*****
Rombongan Motor dengan jaket khas bergambar tengkorak terlihat penuh mengisi suasana Jalanan kala itu. Tentu saja ini di lakukan di malam hari, rencananya untuk menjebak seseorang yang seharusnya di jebak. Seseorang yang seharusnya tak boleh menikmati Uang terlalu banyak, yang bukan miliknya.
Sebuah mobil sedan berwarna hitam kemudian terlihat berhenti tidak jauh dari mereka, bunyi suara mesin yang rusak -- yang mencoba di nyalakan menjadi alunan musik bagi mereka.
"Keluar," titah seorang laki-laki dengan penutup wajah yang hanya memperlihatkan matanya saja.
Seorang pria paruh baya bertubuh gempal dengan jas hitam yang melekat di tubuhnya
Terlihat panik melihat mereka.
"Keluar atau gue pecahin kaca ini?!" gertak laki-laki di sampingnya yang sanggup membuat Ia kelabakan.
"Kelamaan," celetuk seseorang sambil memainkan sebuah benda tajam di tangannya.
Melihat salah satu di antara mereka mulai mengancam menggunakan senjata tajam seketika membuat Pria itu gemetaran di tempatnya. Euphoria senang saat tadi bermain di club tiba-tiba hilang di gantikan dengan rasa cemas luar biasa.
Karena Ia berhadapan dengan Gangster itu.
Tuk!
Tuk!
Pintu kaca di ketuk dengan perlahan, pelakunya seorang Laki-laki dengan senyum miring Menghiasi bibirnya.
Ia adalah satu-satunya yang tidak memakai penutup wajah.
Satu-satunya yang hanya dengan tatapan mata nya yang tajam di gelapnya malam, mengalahkan Binatang buas yang kelaparan -- bisa membuat Pria itu keluar dengan mudah, walaupun tau Jika Binatang Buas itu sangat lapar dan akan memakannya, lebih tepatnya menghabisinya.
***
"Ikut Umma ke pesantren yuk sayang," ajak Umma sambil menyembulkan wajahnya di pintu kamar Zahra yang saat itu sedang bersandar di kepala ranjang.
Zahra menatap Umma nya dengan senyum tipis. "Yakin cuma ke pesantren doang? Umma gak mau gitu kenalin Zahra ke anak teman umma yang sama-sama punya Pondok Pesantren?"
Umma terdiam, sepertinya Ia paham apa yang di rasakan sang putri.
"Nggak kok sayang. Umma janji gak akan maksa kamu."
Zahra menyelami Netra sang Umma yang sejernih lautan. "Oke umma."
"Yaudah, sekarang Zahra Siap-siap ya," ucap Umma yang di angguki oleh gadis cantik itu.
Umma tersenyum lalu menutup kembali pintu itu.
Sementara Zahra menghela nafas, Ia harus bersiap-siap meskipun merasa jika tubuhnya tak enak.
Setelah siap dengan outfit stel hijab miliknya, Ia keluar dari kamar, melihat sang Umma yang sedang tersenyum dengan penampilan rapih.
"Abba mana?" tanya Zahra sambil berjalan menuju mobil.
"Abba udah di sana duluan sayang."
Zahra mengangguk lalu membuka pintu mobil di ikuti Umma di sampingnya. Gadis cantik itu sejenak menatap Ponsel, melihat Jika nomor Aksa tidak aktif.
"Aksa.." gumam Zahra dalam hati, entah kenapa Zahra merindukannya.
***
"Bos," panggil Bayu sambil menggoyangkan Tubuh besar Aksa.
Cowok dengan wajah babak belur itu sesekali meringis karena lukanya yang perih.
"Gak bangun, Van," adu Bayu pada Devan yang sedang memainkan ponsel. Cowok tampan dengan baju santai itu sedang memesan makanan di go food.
"Jangan cepet nyerah lah," saran Devan terlihat cuek membuat Bayu merenggut.
"Bos bangun! Ada neng Zahra di depan," teriak Bayu dan ajaibnya Aksa langsung bangun.
"Mana?" tanya Aksa dengan suara serak habis bangun tidur. Meskipun dengan wajah bantal namun pesonanya tak bisa di tolak. Aksa tetap tampan bahkan sangat tampan.
"Canda," ringis Bayu terkekeh garing membuat Aksa mendelik.
"Mau gue tambahin luka lo?!"
"Ampun, Suhu! Gue cuma berusaha bangunin lo." Bayu menangkup kedua tangannya membuat Aksa mendengus. Lagian mana Tega Ia kembali Menonjok wajah Bayu.
