Chereads / Nemesis Book / Chapter 16 - For Lily

Chapter 16 - For Lily

ESOK sorenya, Daniel bekerja di sisa-sisa waktunya yang mungkin, bisa saja ini hari terakhirnya bekerja. Dengan tidak semangat dia menata isi raknya itu dengan beberapa makanan yang sayangnya, tidak ada yang basi hari ini. 

"Kenapa aku jadi tidak semangat begini, sih? Aku harusnya semangat. Karena bosku sudah mempercayakan aku selama ini. Argh! Daniel, ayo, lebih semangat lagi. Jangan menciutkan semangat karena kamu ingin segera bekerja di tempat lain. Justru karena tidak akan lama lagi, aku harus bekerja sangat baik!" teriaknya dengan penuh semangat yang membara. 

Suara pintu yang terdengar terbuka, membuat Daniel tahu akan ada pembeli. 

"Selamat datang," sapa Daniel kepada pembeli yang tidak dia tatap itu, karena masih menata barang. 

Daniel pun berjalan menuju kasir. Dan terkejutnya Daniel karena melihat Lily di sini. 

"Lily?!" kata Daniel. 

"Hai, Daniel," sapa Lily sambil tersenyum. 

"Kamu ingin membeli sesuatu? Biar aku bantu," tawarnya sambil membawa keranjang. 

Lily memegangi tangan Daniel tiba-tiba yang membuat jantungnya berhenti berdetak dan siap meledak. 

Saat Lily terlihat membuka mulutnya untuk berbicara, Daniel menutup mulut Lily erat. 

"Jangan bicara apa-apa. Biar aku saja," ucap Daniel sambil melepaskan tangannya yang hampir membuat Lily kehabisan nafas.

"Uhuk! Uhuk! Ada apa denganmu? Uhuk!" tanya Daniel yang membuat gadis itu sampai terbatuk-batuk. 

"Jadilah pacarku," pinta Daniel dengan pernyataan cintanya. 

Lily lebih terkejut lagi. "Hah?!" kata Lily begitu saja dengan wajah yang terheran-heran. 

Hal tersebut malah menambah rasa malu Daniel. Tapi dia tetap memberanikan diri untuk melanjutkan bicaranya. 

"Bu-bukankah itu yang ingin kamu katakan? Aku hanya gengsi jika pernyataan cinta malah di dahului kamu," jabarnya yang membuat Lily menutup mulutnya. 

"Benarkah? Tapi bukan itu yang ingin aku katakan. Aku ingin menanyakan mengenai minimarket ini yang butuh pekerja sambilan," jelasnya. 

Bagaikan petir yang datang mengenai jantung Daniel, dia sungguh malu karena kesimpulan yang diambilnya itu. 

"Aaaaa! Ma-maafkan aku. Bisakah kamu pulang saja? Tidak. Biarkan saja hiu Megalodon menelanku  di sini," teriaknya sambil berlari mondar mandir di depan Lily. 

"Tidak ada Megalodon di daratan," celetuknya. 

"Aaaa! Benar! Kalau begitu, makan saja aku,  Dinosaurus!" ucapnya kembali. 

"Dia sudah punah," ujarnya. 

"Hah? La-lalu bagaimana, dong?" kata Daniel menghentikan kekonyolannya. 

Sedangkan Lily, dia hanya diam menatap tajam orang di hadapannya kini.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Daniel malu. 

Lily tidak ingin berbicara lagi selain ingin. Dia hanya menunjuk kertas yang ditempel di pintu tadi, yang merupakan lowongan kerja. 

"Ah, kita duduk di sana untuk membicarakan itu," ajak Daniel yang mulai waras. 

Kini, mereka duduk di kursi hijau berhadap-hadapan. 

"Jadi, kamu ingin bekerja di sini?" tanya Daniel memastikan.

"Benar. Lagian ada kamu juga, 'kan? Aku akan merasa terbantu karena ini pertama kalinya bagiku," ucapnya sambil memegang saku celananya. 

"T-tapi, aku akan bekerja di tempat lain setelah kamu mengisi posisiku," kata Daniel. Menatap Lily khawatir. 

"Ck, berhenti menatapku seperti itu. Tidak apa-apa. Kamu ajari aku satu hari pasti paham, kok," jawabnya. 

"Baiklah, kalau begitu, kita mulai apa saja yang harus kamu lakukan jika bekerja di sini," ajaknya. 

Daniel memegangi tangan Lily, menariknya ke suatu tempat yang gelap dan sesak. 

"Jangan aneh-aneh, bodoh!" celetuk gadis itu yang membuat Daniel menatapnya bingung. 

