Seorang laki-laki terlihat turun dari motor sport lalu merapihkan rambutnya sejenak sambil menatap kaca spion.
"Narsis banget si lu," celetuk cowok lain disana yang sambil mengernyit tak suka.
"Suka-suka gue, lah. Hidup juga hidup gue," dumel laki-laki itu terlihat jutek dan acuh.
"Gausah ngomongin si Bayu, lah. Dia mah bebas ngelakuin apapun," nasihat Devan Sambil menatap Ponselnya, Ia sedang mengabari Para Anggota Ganster untuk datang ke tempat mereka berada.
"Gue capek," ucap Rangga sambil menghela nafas.
"Capek kenapa?" sahut Bayu heran. Matanya pun ikut menyipit memperhatikan Rangga yang sepertinya sedang menyimpan masalah.
Rangga menghela nafas sejenak membuat Bayu penasaran, sedangkan Devan dan Aksa yang sedang diam saja terlihat tak peduli.
Bicara soal Aksa. Laki-laki dengan Jaket Hitam dan Kaus serupa dengan kalung gading serta Jeans Sobek itu mengeluarkan aura misterius dan tajam. Sepertinya Aksa sedang tidak mood.
Sedari tadi pun mereka bertiga tidak ada yang berbicara dengan Aksa karena laki-laki itu diam membisu.
"Pacar gue ngajak Date di waktu bersamaan dan gue gak bisa nolak mereka."
Sontak saja Bayu mendengus pelan. "Buaya," ucap Bayu sambil menjitak dahi Rangga Gemas.
Devan terdengar terkekeh samar. "Lagian lu percaya sama omongan Si Rangga."
Aksa berdehem pelan membuat mereka terdiam lalu menatap cowok itu.
"Udah pada kumpul semua?" tanya Aksa.
"Beberapa lagi otw," jawab Devan karena Ia tadi baru membaca Pesan di grup.
Aksa menghela nafas. "Bilangin sama mereka, kalo dalam waktu 5 menit belum juga nyampe.."
"Kenapa, Sa?"
Aksa menatap ketiga sahabatnya dengan mata tajamnya.
"Gue gak segan buat keluarin mereka."
Setelahnya, Aksa langsung masuk ke dalam gedung kosong yang biasa di sebut Basecamp oleh mereka.
Meninggalkan Devan, Rangga dan Bayu yang sontak saling lirik.
"Aksa kenapa, si?"
Rangga mengangkat bahu menjawab pertanyaan Bayu.
"Tau, dah. Harusnya sih dia tuh lagi Happy karena abis Jalan sama Neng cantik."
Devan menatap Punggung tegap Aksa dengan penuh arti. Dari Rangga Dan Bayu, hanya Ia yang mengerti masalah Aksa.
****
"Assalamu'alaikum Zahra, Umma pulang!"
Zahra yang saat itu sedang berada di dalam kamar langsung saja keluar, Ia melihat Sosok Umma nya sedang tersenyum sambil merentangkan kedua tangannya.
Wajah Zahra langsung berbinar cerah, Ia berlari kecil lalu menghambur ke pelukan hangat umma nya.
"Umma kok lama banget, si?" rengek Zahra masih dalam pelukan hangat itu.
"Iya-iya, umma minta Maaf ya sayang. Soalnya disana ada urusan mendadak."
"Ah, yaudah. Yang penting umma udah pulang, Zahra seneng."
"Abba gak di peluk juga?"
Zahra menoleh dan menyengir seketika saat melihat sang Abba disana.
Beralih lah Zahra ke pelukan Abba nya.
"Zahra gak nakal-nakal kan di sini?" tanya Sang Abba sambil mengusap kepala sang putri dengan sayang.
Deg
Zahra memaksakan senyum lalu menggeleng pelan. Dalam hati Ia meringis. Semoga saja Abba nya itu tidak curiga atau mengetahui yang sebenarnya.
"Umma bawa oleh-oleh buat kamu." umma mengeluarkan sesuatu dalam tasnya.
Sebuah gamis dan hijab. Bedanya, mungkin Yang ini di rancang khusus untuk Zahra. Zahra sangat tahu itu karena Tantenya adalah seorang Designer baju muslim.
"Terimakasih umma."
Jadi, Umma dan Abba adalah panggilan khusus untuk Zahra kepada kedua orang tua kandungnya.
Zahra baru saja di tinggal mereka untuk urusan pekerjaan, Untung saja Zahra terbiasa sendiri jadi Ia tak terlalu khawatir, apalagi Ada sang Kakak yang sering datang.
