Sudah lebih dari satu jam Zahra menemani Aksa yang masih sakit. Gadis cantik itu tidak mau pulang dulu karena masih khawatir dan juga penasaran tentang penyebab Aksa sampai kecelakaan begini.
Aksa menatap Zahra dengan dalam.
"Lo gak pulang?"
"Kamu ngusir?"
"Enggak."
Zahra mengatupkan bibirnya sambil memainkan tangan di atas rok, pipinya entah mengapa menghangat, Ia malu karena tadi benar-benar menangis dan terlihat mencemaskan Aksa.
"Gue bakal cepet sembuh, kok. Kalo itu yang lo pikirin, gue juga udah biasa kaya gini. Jadi gak perlu khawatir."
Zahra menatap Aksa dengan mata sembabnya.
"Aku bakal disini, sampai kamu sembuh," ucap Zahra membuat Aksa tersenyum tipis.
"Jangan buat gue baper, Bisa?" Aksa bergumam membuat Zahra menatapnya Bingung.
"Kamu ngomong apa?"
Aksa menggeleng pelan. Dengan memberanikan diri, Ia mengusap kepala Zahra yang tertutup itu, cowok tampan itu membuat Zahra tertegun apalagi dengan senyum lembut yang perlahan hadir.
Zahra di buat terpesona.
"Lebih baik lo pulang, gue gak mau temen cewek gue ini sakit."
Aksa merasa jantungnya berdetak kuat, sama halnya dengan Zahra. Tapi mereka mencoba menepis itu karena mengira itu hal yang wajar, mengingat interaksi mereka yang tak pernah sedekat ini.
Hingga Zahra tersadar lalu menghindar membuat tangan Aksa mengusap udara.
"Nanti aku kesini lagi."
Zahra membalikkan tubuhnya dengan pipi merona merah, tak dapat di elak jika Ia senang di usap kepalanya oleh Aksa.
Di tambah dengan senyuman nya yang lembut dan menggetarkan hati. Zahra tahu ini dosa, namun dosa adalah sesuatu yang menyenangkan.
"Astaghfirullah, Zahra. Kamu mikir apasi?" Zahra bermonolog sambil memukul kepalanya pelan.
Dia harus sadar jika Aksa hanya teman. Tidak lebih.
***
"Abis darimana, Dek?"
Zahra yang baru saja menutup pintu rumah itu terlihat tersentak pelan, Ia terkejut membuat Azizah terkekeh.
"Gitu aja kaget."
Zahra memegang dadanya dan menatap tajam Azizah yang lagi-lagi bertamu.
"Kakak kok kesini?"
"Lah, ini kan juga masih rumah kakak."
"Ya tapi gak perlu tiap hari, Kali. Zahra males banget liatnya."
Zahra melepas sepatunya tanpa menatap Azizah yang cemberut karena ucapan adiknya yang jahat, padahal Zahra tidak serius mengucapkan itu.
"Kak Zizah lagi ngambek." ucapan itu membuat Zahra menatap Kakaknya horor.
"Udah gede ngambek mulu."
"Ya biarin. Ini kan bawaan Baba. "
Untuk kata itu, Zahra tak bisa lagi membantah.
"Terserah lah, Zahra capek, mau Istirahat."
"Tunggu, Dek."
Zahra membalikkan tubuhnya dan menatap sang Kakak dengan lelah.
"Apalagi?"
Azizah menatap Zahra sambil Memicingkan matanya membuat mata sipit itu makin sipit.
"Akhir-akhir ini, Umma bilang kalo kamu sering keluar, bener itu?"
Zahra mengangguk jujur.
"Kamu punya pacar, Ya?" tebak Azizah dengan tatapan jahil.
"Idih, siapa juga yang punya pacar?"
"Kamu."
Zahra Terdiam sambil menghindari tatapan mata Azizah yang terlihat mengintimidasi.
"Zahra gak punya Pacar, Kak Zizah," ucap Zahra sambil menghela nafas.
"Terus apalagi? Biasanya kan yang bisa bikin anak gadis sering keluar itu Pacar," ucap Azizah sambil menyenderkan tubuhnya dan kembali memakan kue yang memang tersedia di meja. Awalnya Ia memang sedang makan camilan itu, namun saat melihat Adiknya, Azizah ingin menginterogasinya lebih dulu. Karena jujur saja ini menjadi keluhan sang Ummi. Di samping Rasa senang karena Zahra mempunyai teman.
"Itu mah Kakak," jawab Zahra mendelik membuat Azizah menggelengkan kepala pelan. Bersikap seolah tidak padahal Iya.
"Yah terserah kamu sih, dek. Kakak cuma mau ngingetin kalo kamu pacaran pun semua gak akan berjalan semulus itu."
Setelahnya, Azizah memfokuskan perhatian ke televisi sedangkan Zahra terdiam. Azizah mengatakan itu dengan pelan dan lembut membuat Zahra sadar jika sang Kakak hanya khawatir padanya.
"Lagian pacaran juga dosa," gumam Zahra yang tidak di dengar Azizah.
Dulu, Kakaknya itu memang tak sealim Zahra. Justru nakal dan pembangkang.
Namun seiring berjalannya waktu dan di tambah dengan sosok yang menjadi jodoh Azizah, semua perlahan berubah ke arah yang lebih baik.