"Ah, aku tidak akan melakukan sesuatu seperti pikiranmu," ucapnya dengan ramah. 

Daniel menyalakan lampu untuk memperjelas apa maksud Daniel.

Ternyata, dia membawanya ke gudang tempat menyimpan barang-barang. 

"Ini tempatnya jika persediaan habis atau saat minimarket ini menerima produksi kembali. Semuanya ada di sini," jelasnya. 

Daniel menjelaskan keberadaan berbagai merk dan cara mengambil barangnya. 

"Aku harap kamu hati-hati saat menggunakan tangga. Tangga ini sudah cukup tua. Tapi aku akan berbicara kepada pemilik tempat ini, supaya mengganti tangganya. Apalagi kamu perempuan. Hati-hati, ya," saran Daniel sambil mengusap kepala gadis itu. 

Daniel tersenyum setelah mengusap kepalanya, dan keluar dari gudang itu diikuti Lily. 

"Kenapa mengusap kepalaku, sih?" gumam Lily dengan bibir yang sedikit maju. 

Daniel melanjutkan arahannya. Kini, dia menuju rak yang harus di isi rapi dan sesuai. Lily mengangguk mengerti jika ini. 

Kemudian, Daniel juga mengajarkan caranya menggunakan mesin kasir. Selain melakukan pembayaran dengan uang atau kartu, Daniel juga menjelaskan bagaimana caranya membayar kebutuhan rumah tangga dan membayar belanja online. 

Tidak sampai di situ, Daniel juga memberi tahu terkait apa saja yang harus dibersihkan dan lain sebagainya. 

"Aku mengerti. Tapi aku lapar. Ayo, kita makan mie bersama," ajak Lily setelah selesai mendengar ocehan Daniel tak henti. 

Mereka pun berakhir istirahat sambil menyeruput mie panas dan pedas. Tapi susu yang dingin menemani mereka di sampingnya. 

"Kenapa kamu mau bekerja?" tanya Daniel tanpa melanjutkan kata bahwa orang tuanya di luar negeri selalu transfer uang. 

"Aku hanya bosan. Jadi aku ingin bekerja sambilan setelah pulang sekolah," jawabnya sambil menghabiskan satu tegukkan susu tersebut. 

"Jadi, aku sudah boleh bekerja, besok?" tanya Lily sambil berdiri antusias. 

"Iya, eh, kamu mau kemana?" tanya Daniel melihat Lily memakaikan kembali tasnya. 

"Aku mau pulang. Harus belajar hari ini. Tugas rumah harus segera selesai. Besok juga harus kerja. Jadi mau banyakin tidur," jawabnya disusuli senyum yang menunjukan gigi dan menyembunyikan matanya hingga berbentuk sabit. 

"Mau aku antar?" tawar Daniel sambil membawa sepeda miliknya. 

"Tidak perlu. Aku ingin menggerakan kakiku dulu," tolaknya. 

Lagian, Daniel harus melanjutkan pekerjaan di hari terakhir. 

Daniel merogoh saku celananya untuk mengambil telepon genggam miliknya. 

"Pak? Seseorang sudah mengisi posisi saya. Saya percaya padanya. Dia sangat baik dalam bekerja," kata Daniel dengan semangat. 

"Ah, begitu, ya. Kamu sudah mendapatkan tempat kerja baru?" tanya pria di panggilannya. 

"Sudah, Pak. Saya akan bekerja di cafe dekat rumah. Bapak jika kangen, bisa datangi aku di sana, haha," balasnya yang menghibur suara majikannya itu yang melemah. 

"Baiklah. Kapan-kapan aku mampir," jawabnya sambil menutup panggilan.

Sedangkan Lily, dia hampir sampai menuju rumahnya. Gadis itu terus berjalan menuju rumah besar. Tangannya dengan segera meraih lemari pendingin, untuk melihat apa yang bisa dimakan. 

Namun, raut wajah Lily tiba-tiba mengecut. Dia membantingkan tubuhnya di lantai yang dingin. 

"Tidak ada makanan. Hari ini, aku tidak perlu makan, ya?" kata Lily pada atap rumah yang menerangi rumahnya. 

"Aku tidak bisa membeli makanan dulu sebelum membayar listrik. Aish, rumah ini sangat besar hingga aku kewalahan untuk mengurusnya. Aku juga sangat kesepian tinggal sendiri. Hiks," ucapnya. 

Bella menangis dalam waktu lama dengan tubuh membentang di lantai yang lebar. Dengan lengan yang sengaja ditutupi matanya. Walaupun tidak akan ada yang dapat melihatnya menangis. 

"Aish, menangis membuatku lapar," katanya. Sambil melihat sekitar yang kosong tak ada makanan walaupun di rumah yang besar.