"Makasih."
Aksa berdehem pelan lalu duduk di samping Zahra tapi gadis itu menjauh. Padahal biasanya Aksa yang menjauhi cewek-cewek yang suka padanya.
Aksa menatap Zahra yang sedang mengobati lukanya sendiri.
"Harusnya gue yang minta Maaf. Karena temen gue, lo jadi luka."
Zahra menghentikan aktivitasnya lalu menatap Aksa sebentar dan Terkekeh samar membuat Aksa mengernyit.
"Kamu Aneh."
"Aneh gimana?" tanya Aksa agak Skeptis.
"Ya aneh aja," ungkap Zahra jujur sambil terus mengobati lengannya.
"Padahal kan kamu suka Lukain orang lain. Tapi kok giliran sama aku malah minta maaf?"
Aksa seketika diam karena ucapan yang cukup menusuknya itu.
"Eh, Maaf Aksa. Aku gak bermaksud," ucap Zahra saat menyadari ucapannya menyinggung Aksa.
"Gapapa," singkat Aksa membuat Zahra makin tak enak. Pasti Aksa benar-benar tersinggung dengan ucapannya, pikir Zahra.
Zahra merutuki mulutnya sendiri yang asal ceplas-ceplos.
"Aksa.. Maaf. Aku bener-bener gak bermaksud bikin kamu tersinggung," ucap Zahra kali ini dengan mata berkaca-kaca membuat Aksa terus menatapnya dengan terpaku.
Sungguh, gadis di depannya ini sangat lucu.
"Yang lo bilang tadi bener, kok. Santai aja."
Zahra menggeleng dengan air mata mulai menetes membuat Aksa bingung harus bagaimana.
"Beneran Gapapa, Zahra.. Lo gak perlu merasa bersalah," ucap Aksa dengan nada melembut.
Sekarang Zahra yang terpaku dengan sedikit Mleyot.
***
"Udah dua kali kamu nganterin aku pulang. Kali ini karena Temen kamu itu, ya?" kelakar Zahra membuat sudut bibir Aksa terangkat.
"Terserah lo mikirnya gimana," ucap Aksa sambil menatap ke arah lain.
Zahra tersenyum. Saat ini mereka sedang Berjalan perlahan untuk mengantar Zahra pulang ke rumah dengan selamat.
"Soal Boba." mereka berdua saling berpandangan dan Zahra langsung terkekeh.
"Kok bisa barengan gitu?" ucap Zahra sedangkan Aksa tersenyum sangat tipis.
"Nanti gue ganti." Aksa menatap Zahra yang menggeleng.
"Gausah, Aksa. Aku bisa beli sendiri."
"Tapi kan waktu itu gue yang bawa."
Zahra meringis pelan.
"Ngerepotin kamu, gak?"
"Enggaklah. Mau beli sekarang?" tanya Aksa.
"Aku baru aja minum es. Besok aja, ya?"
Aksa menghentikkan langkah kakinya. Ucapan Zahra seperti lampu hijau untuk mereka kembali bertemu.
"Dimana?" tanya Aksa.
"Eum," Zahra mengetuk jemarinya di dagu dengan wajah imut yang membuat Aksa betah terus menatapnya.
Tapi saat Zahra Sadar di Tatap, Aksa langsung mengalihkan tatapannya ke arah lain.
"Gimana kalo di sini?"
"Jauh gak dari rumah lo?"
"Enggak, kok."
Aksan menganggukkan kepala pertanda setuju.
"Oke, deal."
***
Seorang gadis dengan Baju sopan di padukan dengan Hijab berwarna Hijau Tosca terlihat sedang menunggu seseorang. Berkali-kali Ia mengecek jam di pergelangan tangannya. Ia mencebikkan bibir jenuh.
"Kok lama banget, ya? Aksa gatau apa kalo di sini panas."
Gadis itu adalah Zahra. Ia mengipasi wajahnya sendiri.
Hingga selang beberapa menit, bunyi derum motor yang tidak asing menyapa indra pendengarnya. Tapi tidak hanya Satu.
"Ciee, di kira mau kemana eh taunya nemuin eneng cantik," goda Rangga pada Aksa di sampingnya.
Devan mengkode Bayu untuk meminta maaf pada gadis itu dengan tatapan matanya.
"Iya-iyaa. Sabar dong."
Zahra menatap Aksa yang berada di barisan paling depan dengan Satu alis terangkat seakan bertanya apa maksud semua ini.
Pasalnya Aksa membawa ketiga temannya, Zahra hanya takut orang-orang mengira mereka yang tidak-tidak.
"Zahra," panggil Bayu. Entah kapan dia turun, yang pasti sekarang Bayu sedang berdiri di depan Zahra.
"Iya?"
