BAGAIKAN mendapat keberuntungan yang tak bisa dijelaskan setelah tertimpa tangga. Bu Mia yang merupakan korban dari pelaku palsu itu, tak henti bersujud dan mengalirkan air matanya terharu di depan Daniel, Lily dan Caca.
Dan anak-anaknya yang bersembunyi di balik kamar. Anak paling besar tak mengintipnya dan hanya mendengar saja. Mereka tak berhenti menangis dengan mulut yang sengaja ditutup agar tak bersuara. Ternyata, tawaran Daniel ini membantu sekali untuk mereka walaupun belum mulai.
"Saya tidak tahu jika ini akan berhasil atau tidak. Tapi, saya akan berusaha membantu Ibu dan anak-anak," ujar Lily. Memegang tangan Bu Mia dengan lembut.
Bu Mei memeluk Lily seperti pada anaknya yang berterima kasih. "Terima kasih, Nak."
"Kalau begitu, apa idemu selanjutnya untuk membantu mereka?" tanya Caca.
"Aku akan membuat petisi. Bagaimana?" tanya Daniel untuk meminta pendapatnya.
"Itu terdengar tak akan berhasil karena opini publik mengarah bahwa suami Bu Mia ini merupakan pelaku, Daniel," jawab Caca dengan keraguannya.
"Itu benar. Alih-alih membuat petisi, bagaimana dengan kita mencari siapa pembunuh sebenarnya?" ucap Lily yang membuat jantung Daniel berdetak lebih cepat dari biasanya.
"Aku setuju," jawab Caca cepat.
Daniel pun setuju dengan ide Lily itu. Mereka juga berusaha menjelaskan keadaan dan situasi yang akan dilakukannya kepada Bu Mia. Bu Mia tak keberatan dengan keputusan mereka asalkan bertujuan untuk membantu.
Karena langit sudah sangat gelap, Daniel, Lily dan Caca pamit pulang.
"Saya dan Lily adalah siswa. Jadi, kami harus pulang lebih cepat, ya, Bu," pamit Daniel ramah.
Namun, Bu Mia tampak menghentikan Daniel dan yang lainnya terlebih dahulu. Mereka dibuat menunggu karena Bu Mia ingin memberikan beberapa roti dan sayuran hasil kebunnya yang tak besar itu.
Mereka jelas menolaknya terlebih dahulu karena hal seperti ini tak perlu. Namun dengan hati yang amat baik Bu Mia, dia mendesak mereka untuk membawanya.
"Saya tahu bahwa ini bukan apa-apa. Tapi hanya ini yang saya punya," ucapnya.
Mereka pun tak tega jika harus menolaknya kembali. Maka dari itu, mereka pun mengambilnya.
"Kalau begitu, kami pamit, ya, Bu."
Kini, mereka berjalan menuju halte yang mengharuskan kaki mereka melangkah sebanyak mungkin. Seperti yang disebutkan, bahwa halte cukup jauh dari letak rumah Bu Kia.
Dan dengan nafas terengah, mereka pun sampai di halte tersebut. Menunggu bus terakhir datang. Walau memakan waktu 1 jam untuk menunggunya, bus tersebut datang dengan kendala seperti ban bocor juga tiba-tiba mogok.
Alhasil, mereka tak bisa naik bus tersebut. Dan Caca merogoh sakunya untuk memesan taksi online saja.
"Maaf, ya," ucap Sopir Bus itu.
Mereka kompak mengangguk tak apa-apa. Karena menurutnya, kendala seperti itu tak bisa mereka kendalikan. Bisa terjadi kapan saja. Walau Caca mereka cukup kesal malam sudah larut tapi bus terakhir yang datang malah seperti ini.
"Aku memesan taksi online," kata Caca.
"Ah, benarkah? Itu akan mahal," jawab Lily sambil menundukan kepalanya.
"Tidak apa-apa. Aku akan membayarnya. Aku sudah bekerja, kan."
"Terima kasih, Kak. Lain kali, akan aku ganti," kata Daniel.
