"Zahra, kenapa ngelamun terus?" tanya Umma melihat Sang putri yang sedang sarapan namun Fokusnya bukan di situ.
Sepertinya Zahra sedang tidak semangat.
Terlihat dari Binar mata Zahra yang tidak secerah biasanya.
"Aku boleh jalan-jalan, gak?" tanya Zahra. Ia tidak begitu mendengar pertanyaan umma nya.
Umma dan Abba saling pandang sejenak.
"Kamu pasti bosen ya?"
Zahra hanya mengangguk pelan Karena memang itu sebabnya.
Hari ini, Miss Tiara selaku guru Zahra tidak berangkat karena sakit. Jadi saja Zahra tidak ada kegiatan.
"Gak--"
"Boleh sayang. Tapi jangan pulang larut, ya. Siang harus udah ada di rumah." Umma tersenyum membuat senyum Zahra ikut mengembang.
"Makasih Umma," ucap Zahra dengan wajah ceria.
Umma hanya mengangguk, Sedangkan Abba terlihat menghela nafas.
"Hati-hati, Abba gak mau denger kamu sakit karena kecapean."
Yah, begitulah kehidupan Zahra. Ingin keluar saja harus melewati banyak Pantangan.
***
Suasana sekolah terlihat sunyi karena para muridnya sedang Fokus mengerjakan ulangan dadakan. Beberapa terlihat Khusyuk dan yang lainnya mengerjakan dengan wajah tak Ikhlas.
Ya bagaimana? Kapasitas otak setiap murid pasti berbeda dan kebanyakan tak yakin dengan kemampuan nya sendiri lalu mereka menyalahkan keadaan dan jebakan Guru.
"Oit! Van, nomor Lima paan?" bisik Rangga pada Devan yang ada di depannya.
"Gue udah nih," ucap Bayu sambil memperlihatkan lembar jawabnya namun Rangga hanya mendengus.
"Kalo gue liat punya lo yang ada gue dapet jeblok."
Bayu seketika melotot. "Sialan lo! Udah di contekin masih aja belagu."
Rangga hanya memasang wajah tengil lalu mulai menarik-narik seragam Devan.
Sebenarnya, jika ketahuan pun guru tidak akan terlalu mempermasalahkan karena saat keempat cowok ini masuk ke kelas dan mengikuti ulangan saja sudah syukur.
Tapi tetap saja, Nilai mereka pasti akan di kurangi.
Berbeda dengan Devan yang akhirnye memberikan lembar jawabnya, Aksa anteng mengerjakan entah benar atau salah.
Ting!
Bunyi dentingan ponsel milik Aksa membuat keempat cowok itu saling lirik. Untung saja hanya mereka yang mendengarnya.
"Siapa?" tanya Devan dengan suara pelan.
Aksa tak menjawab, Ia membuka kunci sandi lalu melihat notif yang masuk.
Ternyata itu pesan dari Zahra.
Aksa dengan cepat membukanya.
Zahraayrcml
'Aksa?'
'Kamu dimana?'
You
'Sekolah'
Zahraayrcml
'Ih, beneran? Aku ada di depan gerbang nih. Boleh masuk gak ya?'
Aksa nyaris melotot. Bagaimana bisa Zahra tiba-tiba ada di sekolahnya padahal rumah nya jauh dari sini.
Beberapa hari lalu Zahra memang menanyakan dimana Ia sekolah, tapi Aksa tak menyangka jika gadis itu akan datang kesini.
Sial! Aksa baru ingat jika siswa disini genit-genit.
Aksa melirik jam dinding lalu menghela nafas saat tahu jika istirahat pertama masih lama.
Namun Aksa termenung. Sejak kapan Ia peduli dengan Sekolah?
Dengan kecepatan Ekstra, Ia segera mengerjakan ulangan itu membuat ketiga sahabatnya bingung.
"Lo dapet jawaban dari siapa, Sa?" tanya Bayu polos.
"Berisik!"
Bayu melipat bibirnya sambil misuh-misuh di dalam hati.
***
"Kok bisa ada disini?" tanya Aksa begitu sampai di depan Zahra.
Gadis cantik itu mengenakan baju ootd hijab kekinian yang terlihat sangat pas di tubuhnya.
"Aku mau lihat sekolahan kamu," ucap Zahra menyengir.
Aksa menggelengkan kepalanya pelan.
"Boleh masuk gak?"
Aksa menatap satpam sekolah sejenak lalu mengangguk.
"Masuk aja."
Zahra tersenyum saat Gerbang itu di buka.
Gadis itu sejenak terdiam memandangi gedung sekolah tempat Aksa menimba ilmu.
"Sekolahan kamu besar banget." Zahra terpana.
"Bukan sekolahan gue."
"Tapi kan kamu sekolah disini."
Aksa mendengus pelan. "Ya terserah."
Mereka berdua berjalan masuk ke halaman sekolah yang pastinya sepi karena sedang jam pelajaran.