"Gue mau minta maaf soal kejadian kemarin," ucap Bayu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bayu benar-benar tidak sengaja menyerempet Zahra karena saat itu Dia sedang ber atraksi di atas motor nya.
"Gapapa, kok. Zahra maafin."
Bayu langsung mendongakkan kepalanya yang semula menunduk. Ia bisa melihat senyum Zahra yang sangat manis.
Bayu seketika terpesona.
"Beneran gapapa?" tanya Bayu sedikit terbata.
Zahra mengangguk saja dengan senyum masih bertengger di bibir mungilnya.
"Makasih banget lho, Zahra." Bayu hendak menyalami Zahra namun gadis itu dengan cepat mundur sambil mengatupkan kedua tangannya di depan dada.
Bayu Seketika Kikuk sedangkan para sahabatnya terkekeh.
"Zahra! Ayo, katanya mau beli Boba?" itu bukan suara Aksa, melainkan Devan yang sengaja menggoda.
Zahra jadi malu sendiri, tapi Aksa terlihat tak terpengaruh.
***
"Mau yang rasa apa?"
"Chees aja."
Zahra menunggu di bangku sedangkan Aksa pergi memesan. Gadis itu sendiri, entah kemana teman-teman Aksa itu. Tadi di jalan mereka berpencar.
"Nih," ujar Aksa menyodorkan Sebuah Boba berukuran besar di hadapan Zahra membuat gadis itu tersenyum.
"Makasih Aksa."
Aksa mengangguk. Cowok tampan dengan jaket kulit hitam itu ikut duduk namun jauh dari Zahra.
Zahra memperhatikan jalan, kali-kali Ia melirik Aksa yang duduk anteng sambil memainkan ponsel. Zahra sedikit mencebik melihat Aksa yang cuek seperti itu.
Mau tidak mau, Zahra yang harus mencari topik.
"Kamu sekolah dimana?"
Aksa menoleh pada Zahra, memastikan jika gadis itu yang bertanya.
"SMA Bina Bangsa." Zahra mengangguk kecil.
"Lo?"
"Hmm? Gimana?"
"Lo sekolah dimana?"
"Oh, itu." Zahra terkekeh samar, sepertinya Ia harus mempelajari bahasa orang cuek agar mengerti Jika Aksa berbicara.
Zahra menghela nafas lalu sejenak menatap langit yang kala itu cerah.
"Aku gak sekolah."
"Kenapa?" Aksa Seketika merutuki dirinya sendiri yang Kepo terhadap Kehidupan Zahra.
Tapi gadis itu hanya tersenyum lalu kembali menyedot Bobanya. Sepertinya Zahra sangat menyukai minuman itu.
"Ada beberapa hal yang belum bisa aku ceritain. Sama kaya kamu, kan?"
Aksa menatap Zahra yang tidak melihat Ke arahnya. Jika di lihat dari samping, gadis itu begitu sempurna. Apalagi dengan Hijab yang membalut indah kepalanya.
"Apa hal yang belum bisa gue ceritain?" tanya Aksa.
Zahra mengangkat bahu. "Tentang 'kehidupan malam' kamu mungkin? Aku selalu penasaran tentang alasan kamu ngelakuin itu."
Aksa menemukan perbedaan dalam diri Zahra pada manusia lain. Di saat yang lain akan takut padanya, bahkan mungkin melaporkannnya setelah melihat kejadian itu. Zahra justru bertanya alasan Ia melakukannya.
"Lo gak takut sama gue?" tanya Aksa pelan tapi Zahra masih bisa mendengarnya.
Zahra yang mendengar itu tersenyum kecil. "Untuk apa takut sama kamu? Kamu kan cuma manusia biasa."
Aksa mengangkat kedua sudut bibirnya sangat tipis.
"Aku pengin rasain punya temen laki-laki," ucap Zahra. Ia teringat dengan keasyikan teman-teman Aksa tadi.
"Kalo gitu mulai sekarang kita berteman."
Zahra langsung menoleh dan memasang wajah tak percaya.
"Beneran, Zahra," ucap Aksa gemas.
***
"Aksa, aku masuk duluan ya."
Aksa hanya mengangguk pelan sambil menatap Zahra yang menjauh memasuki kawasan Masjid.
Aksa memundurkan tubuhnya saat para jamaah bergiliran masuk. Beberapa mengajaknya masuk dan yang lain menatapnya tak suka. Mungkin karena penampilan Aksa.
Namun bukan itu yang menjadi masalah Aksa.
"Aksa. Kita sholat Dzuhur dulu, yuk!"
Tapi kata-kata itu. Ucapan yang seakan menampar Aksa, Ia kurang memperhatikan padahal Penampilan Zahra sudah berbicara dengan jelas.
Bahwa Agama mereka berbeda.