"Jam berapa sekarang?" tanya Aksa sambil meregangkan lehernya.
"Jam 7."
Aksa mengangguk. "Ada yang liat Hp gue?" tanya Aksa sambil Bangkit berdiri, Ia ingin cuci muka terlebih dahulu sambil menunggu sarapan tiba.
Ya meskipun begini, Aksa tidak bisa berangkat tanpa sarapan.
"Lagi di Charger bos. Kemarin di pinjem Rangga," ucap Bayu.
Aksa yang sedang di kamar mandi hanya berdehem menjawab.
Rangga memang sering meminjam ponselnya, biasanya untuk bermain Game karena Jika Di Ponselnya tidak leluasa.
Ya itu salahnya karena mempunyai banyak pacar.
Setelah selesai membersihkan diri, Aksa keluar dari kamar mandi. Kakinya mengayun pelan ke kamar yang ada di sana. Namun baru beberapa langkah, Ia berhenti saat merasakan denyutan kencang di jantung nya.
Ini bukan penyakit jantung, Aksa yakin sekali tapi mengapa dadanya terasa sesak dan Fikiran nya langsung melayang ke seseorang.
Zahra.
Aksa menghela nafas, Saat mengingat gadis itu, Ia menjadi Semangat Dan Rindu secara bersamaan.
"Kenapa muka lo?" tanya Devan sambil mengulurkan ponsel milik Aksa yang langsung di ambil olehnya.
"Nggak papa."
Aksa mengecek pesan dan mendapati nomor gadis itu tidak aktif membuat nya menghela nafas pelan.
Ia menatap Bayu dan Devan. "Sekolah kita gak berniat datengin murid baru?" tanya Aksa penuh Arti.
"Hah? Kenapa lo tanya gue? Menyederhana kan pecahan aja gue gak bisa apalagi jawab pertanyaan itu."
Devan menggeleng pelan, Lalu Ia menatap Aksa dengan satu Alis terangkat tapi bibirnya mengulum senyum.
"Kenapa emangnya? Lo pengin Zahra sekolah di sana?" tanya Devan yang sialnya tepat sasaran.
Memang Devan adalah jagonya menebak apa yang di Pikirkan Seseorang. Kelebihan dari seorang Pendiam yang mengamati.
"Sok tau lo," ucap Aksa mendengus pelan.
Bayu terkekeh. "Yailah Bos, kalo kangen bilang aja kali. Apa perlu gue jemput Neng Zahra nya?" goda Bayu namun Respon Aksa semakin lucu saja.
Cowok tampan itu memalingkan wajah.
"Gausah macem-macem lo," ancam Aksa terdengar galak.
"Jadi kalian mau pesen apa?" tanya Devan menghentikan kejahilan Bayu.
"Jadi belom?"
Devan menggeleng. "Bakal lebih enak kalo pesen sesuai selera." bukan tanpa alasan Devan begini, Ia sangat tahu jika selera temannya Selalu berubah-ubah. Ia jadi kesal sendiri jika mereka tidak menghabiskan Makanannya.
Aksa berdehem. "Nasi uduk aja."
"Kalo gue Nasi kuning," ucap Bayu dengan semangat.
"Oke."
Sambil menunggu Makanan, Mereka kembali sibuk sendiri.
Devan yang beralih nge Game, dan Bayu yang ingin bersiap-siap. Sedangkan Aksa sedang menatap layar ponselnya. Melihat Foto Zahra yang sengaja tersimpan karena gadis itu sering meminjamnya untuk berfoto.
Biasanya Zahra akan langsung menghapusnya, namun Ia tak tau saja Bahwa Foto itu tidak pernah hilang.
Dulu Aksa pernah mencibir tentang Rangga yang bucin pada para pacarnya, namun sekarang Ia merasakan nya sendiri. Aksa jadi tahu jika menjadi bucin tidak selalu enak.
"Sa, Nanti kita ke panti sepulang sekolah," ucap Devan yang tiba-tiba duduk tak jauh dari Aksa.
Aksa hanya diam, melamun sambil menatap Layar ponsel membuat Devan ikut melirik nya dan baru ia tahu penyebab Aksa seperti itu.
Devan mengangkat sudut bibirnya. "Kalo kangen temuin lah, kalo cuma liat foto gak akan puas."
Aksa mengerjap, Ia menoleh pada Devan dengan sedikit terkejut.
"Sial," umpat Aksa membuat Kekehan kecil Devan terbit.
"Mau nggak?"
"Apa?"
"Pulang sekolah Ke panti," ulang Devan membuat Aksa beroh ria lalu mengangguk.
*****