"Kenapa sepi?"
"Mereka di dalem semua."
Zahra menoleh pada Aksa yang berjalan dengan tegap dan pandangan lurus ke depan.
"Kamu kok di luar?" tanya Zahra polos.
Gadis itu tidak tahu saja jika Aksa keluar karenanya. Tapi memang Aksa juga malas belajar.
"Kan ada lo."
Zahra berjalan cepat ke mading yang tertempel di Koridor utama. Gadis itu terlihat antusias menatap karya murid-murid disana.
"Ini siapa yang buat?" tanya Zahra pada lukisan bergambar senja.
Aksa ikut melihat ke mading, Ia berdiri di belakang Zahra sambil memasukkan tangan ke dalam saku.
"Kan ada nama di bawahnya."
Zahra mencari letak si pembuat lalu membulatkan mulutnya.
"Keren banget dia ya." Zahra terlihat masih kagum.
Aksa mengernyit, Ia bisa melihat nama pembuatnya.
Dan ternyata cowok.
"B aja."
Zahra mengerucutkan bibirnya lalu mengedarkan binarnya ke karya lain. Dan rata-rata memang indah dan menarik, pantas saja di pajang di depan.
Zahra Seketika tersenyum tipis.
"Aku pengin buat lukisan juga."
"Bisa ngelukis?" tanya Aksa sedikit tak percaya.
"Bisa kok."
Aksa menatap Zahra yang terlihat sedih. Entah apa yang menganggu keceriaan gadis itu, yang pasti Aksa tidak suka melihatnya.
Tangan Aksa hendak terulur tapi Zahra lebih dulu menoleh membuat Ia kembali menarik tangannya.
Aksa berdehem pelan.
"Nanti lo bisa kirim lukisan lo kesini," ucap Aksa tenang.
"Beneran??"
"Iya, bener."
Zahra tersenyum sangat manis dan cantik membuat Aksa sulit mengalihkan perhatiannya.
"Yaudah. Mau liat yang lain juga?"
***
"Sa!"
Aksa tidak berbalik badan namun Ia menghentikan langkahnya saat merasa di panggil.
Terdengar suara derap langkah yang sedikit cepat.
"Lo kemarin abis ngapain?" tanya Rangga begitu tiba.
Bayu sedang ngos-ngosan sedangkan Devan menatap Aksa ingin tahu.
"Abis ngapain gimana?"
Rangga hampir menepuk dahinya.
"Lo gak tahu kalo satu sekolah ngomongin lo?"
Aksa memasang wajah bingung membuat Rangga dan Bayu sontak menghela nafas. Entah Aksa yang tidak peka atau justru tak peduli, padahal Satu sekolah sedang membicarakan Ia yang kemarin tercyduk bersama seorang gadis.
Bahkan ada yang memotret nya lalu mengunggah ke media sosial. Meski sudah di hapus berkat Devan karena takut Aksa marah karena privasi nya di ketahui orang.
Para kaum hawa sontak saja ingin tahu siapa gadis beruntung yang terlihat akrab dengan Aksa itu.
Wajar saja jika itu menjadi Viral karena Aksa di ketahui tidak dekat dengan gadis manapun.
Bahkan primadona sekolah saja Ia cueki sampai menangis.
"Lupain aja. Kemarin lo sama siapa?" tanya
Devan kalem.
"Sama Zahra."
"Oooh, neng cantik!" teriak Bayu yang langsung saja di bekap Rangga karena suaranya menggelegar.
"Lo bikin pesona kita ilang, ogeb!"
Bayu seketika berdehem dan memasang wajah cool membuat yang lain menggeleng kecuali Aksa.
"Zahra ngapain kesini?"
"Main." Aksa kembali berjalan menuju loker, Tadinya memang Ia ingin kesana untuk mengambil Kaos olahraga.
Mereka bertiga mengikutinya jadi saja mereka menjadi pusat perhatian bagi kelas 10 yang saat itu sedang keluar kelas.
"Main apa? Hayolo, Bang Aksa nakal, ya."
Aksa mendengus. "Bacot!"
Bayu terkekeh.
****
"Kalo bisa, aku pengin sekolah bareng kamu," ucap Zahra yang kala itu sedang duduk di taman karena lelah ber jalan-jalan.
Aksa yang berdiri di depan Zahra hanya mengangkat alis merespon.
Zahra tersenyum. "Ya enak aja. Aku punya temen, terus sekolah dan belajar bareng."
Samar, Zahra bergumam. "Hidup aku jadi normal kaya yang lain."
Aksa mengangkat sudut bibirnya.
"Emangnya dengan sekolah kita bisa hidup normal?" Aksa menatap langit.
"Gak perlu sedih karena gak bisa sekolah, Lo cukup jadi Zahra yang kaya biasanya. Itu baru normal."
"Aku gak nyangka kamu bijak."
Aksa berdecak.
"Tapi kamu janji ya selalu jadi temen aku?"
*****