Langit berubah kelabu, gumpalan awan hitam menutupi dan angin bertiup cukup kencang di belahan bumi.
Saat itu, Sekolah sudah di bubarkan.
Aksa bahkan sudah duduk di motornya dengan tatapan dingin ke depan.
"Aksa?"
Aksa menoleh, mendapati Bayu yang menatapnya kikuk.
"Lo tau geng sebelah, kan?"
"Hm."
Bayu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Cowok dengan wajah baby Face itu sempat menatap Rangga dan Devan yang sedang menunggu Bayu menyelesaikan ucapannya. Bayu membatin dalam hati.
Entah mengapa, beberapa hari ini mood Aksa terlihat naik turun. Kadang baik, kadang sangat dingin dan cuek.
Beruntunglah orang seperti Aksa belum punya pacar, karena nanti bisa sakit hati pacarnya. Ya meskipun Aksa Tetaplah dewa tampan yang menjadi incaran banyak kaum hawa.
"Mereka ngajak Balapan. Sebagai tanda pertemanan. Lo inget kan kalo wilayah mereka udah kita kuasai?"
"Menurut gue gak perlu, Sa. Lo tau banget apa tujuan mereka," potong Devan tidak membiarkan Aksa berfikir.
Aksa menatap Bayu yang mengangguk seakan setuju.
"Nanti gue Fikirin." Aksa menyalakan mesin motornya, lalu menoleh.
"Cabut!"
Empat sekawan itu meninggalkan parkiran, lalu tidak lama dari itu, hujan turun membahasi bumi.
Mereka menerobosnya.
***
"Anak gak tau diri!"
"Mama nyesel lahirin kamu."
"Papa kecewa sama kamu, Aksa."
Aksa bangun dari tidurnya dengan nafas terengah-engah seperti habis lari. Tak sadar, sedikit Air terasa di sudut matanya.
Aksa mengusap wajahnya dan menghela nafas.
Lagi-lagi Ia mimpi buruk.
Entah sudah berapa kali dalam sebulan ini.
Mimpi yang biasanya juga membuat Aksa tidak bisa kembali tidur seperti hari-hari sebelumnya.
Cowok tampan dengan kaus hitam itu mendudukkan tubuhnya yang tadinya telentang di atas sofa.
Mata Aksa melirik pada jam dinding yang menunjukkan waktu sore hari. Tadi Ia langsung Tidur setelah mandi, mungkin ini juga yang menyebabkan mimpi buruk.
Beberapa detik kemudian, Ia bangun lalu berjalan lunglai, Aksa membuka Balkon kamarnya lalu menumpukkan tangannya pada pembatas Balkon.
Malam ini masih sama seperti malam-malam sebelumnya, Dimana Suasana Terlihat ramai dengan Deretan lampu yang memenuhi sisi jalan dan gemerlap cahaya yang menghiasi gedung-gedung.
Sejujurnya, Aksa selalu merasa sendiri, namun Ia juga memasang benteng agar orang lain tak dekat dengannya. Kecuali dengan teman-temannya, mungkin.
Dering ponsel terdengar cukup kencang membuat Aksa menoleh.
Ia membaca sebuah pesan yang masuk di notifikasi atasnya.
Zhrayrcml
'Aksa?'
'Kamu udah tidur, Ya?'
22.00 p.m
Aksa sedikit mendengus, bagaimana mungkin Gadis ini Mengiranya Sudah tidur. Namun tanpa sengaja sudut bibirnya tertarik membentuk lengkungan sangat tipis.
Ia senang.
Langsung saja Aksa mengalihkan ke Panggilan Suara dan menempelkan Ponsel Mahal itu ke telinganya, terdengar nada berdering lalu suara lembut seseorang yang belakangan ini mengisi hari-harinya.
(Dalam Telpon)
"Hallo?"
"Aksa, ngapain nelfon aku? Nanti kedenger Umma sama Abba."
Suara Zahra terdengar memelan tapi terdengar sangat imut di telinganya.
Aksa memilih Diam, membiarkan Gadis cantik itu berbicara karena Ia merindukan suaranya.
"Aksa? Kok gak jawab aku, sih?"
Terdengar helaan nafas dari sebrang sana
"Oke, aku cuma butuh temen aja. Aku susah tidur, hehehee. Gak ganggu, kan?"
Aksa hanya berdehem membalasnya.
"Tadi aku belajar masak, Lho. Setelah sekian lama akhirnya boleh juga. Mau coba? Tapi kayaknya gak layak di makan."
"Tapi aku yakin rasanya Enak, kok."
"Terus tadi aku juga belajar naik sepeda. Iya Aksa, Aku baru belajar. Aku emang Gak bisa dari dulu, Hehehe."
"Kamu Kenal Kak Zizah? Dia tuh Kakak Aku. Aku ceritain, Deh. Masa Aku di suruh joget karena Dia ngidam. Gak cuma aku tapi Umma Sama Abba juga. Gak jelas, Kan?"
Aksa tersenyum samar. Ia tau siapa Umma dan Abba karena Zahra sering menceritakannya.
"Aksa? Disana hujan?"
Aksa menatap langit yang mendung, terlihat rintikan air yang jatuh membasahi bumi. Aksa sejenak memejamkan mata, menikmati Harum Aroma Petrichor yang samar terasa.
