"Hujan ya, Ma?"
"Iya sayang, memangnya kamu mau kemana?"
Zahra menggeleng sambil memeluk kotak bekal yang sudah Ia siapkan. Niatnya ingin memberikan ini pada Aksa karena Dia belum sembuh total, jadi lebih baik memakan makanan rumahan daripada Fast Food.
"Maa.. Salah gak sih kalo Zahra marah sama Hujan?"
"Lho, bukannya kamu suka hujan?"
Zahra menunduk, memainkan kakinya yang sudah di balut Kaus Kaki.
"Zahra kayaknya kalah Deh, Ma. Zahra suka sama seseorang."
Mendengar Ucapan sang Putri, Umma menghentikan aktivitasnya yang sedang membersihkan meja kotor. Wanita cantik itu menghampiri Zahra yang sedang Galau itu. Ah, jadi begini melihat Zahra Galau? Umma tersenyum lembut. Ternyata putrinya sudah besar.
"Zahra, dengerin Umma," ucap Umma sambil memegang lembut bahu putrinya membuat Zahra menatapnya dengan wajah sendu.
Umma tersenyum teduh sekali, lalu mengelus pipi Zahra lembut. "Gak ada yang salah dari suka dan cinta, Sayang. Zahra boleh suka atau cinta sama seseorang, asal selalu ingat sama Allah. Minta sama Allah biar kalian Berjodoh, tapi jangan berbuat Zina."
Zahra tersenyum, bukan karena merasa lega karena ucapan Sang Umma. Namun jenis senyum Miris, karena Ia tahu jika Allah tak akan mengizinkan mereka bersama.
"Berarti gak dosa, Umma?"
"Nggak, dong. Asal jangan pacaran dan memandangi wajahnya lama."
"Kalo jadi temen aja?" tanya Zahra lagi.
Umma tersenyum lembut lalu mengangguk.
"Boleh, kok. Asal ingat batasan saja."
Mau tak mau, Zahra tersenyum. Setidaknya Ia masih bisa dekat dengan Aksa. Walaupun tak bisa saling memiliki.
Zahra juga bingung dengan rasa yang baru di milikinya ini. Entah peduli karena Aksa adalah temannya atau benar-benar sayang pada Aksa. Mengingat bagaimana Ia sangat khawatir pada Aksa--waktu di kabarkan di rumah sakit, dan sangat senang bertemu dengannya.
Zahra bahkan mencoba menutup mata tentang 'Pekerjaan Malam' Aksa yang kriminal dan berbahaya.
Yang ada di otak Zahra, hanya Aksa yang manusia Biasa. Hanya Aksa yang baik dan hanya Aksa yang suka mendengarnya bercerita.
Seharusnya, Zahra tidak perlu termakan dengan arti Kata 'Teman' jika ujung-ujungnya rasa hadir tanpa di rencanakan.
"Emangnya, Zahra suka sama Siapa? Coba ceritain sama Umma gimana orangnya."
Zahra mengerjapkan matanya, tak sadar jika Dari tadi Ia melamun Hingga Umma kembali menanyakan sesuatu.
Yang serta merta membuat Zahra hanya menatap Umma dengan tatapan sulit di artikan.
***
"Zah--"
Wajah Aksa berubah datar saat melihat siapa yang datang berkunjung.
"Yaelah, Bos. Tadi aja semangat sekarang malah gitu." Rangga terkekeh lalu langsung masuk dan duduk di Sofa.
"Ngapain lo kesini?" tanya Aksa tak suka sambil menutup pintu Apartement nya sehingga terdengar bunyi pintu yang terkunci.
"Gitu amat nada bicaranya, niat gue baik, lho. Mau nengokin lo."
Aksa mencibir pelan lalu duduk di sofa single. "Paling juga minta makan."
"Nah bener, Bos! Ujan-ujan gini tuh enaknya makan Mie. Lo pasti punya stoknya, kan?" ucap Rangga dengan wajah berbinar, kentara sekali Jika Ia kelaparan.
"Emang hujan?" tanya Aksa balik.
Rangga sontak menggeleng, tak habis Pikir dengan Aksa yang tak peka. Ia menunjuk jendela. "Noh! Lo kira itu cipratan air terjun di luar?"
"Ooh.."
Rangga mengusap dada guna menyabarkan diri.
"Tumben Zahra gak kesini?" tanya Rangga sambil mengambil camilan di meja. Walaupun Aksa ini Tidak terlalu rapih, namun cowok itu sering kali menyetok makanan. Makanya mereka lebih memilih kesini jika Main.
