekali tidak bisa di jangkau olehnya.
Andai saja Kakaknya Ikut mungkin tidak akan segaring ini.
"Sebentar lagi sampai kok, dia ambil cuti beberapa bulan di Indonesia."
"Oh ya, Ali kan kuliah di yaman ya?"
"Iya, Ran."
"Sudah hafal berapa jus dia?" kali ini Abba yang bertanya dan Zahra sama sekali Tak peduli.
Wanita itu terlihat terkekeh yang terlihat anggun. "Alhamdulillah.. Ali sudah Menjadi hafiz sejak Usia 12 tahun."
Begitu mendengar ucapan itu sontak Zahra melebarkan matanya. Ia saja baru hapal setengahnya di umur yang belum genap 17 tahun ini.
Seketika, Zahra Insecure sekaligus kagum.
"Kak Ali pinter banget ya tan," komen Zahra dengan mata berbinar-binar membuat Umma mengusap kepala anaknya.
"Mau kenalan gak?" tanya Umma dengan Ekspresi menggoda.
Zahra hanya meringis.
Selang Beberapa menit, Terdengar ucapan Salam khas suara laki-laki membuat yang lain menoleh.
Terlihat sosok laki-laki dengan paras tampan, Bahkan sangat tampan karena Ia adalah blasteran Turki. Matanya tajam namun tersirat kehangatan, alisnya tebal, hidung nya bangir dan bibirnya tipis tapi berisi di bagian bawah. Yang menarik adalah dia mempunyai belahan dagu.
"Ini dia yang di tunggu," ucap Abba.
Laki-laki itu menggaruk lehernya canggung lalu menyalami semua orang kecuali Zahra yang hanya menangkup kan kedua tangan.
Zahra seperti merasa deja vu saat pertama kali berkenalan dengan Aksa. Gadis itu sangat ingat jika Mereka malah bersalaman.
Tapi tidak mungkin kan Zahra melakukan hal yang serupa pada Ali?
Laki-laki itu adalah seorang Gus yang juga Hafiz, belum lagi pendidikan agamanya yang tidak main-main.
"Ini siapa, Bi?" tanya Ali dengan tatapan mata tertuju pada Orang tua laki-laki nya. Sebisa mungkin Juga Ia menjaga pandangannya.
Paras Zahra begitu cantik dan manis membuat Ia beristighfar dalam hati.
"Ini Zahra, Ali. Ingat gak? Gadis kecil yang dulu pernah kamu buat nangis."
Ali sejenak menatap Zahra dan gadis itu juga kebetulan menatapnya walau hanya sebentar.
Seketika Jantungnya berdetak kencang melihat mata Indah gadis itu.
Yang menyatakan jika Ali tidak salah orang, bahwa gadis ini adalah gadis yang selama ini Ia rindukan.
Ali bahkan masih ingat tentang betapa merasa bersalahnya Ia saat melihat air mata dan wajah sendu gadis ini, dulu.
Laki-laki tampan itu memalingkan wajah sambil tersenyum.
Ternyata do'a di sepertiga malamnya benar-benar di kabulkan.
***
"Kenapa kamu nggak mondok?"
"Zahra masih Manja sama Umma. Nanti kalo mondok malah nangis tiap hari minta pulang."
Ali terkekeh mendengar penuturan jujur dari Zahra. Mereka sekarang ini sedang berada di danau belakang pondok. Jangan tanya alasannya, yang jelas kedua anak muda itu bosan mendengar obrolan para orang tua di dalam.
"Kak Ali. Susah gak menghafal Al-Qur'an?" tanya Zahra membuat Ali menoleh, menatapnya walau hanya sebentar.
"Dulu susah. Pas awal, tapi kalo udah terbiasa pasti Bisa kok."
Zahra mengangguk sambil menendang-nendang kerikil.
"Kamu sendiri gimana?"
Zahra mengernyit. "Gimana apanya, Kak?"
"Hafalan kamu."
"Oh." Zahra mengulum bibir.
"Belakangan ini Zahra kurang Fokus kak."
Ali mengangguk paham.
"Gapapa. Yang penting saat hati sedang dalam keadaan baik, lebih bagus di selesaikan hafalannya."
Kali ini Zahra yang mengangguk. Ia mengernyitkan kening sakit sambil memegangi bagian perutnya.
"Kamu kenapa Zahra?" tanya Ali ikut panik.
Zahra menggeleng, Ia berjongkok masih dengan posisi tangan yang sama membuat Ali melakukan hal yang serupa.
"S-sakit kak," lirih Zahra dengan mata yang mulai memburam.
"Zahra.. Kamu kenapa? Tahan sebentar, Ya."
Ali tidak tega melihat keadaan Zahra. Karenanya, Ia menaruh tangannya di lutut dan punggung gadis itu lalu menggendongnya dengan mudah.
"Sabar."
Setelahnya, Ali membawa Zahra ke klinik yang ada di pesantren.
***
Sudah 2 hari semenjak peristiwa itu, Zahra tak lagi mengabari Aksa membuat cowok itu gelisah dan panik setengah mati.
"Lo kenapa si, Sa? Muka lo kayak yang gak tenang gitu," ucap Rangga yang tak tahan melihat Aksa yang bolak-balik di depan Basecamp.
"Zahra kok gak kabarin gue ya? Gue telfon juga gak di angkat. Apa dia baik-baik aja?" gumam Aksa tak menanggapi kebingungan Rangga.
"Mungkin dia lagi ada acara di rumahnya Sa," ucap Bayu yang datang dengan se-plastik gorengan yang langsung di hampiri Rangga.
"Tapi apa selama ini?"
Rangga yang sedang memakan tahu isi hanya menggeleng pelan. "Cie yang udah bucin. Khawatir, ya?"
Aksa mendelik. "Wajar gue khawatir. Dia temen gue dan Cewek."
"Temen apa temen?" goda Rangga lagi yang di beri pukulan oleh Bayu.
"Gausah gangguin Aksa dah lo." Rangga memutar bola mata malas tapi Sejenak mengernyit.
"Tumben hari ini lo bener?"
"Wa iya dong," ucap Bayu sambil menyugar rambutnya. Rangga sudah memicingkan mata, curiga jika Bayu habis membuat salah makanya jadi benar.
"Samperin aja lah kerumahnya Bos," ucap Seseorang yang juga berkumpul di situ dan merupakan salah satu anggota geng mereka.
Aksa terdiam, bisa saja Ia menyetujui pendapat itu tapi apa kata orang tua Zahra jika melihat seorang cowok urakan main ke rumah nya dan mengaku sebagai teman Zahra?
Pasti mereka tak akan sudi menerimanya.
Dalam hal seperti ini, Aksa jadi rindu Zahra yang selalu menerima Ia apa adanya.
"Mau gue mata-mata in Rumahnya?" tawar Devan yang sudah selesai memainkan ponsel, Ia sadar jika Zahra memang sudah menjadi orang penting untuk Aksa.
*****