"Aku suka hujan."
Setelah sekian lama. Akhirnya Aksa membuka suara.
"Kenapa?"
"Suka aja. Hujan bikin tenang."
"Alasannya cuma itu?"
"Nggak. Tapi hujan yang selalu nemenin aku, Aksa."
Malam itu, Aksa menghabiskan sedikit waktunya untuk mendengarkan gadis itu bercerita. Tentang apapun bahkan topik Random sekalipun. Dan yang Aksa dapat, Ialah Zahra yang ceria, cerewet dan menyukai hujan.
Aksa yang biasanya membenci langit kelabu, mendadak tenang mendengarkan setiap cerita yang tidak begitu penting namun cukup menghibur hatinya.
"Aksa?"
"Hm?"
Zahra di sebrang sana terdiam sejenak, seperti Ragu mengutarakan apa yang akan di ucapkannya.
"Kamu boleh kok nyeritain hal-hal yang ingin kamu ceritain tapi gak punya tempat untuk cerita. Aku siap dengerinnya."
Aksa diam saja.
"Terimakasih, Aksa. Malam ini aku bisa tidur nyenyak."
***
Devanbkndvno
'Arena Menteng.'
'Gue harap lo pikirin ini baik-baik.'
00.00
Aksa membaca pesan yang baru masuk itu dengan wajah kantuknya, cowok itu mengusap rambut sedikit gondrongnya ke belakang kepala.
"Apa gue harus?" monolog Aksa.
Aksa berfikir sejenak, tak lama Ia mengambil kunci dan Jaket. Malam itu Aksa menggunakan kaos putih dan celana jeans hitam, tak lupa kalung gading yang berganti menjadi kalung Rantai di lehernya.
Aksa akan kembali turun Ke Arena.
Ia sadar sekali apa yang dilakukannya, namun biar bagaimanapun Aksa membutuhkan pelampiasan atas segala hal yang di rasakannya.
***
Suasana Ramai dan bau asap rokok langsung menyambut Aksa saat sampai di Arena Balap. Ia bisa melihat teman-temannya yang sedang melambaikan tangan.
"Waduh, Bos besar kita, nih!" celetuk Bayu.
"Lo benaran mau ikut, Sa?" tanya Devan serius.
"Ikut."
Bayu mengangkat bahu pada Rangga yang menatapnya.
"Okelah. Kita coba."
Setelahnya, mereka merapat ke Garis Start.
Disana Aksa bisa melihat sosok cowok dengan penampilan urakan yang sedang menatapnya dengan seringai.
"Siap buat kalah."
"Harusnya gue yang bilang itu," ucap Aksa.
Ia melihat beberapa anggota Gangster nya yang menatapnya segan namun bercampur tatapan lain dan Aksa tahu itu.
Aksa menatap cowok itu dengan wajah sangat Datar.
"Kita mulai sekarang."
Semua orang menyingkir dari garis start lalu membiarkan kedua cowok itu menguasai arena.
Suara derum motor dan sorakan para penonton terdengar kencang. Aksa menatap lawannya yang menatapnya menyeringai dengan wajah Datar.
Seorang wanita berpakaian super ketat dan seksi berjalan anggun di tengah mereka sambil membawa sebuah pistol mainan.
"Sedia, Boy?"
Mereka berdua mengangguk dengan tatapan Sangat serius kedepan.
"One."
Suara gas terdengar di mainkan.
"Two."
Wanita itu menatap Aksa dengan sedikit lama.
Door!
Bersamaan dengan itu, motor mereka melesat sangat cepat di tengah gelapnya malam, bau asap rokok dan aspal yang basah.
"Gue harap semua bakal baik-baik aja," gumam Devan Tanpa di dengar oleh Rangga dan Bayu yang sedang menyemangati Aksa.
Sedangkan disisi lain, Aksa dan cowok urakan itu mencoba saling mendahului.
Terkadang Aksa di belakang atau di depan.
"Lo gak akan bisa menang!"
Aksa tersenyum miring dari balik helm Full Facenya. Ia menambah kecepatan motornya dan menyalip cowok itu dengan lihai membuatnya menggeram.
Motor Cowok itu mendekat pada Aksa lalu menendangnya kuat membuat Aksa sedikit oleng. Ia menyeimbangkan motornya lalu menatap tajam cowok itu.
"Sial," umpat Aksa geram.
"Asal lo tau, Aksa. Gue benci sama lo. Semua orang juga benci sama lo. Jadi, apa Gunanya lo hidup?"
Aksa merasa tercekat mendengar ucapan benci itu, bayangan dan suara seseorang mengganggu konsentrasinya.
Cowok itu tersenyum sinis melihat Aksa mulai Goyah.
Sampai, Aksa Tak sengaja membelokkan motornya ke jalan besar.
Aksa berusaha mengerem saat tahu ada dua truk yang melaju berlawanan Arah dengannnya.
"Anjing." Aksa mengumpat karena tahu jika motornya sengaja di sabotase.
Karena jalanan licin. Ia Terperosok jatuh dan masuk di antara truk itu.
Kecelakaan pun tidak bisa di Hindari.