"Gausah Sebut nama Dia, lah," ucap Aksa sambil menyiakan alat-alat untuk bermain PS.
Rangga menatap Aksa heran. "Emang kenapa?"
Aksa tak menjawab.
"Nih," ucap Aksa sambil memberikan Stick PS nya.
"Jawab gue dulu, lo kenapa."
Aksa menghela nafas pelan.
"Gapapa. Cuma males aja."
Rangga tersenyum samar, memilih percaya saja padahal Ia tahu Jika Aksa sedang ada masalah dengan gadis itu. Entah apa masalahnya, yang jelas Rangga cukup prihatin karena tidak biasanya Aksa galau.
"Abis ini kita Sunmory, Kuy!"
"Ujan."
Rangga meringis pelan, benar juga.
"Yaudah, kita lakuin hal yang biasanya kita lakuin."
Aksa memutar bola mata malas.
"Serah."
"Gue udah ada Targetnya, tau. Udah lama nih kita gak turun."
"Hmm."
***
"Zahra? Kok ada disini."
"Mau cari Aksa."
"Kok tau Aksa disini."
"Aksa pernah kasih tau."
Bayu membawa Zahra menjauh dari tongkrongan mereka karena sadar Jika cowok-cowok disana menatap Zahra terus.
"Aksa ada di Apartement nya."
"Dia sama siapa?"
"Sendiri."
"Ohh.. Yaudah kalo gitu Zahra tunggu disini aja. Kalo nanti kesana takut di kira Fitnah."
"Tapi kayaknya Si Aksa lama."
Zahra menghela nafas membuat Bayu meringis, sebenarnya Ia tidak tega juga dengan raut wajah Zahra yang terlihat sedih.
"Mau gue panggilin aja, Ra?"
"Gak perlu Bayu," ucap Zahra sambil tersenyum.
"Terus lo mau balik lagi?" tanya Bayu sedikit heran.
"Zahra titip ini aja, ya." Zahra menyerahkan sebuah Paper kepada Bayu yang di hadiahi tatapan berbinar.
"Widih, apaan nih? Makanan ya?"
Zahra mengangguk sambil tersenyum malu.
"Tadi Zahra Coba Buat. Insya Allah enak. Tapi kalo nggak jangan di buang, mubazir."
"Lah terus kalo gak habis buat siapa?"
Zahra mengulum bibir. "Di makan kamu aja gapapa, kan? Kata Aksa kamu suka makan."
Bayu memaksakan senyum sambil menyumpah serapahi Aksa. Hancur sudah reputasi cogan nya di Depan Zahra.
"Aku pamit ya Bayu."
"Oke, Hati-hati."
Bayu menatap Zahra yang sudah menjauh lalu beralih pada Paper bag yang ada di genggamannya.
"Enak banget si Aksa, sekalinya dapet cewek perhatian banget."
"Ngomong sama siapa, lo?"
"Astaga!"
"Astaghfirullah, bego," ucap Devan menatap Bayu Tajam.
"Astaghfirullah.. Ternyata Devan bisa Rasis juga."
Devan memutar bola mata malas melihat Bayu yang terkekeh senang.
"Lo tadi abis ngomong sama siapa?" tatapan mata Devan tertuju pada Paper bag yang Bayu pegang. Cowok itu merasa jika Bayu habis di datangi seseorang.
"Zahra," jawab Bayu ringan.
"Terus kemana anaknya?"
"Balik lah. Katanya tadi mau ketemu Aksa tapi kan Kita tau sendiri kalo Aksa lagi di Apartement."
"Kenapa gak di anterin balik?" tanya Devan membuat Bayu mengerjapkan matanya.
Bayu ingin mengatakan sesuatu namun Devan lebih dulu menyela nya.
"Lo tau kan Kalo disini bahaya? Dan lo tau juga kalo Rumah Zahra jauh dari sini."
Bayu menegak ludahnya pelan. Sial! Ia tidak berfikiran sampai situ.
"Terus gimana nih, van?"
Devan menghela nafas lalu masuk ke dalam meninggalkan Bayu yang terlihat bingung. Tidak lama dari itu Devan keluar dengan membawa jaket dan Kunci motor di tangannya.
"Biar gue aja yang cari. Lo jagain. Basecamp."
"Tapi Zahra gak akan kenapa-napa kan, van?"
Devan memasukan kunci ke kontak motornya dan menatap Bayu datar.
"Do'ain aja."
*****