"Oh, iya Sayang. Nanti kita ke rumah kak Zizah, ya. umma mau nengok cucu Umma."
Zahra yang sedang membongkar Isi Tas Umma nya untuk kembali mencari oleh-oleh hanya mengacungkan jempol.
***
"Berdirinya gue disini, cuma mau menyampaikan hal-hal yang sudah di ubah oleh Aksa. Berupa Strategi, Target dan tempat Kita menyerang."
Suara Devan terdengar sampai penjuru gedung. Hari ini, gedung itu sangat Ramai oleh remaja laki-laki dengan aura hitam dan wajah sangar.
Aksa ingin mengumumkan perubahan yang akan di gunakan oleh anggota-anggotanya Di Basecamp.
Jadi, mereka mempunyai tempat perkumpulan untuk rapat dan berjaga di sebuah gedung bekas rumah sakit zaman dulu yang biasa di sebut Basecamp.
Kabarnya, banyak sekali hal-hal ganjil disini,
Padahal itu tidak ada, jika ada pun mungkin ulah mereka. Hal itu juga yang membuat orang-orang tidak berani kesini bahkan mendekat pun tidak karena letaknya juga di ujung jalan dekat pepohonan.
Warga tidak tahu saja jika di dalam sini seperti sebuah rumah mewah dengan Fasilitas Canggih. Tentu mereka yang merenovasi nya.
"Pertama. Strategi kita bertambah jadi untuk Infak Masjid dan Pondok Pesantren."
"Kedua, Target kita bertambah ke orang yang suka main judi juga sumbernya."
Salah satu anggota disana terlihat mengangkat tangan dengan dahi mengernyit, sepertinya Ia keberatan.
"Gimana bisa kita Nargetin orang yang sama kaya kita?"
"Iya. Terus kenapa harus masjid dan pondok pesantren?"
Aksa memejamkan matanya sejenak mendengar protesan yang sudah di prediksinya, juga dengan ucapan seseorang yang terngiang-ngiang di kepala nya.
Membuat Ia bertanya-tanya. Bagaimana mungkin Aksa bisa bertindak sejauh ini karena seseorang yang bahkan bukan siapa-siapanya?
Devan terlihat menatap Aksa namun ketua itu hanya menatap dingin ke depan.
Devan mengeluh dalam hati.
"Oke. Untuk pertanyaan itu, gue cuma bisa jawab seadanya. Pertama, Infak ke masjid dan Pesantren itu berguna untuk sodaqoh jariah karena gue tau dosa kalian banyak. Kedua, gue harap kalian bisa ninggalin Judi itu perlahan karena menurut gue itu bisa buat kita Rugi."
"Tapi kita gak bisa langsung ninggalin hobi gitu aja, Bang," jawab cowok lain, kali ini yang agak sedikit muda.
"Lagian, kenapa Geng kita jadi kaya Hero yang taat pada agama?"
"Turutin aja perubahan itu. Gue sama yang lain udah susah payah bangun Geng ini. Jangan Sampe gue bubarin juga," ucap Aksa berat Dan serak. Aura kepemimpinan nya seketika keluar begitu saja.
***
"Aksa?"
Aksa yang sedang menyetir hanya berdehem pelan untuk menjawab.
Zahra saat ini sedang berada di boncengannya. Gadis itu duduk jauh sekali dengan Aksa membuat cowok yang hobi ngebut itu mengurangi kecepatan motornya.
"Kamu liat deh masjid itu," tunjuk Zahra membuat Aksa ikut menoleh meski sebentar.
Itu adalah Masjid besar yang belum jadi dan sepertinya tidak akan pernah jadi karena ada Plang tentang Biaya anggaran.
"Kenapa?"
"Aku pengin nerusin pembangunan masjid itu, Aksa."
Aksa diam sementara Zahra bersiap lanjut curhat plus mencari topik agar tak garing.
"Aku tau kalo orang-orang disini taat ke Masjid kalo sholat. Apalagi Pas Puasa dan idul Fitri. Aku bisa liat mereka yang gelar koran dan Karpet buat Sholat di luar."
"Emang boleh?" tanya Aksa heran.
Wajar saja.
Zahra mengangguk tak sadar.
"Ya.. Asal bersih dan khusyuk."
"Yaudah, lo terusin aja."
Zahra menyengir. "Mana ada uangnya, kan aku juga masih minta sama Abba dan Umma. Nanti kalo aku minta anggaran buat masjid, yang ada Abba ngira aku Foya-foya."