"Astagfirullah," ucap Zahra saat tak sengaja menjatuhkan gelas di atas nakas.
Gadis itu merasakan sengatan nyeri di dadanya. Entah mengapa perasaan Zahra menjadi tak enak.
Ia melirik ponsel. Mencari sumber
Keresahan yang membuat nya tak tenang.
"Kenapa, Ya?" Zahra menggigit bibirnya, Ia membuka Riwayat Telepon dan menatap panggilan terakhir dimana nama Aksa tertera di sana.
"Kamu kenapa, Aksa?" tanya Zahra pada kesepian Pagi.
Matahari belum muncul, Zahra baru saja selesai sholat subuh. Namun mengapa Ia merasa cemas tentang Aksa?
Zahra mencoba menelpon Aksa berkali-kali namun ponsel Aksa tidak Aktif.
"Aksa.."
Zahra berdo'a segala yang terbaik untuk cowok itu.
***
"Di bilangin malah ngeyel ye lu?"
"Sakit, Sa?"
Aksa berdecak sebal mendengar celotehan teman-temannya itu. Ia menggerakan tubuhnya menyamping, Hendak mengambil Ponsel namun Devan langsung menjauhkannya sambil menatap Aksa datar sekali.
"Luka lo masih basah," ucap Devan dingin.
Aksa menghela nafas.
"Gue bener-bener pengin remes otak Si Licik Jovan." Bayu terlihat misuh-misuh sambil memakan bubur milik Aksa yang tidak ada rasanya.
"Emang enak tuh bubur?" tanya Rangga dengan alis mengernyit bingung memperhatikan Bayu.
Bayu hanya mengangguk sambil terus makan dengan lahap.
Rangga meringis dalam hati.
"Emang bener-bener jelmaan bayi tua." Rangga membatin lalu menatap Aksa dengan wajah miris.
Cowok itu terluka cukup parah akibat kecelakaan yang tak terhindarkan itu.
Kepala Aksa bocor sedangkan kaki kirinya terkilir dan tangannya lecet-lecet parah.
Ini bukan sekalinya Aksa begini.
"Lo mau makan apa, Sa?" tanya Rangga mumpung Ia mau keluar. Sekalian pikirnya.
Aksa hanya menggeleng karena Ia tak Nafsu makan.
"Lo harus makan biar bisa minum obat buat mulihin luka-luka lo ini," ucap Devan sambil menunjuk bagian tubuh Aksa yang terluka.
"Gue gak mau," tekan Aksa malas.
"Yaudahlah." Rangga mendengus lalu menarik Bayu yang sedang makan untuk keluar.
"Eh, Anjir! Gue belum selesai makannya!" protes Bayu.
"Nanti Kita beli yang lebih layak," ucap Rangga lalu pintu tertutup meninggalkan Aksa dan Devan.
"Gue mau istirahat. Lo keluar aja," ucap Aksa. Ia mengusir Devan dengan Halus.
Devan menghela nafas. "Lo tuh orang terbatu yang pernah gue kenal."
Cowok itu mengambil Ponsel Aksa lalu keluar dari Kamar VVIP tersebut.
Dan sekarang Aksa benar-benar sendiri.
Cowok itu menatap langit-langit kamar sambil tersenyum miris. Ada banyak Hal yang ingin Aksa ceritakan pada teman-temannya. Meskipun Aksa tau Jika mereka mengerti tanpa di beritahu sekalipun.
Sebenarnya, Aksa ingin terluka lebih parah lagi bahkan koma dan sekarat.
Karena mungkin hanya dengan itu Ia bisa merasakan kembali perhatian yang sudah lama di dambakan nya.
Sekarang Aksa berharap apa? Teman-temannya yang selalu ada saja Aksa sudah bersyukur.
***
"Kamu mau kemana Pagi-pagi begini, Ra?" tanya Seorang wanita cantik yang sedang merapihkan Piring.
Zahra menoleh, Ia telah dengan baju perginya dan tentu membuat orang rumah penasaran.
"Mau ke rumah temen, Umma."
"Sama siapa?" tanya Umma possesive.
"Sama temen juga."
Umma terlihat berfikir membuat Zahra menghampirinya lalu memeluknya Manja.
"Boleh ya, umma? Aku tuh bosen banget di rumah. Lagian kasian temen aku sakit," ucap Zahra sambil tersenyum manis.
Umma menatap Penampilan sang putri yang tertutup dan pastinya sopan. Ia menghela Nafas pelan.
"Masa jenguk temen yang sakit gak bawa apa-apa?"
"Zahra mau bawa brownies bikinan Zahra."
"Emang dia Mau? Kan rasanya aneh."
"Umma!" Zahra mengerucutkan bibirnya, sebal karena sang Umma selalu menggoda hasil masakannya.