Zahra juga ingin seperti itu. Menemukan sosok pendamping hidup yang berbeda sifat dengannya lalu nanti bisa Sama-sama memperbaiki diri. Bukankah itu tujuan pasangan selain menemanimu sampai akhir?
***
"Oh, jadi ini tujuan lo, Sa? Lo sengaja luka-luka biar neng cantik nyamperin lo dan ngerawat lo?" tanya Bayu yang sedang mengupas Jeruk yang tersedia di nakas dan Aksa tak memedulikannya.
Saat ini, di ruangan itu hanya ada mereka berdua karena yang lain sedang membeli makan mengingat sebentar lagi waktu makan siang.
Sebenarnya Rangga yang di suruh membeli sendiri, namun Cowok berlabel buaya itu takut jika bertemu dengan kedua ceweknya yang saat ini berkeliaran di sekitar rumah sakit. Rangga bukannya takut di tampar atau di hajar mereka, tapi Ia takut jika mereka memutuskan hubungan mereka. Rangga sungguh tidak bisa hidup dengan satu pacar saja.
Padahal itu sudah menjadi resiko tersendiri untuk para pacar Rangga saat mereka menerima Rangga sang Anggota Gangster yang juga di takuti sebagai pacarnya.
Tapi mau bagaimana lagi, dong? Rangga itu ganteng dan keren. Mana ada cewek yang menolaknya? Di tambah cirle pertemanan Dia yang tak ada tandingannya dan kekayaan keluarga yang sering terekspos di dunia Maya.
"Lo kok diem aja sih, Sa?" tanya Bayu jengkel, Ia ingin sekali melempar kulit jeruk yang ada di tangannya jika tidak mengingat sosok yang sedang terbaring di bangsal itu adalah Singa ganas yang bisa menyerang kapan saja sekalipun sedang terluka.
"Ck, capek ngomong sama kulkas singa kaya lo," keluh Bayu lalu Ia mulai memakan jeruknya sambil membuka ponsel. Lebih baik Ia memainkan Game online.
"Gue salah ya?" gumam Aksa yang bisa di dengar oleh Bayu.
"Maksudnya?"
"Salah gak sih kalo gue jadiin Zahra sebagai temen gue?"
"Emangnya apa yang salah?" tanya Bayu heran.
"Salah karena bodohnya itu cuma alibi buat gue bisa deket sama dia." batin Aksa berbicara.
"Gue takut dia jadi incaran geng sebelah," ucap Aksa memberikan hal yang juga mengganjal di hatinya.
"Kalo lo emang beneran temen yang baik buat Zahra, lo pasti akan ngelakuin apapun asal dia aman di sisi lo, Sa. Karena mau gimanapun, dia udah nerima lo dengan tangan terbuka. Dia bahkan gak mandang lo sebagai seorang Gangster yang jahat."
Aksa sekarang menatap Bayu yang tidak lagi memainkan ponsel, Cowok itu sedang menatapnya sambil menguyah jeruk.
"Zahra itu cewek baik, Sa. Sayang banget kalo pertemanan kalian putus karena ini."
"Lo bener." Aksa menghela nafas sambil menatap langit-langit kamar inapnya.
Semua tentang Zahra terasa tergambar di atas sana. Bagaimana cara Dia berbicara lembut, tersenyum manis yang sangat cantik di Mata Aksa, dan tatapan matanya yang indah.
Semua menghantui Aksa.
Pada dasarnya, Ucapan yang di tujukan untuk Bayu hanya alibi tentang dia dan Zahra. Dan untuk pertama kalinya, Aksa akan membuang egonya demi pertemanan yang menimbulkan rasa itu. Dia akan tetap berteman dengan Zahra dan melindunginya.
Ya meskipun rasanya ada yang mengganjal.
"Sa, tapi baru kali ini gue liat lo deket sama cewek, lo yakin kalo lo gak nyimpen rasa apapun buat Zahra?"
Aksa langsung terdiam. Ia hanya menatap datar ke arah Bayu padahal dalam hati berbeda.
"Oke, gue bercanda elah."
"Punten gopud," teriak Rangga di ikuti Devan yang berjalan tenang di belakangnya.
"Abis ngepet dimana lo? Lama amat?" semprot Bayu. Ia bahkan tak ingat dengan pertanyaannya tadi karena sudah melihat makanan yang di bawa kedua sohibnya.
"Iya, babinya macet soalnya," jawab Rangga.
"Buset, kaya apaan aja." Bayu terkekeh pelan sedangkan Devan menaruh Plastik yang di bawanya di kursi.
"Makan," ucap Devan pendek.
"Ayang beb Devan emang paling peka se- bumi," ucap Bayu lalu meraih salah satu makanan disana.
Devan yang sedang mengetik sesuatu di ponsel hanya memutar bola mata malas.
"Van, lo gak makan?" tanya Rangga Heran, sebenernya jika ada manusia yang tahan tidak makan selama 3 hari, ialah Devan orangnya, makanya dalam waktu setengah hari tak makan pun cowok tampan itu tetap akan baik-baik saja.
"Nanti."
Aksa menghela nafas. "Kalo lo gak makan gue juga gak."
Detik itu juga Devan langsung mematikan ponselnya lalu menatap datar Aksa yang terlihat acuh tak acuh membuka ponsel.
"Iya-iya gue makan."
Rangga dan Bayu saling lirik dalam diam namun terkekeh dalam hati.
Ya, terkadang mereka juga membuat Rangga dan Bayu Iri karena kesolidan mereka.
*****