"Dia Pasti makan, kok."
Umma terkekeh lalu mengusap kepala Zahra yang di balut hijab.
"Yaudah, tapi hati-hati oke?" Zahra mengangguk dengan senyuman cantik yang membuat lesung pipinya terlihat.
Setelah selesai berpamitan dengan Umma, Kecuali Abba yang sudah berangkat ke kantor, Zahra menutup gerbang. Wajah manis yang tadi tersenyum sekarang menyiratkan kecemasan. Ia menunggu seseorang sambil berjalan.
Tak lama dari itu, Sebuah motor sport berhenti di dekatnya.
"Zahra?"
Devan tersenyum saat melihat Zahra yang menghampirinya. Ia Janjian dengan Zahra untuk bertemu dan mengantar Gadis itu kerumah sakit karena Devan tau jika Aksa membutuhkan gadis ini.
"Aksa baik-baik aja, kan?"
Devan mengendikkan bahunya. "Nanti juga lo tau."
Zahra jadi semakin cemas.
"Ayo buruan, Devan! Aku khawatir sama Aksa," ucap Zahra sambil menaiki motor tinggi itu namun Ia tak sampai-sampai karena pendek.
Devan meringis.
"Perlu bantuan?"
"Gausah! Kita bukan muhrim," ucap Zahra dengan galak. Wajah cantiknya menyimpan berbagai Emosi membuat Devan terus menatapnya.
"Pantes aja Aksa suka." Devan membatin.
***
Rangga yang sedang telfonan dengan pacarnya mendadak menghentikan itu, sama dengan Bayu yang tadinya sedang main Pou. Mereka berdua menatap seorang gadis yang kedatangannya tidak di sangka-sangka.
"Kok Zahra bisa disini?"
"Gue yang manggil," ucap Devan.
"Tapi kayaknya Aksa lagi gak bisa di jenguk. Dia lagi mode ganas. Entar kalo Zahra kena semprot gimana?" tanya Bayu beruntun dan Rangga mengangguk pelan, setuju dengan si Bayi itu karena Aksa benar-benar menyeramkan plus menyebalkan saat Sedang seperti itu.
"Gak akan."
"Lo yakin?"
Zahra menatap mereka dengan rasa tak sabar. Ia Tidak di beritahu Keadaan Aksa dan apa yang terjadi padanya. Hanya sebuah kata jika Aksa ada di rumah sakit.
"Aku boleh masuk gak?" tanya Zahra lagi kali ini dengan Nada tak sabar.
"Bol--"
Zahra lansung mendorong mereka menjauh lalu masuk ke dalam membuat Devan melongo.
"Leh." Rangga dan Bayu terkekeh pelan sedangkan Bayu menggaruk lehernya yang tidak gatal.
Zahra melihat seorang cowok sedang memejamkan matanya di bangsal, mata Zahra meneliti keadaannya yang jauh dari kata baik-baik saja.
Zahra sampai menutup mulutnya dengan mata berkaca-kaca.
"Aksa, kamu kenapa bisa begini?"
Aksa membuka matanya karena mendengar suara yang tak asing.
"Lo disini?" tanya Aksa serak.
Zahra mengangguk sambil mengusap air matanya yang tak sengaja menetes.
"Kok malah nangis, sih?"
"Kamu kenapa, Aksa?"
Zahra duduk di kursi samping Brangkar Aksa lalu menangis lagi.
"Tadi malem dan hari-hari sebelumnya kamu baik-baik aja. Kenapa jadi gini?"
Aksa menelan ludahnya, Ia tidak tau bagaimana dengan kesehatan jantungnya karena Jantung itu sekarang berdegup sangat kencang.
Karena hari ini, Tepat di depannya. Ada sosok yang menangisi keadaannya.
"Gue gak apa-apa. Lo gausah nangis gini, gue baik-baik aja." Aksa mencoba menenangkan Zahra tanpa menyentuh gadis itu.
"Aku khawatir."
Aksa tersenyum, sejenis senyuman tulus yang jarang sekali di tampakkan membuat Zahra terdiam dan menghentikan tangisnya.
Karena sungguh, wajah Aksa terlihat berkali-kali lipat lebih tampan.
"Makasih udah khawatir." Aksa mengatakannya dengan lembut.
Zahra tak tahu saja jika ini memang kehidupan Aksa. Penuh dengan bahaya dan kegelapan. Luka segini tidak ada apa-apanya untuk Aksa karena Ia terbiasa terluka. Tapi saat melihat seseorang yang dekat dengannya menangisinya entah mengapa membuat Aksa merasa berbeda.
"Kamu mau makan?" tawar Zahra guna menepis rasa aneh yang menjalar dihatinya hanya karena senyuman manis Aksa.
*****