"Aish, tak perlu seperti itu. Kalian sudah anggap aku adik," ucap Caca yang membuat kedua mata Lilu dan Daniel menyembul lucu dan menggemaskan.
"Taksi!" teriak Caca yang membuat pandangan Daniel dan Lily teralihkan.
Mereka berteriak saking senangnya. Lalu, mereka pun naik taksi yang sudah dipesan Caca tersebut.
Mereka duduk di belakang Supir. Tak segan mereka bercanda dan tertawa di depannya. Menikmati angin malam yang sangat keras menerpanya. Apalagi Lily, dia sangat anan menyukai angin. Tapi Daniek menutup jendela untuknya. "Dingin." Begitulah kata Daniel dengan pipi yang merah dan panas setelah ditatap Lily.
Supir taksi juga sangat ramah. Membuat mereka senyaman mungkin.
"Kalian akan ke pusat kota, ya? Perjalannya cukup jauh. Hadi, tidak apa-apa jika tertidur lebih dulu," saran Pak Supir.
Daniel dan Lily kompak menggelengkan kepalanya. Menurutnya, mereka tak terbiasa tidur di taksi.
"Tidurlah. Aku akan menjaga jika kalian takut," kata Caca.
Mereka menurut dan berakhir tidur di perjalanan. Secara bergantian, Caca mengusap kepala Lily dan Daniel. Caca dapat merasakan bahwa dirinya seperti seorang kakak bagi mereka.
Caca ingat bahwa dirinya memiliki adik kembar yang meninggal karena kecelakaan saat adiknya berusia lima tahun. Saat itu, Caca amat menyayanginya dan seperti inilah dirinya menennagakn adiknya yang tertidur.
"Bu, apakah sekarang?" tanya Supir tersebut yang tidak dijawab Caca dulu
"Aku tidak tega. Tapi aku juga harus hidup," ucapnya kepada dua orang yang tertidur dan tak mendengarnya.
"Sekarang, Pak!"
Kitt! Brugh!
Mobil yang dikendalikan oleh Supir tersebut, sengaja ditabrakkan ke tiang yang sangat besar. Walau Supir tersebut menerima resiko seperti luka dalam pada kepalanya.
Caca, Lily dan Daniel juga terluka. Kepala mereka bercucuran darah. Tapi yang parah di sini adalah Daniel karena terpental ke luar. Tubuhnya tergeletak dengan banyak darah yang mengucur.
Lily yang lebih sadar dari pada yang lainnya, berusaha berjalan keluar walau kepalanya amat pusing.
Dengan tubuh yang lemas, Lily melihat Daniel. "Daniel!" teriaknya yang terdengar oleh Caca.
Caca yang masih di dalam mobil penuh dengan asap tersebut, tampak lebih lemah dan terluka lebih banyak dari Lily.
Caca meneteskan air matanya merasa bersalah. Bagaimana tidak? Semua ini sudah diatur Caca sebaik mungkin. Dari mulai ide Daniel yang memberatkan Caca, sehingga dirinya melangkah lebih jauh lagi.
Caca membuat Sopir Bus tadi kewalahan karena mogok dan ban bocor. Dia menyuruh anak buahnya untuk melakukan hal itu agar dirinya bisa naik taksi yang Supirnya merupakan anak buahnya juga.
Dengan setengah kesadaran, Caca mengambil foto adik kembarnya di dompetnya. Anak kembar tak identik itu mengingatkannya pada Daniel dan Lily. Yang jika masih hidup, mereka seusia Daniel dan Lily.
Lantas niatnya kali ini, Caca ingin membunuhnya? Yang benar saja. Walau Caca berharap agar mereka tak mati. Tapi terluka saja yang membuat niat mereka diundur.
Karena untuk Caca, jujur, hal ini berat walau penuh kesalahan dirinya. Caca merupakan pembunuh penghuni bus 404 kala itu. Namun dia tak ingin bergerak sejauh itu. Jika salah seorang yang merupakan Pamannya berada di Bus tersebut.
Caca kehilangan akal saat membunuh mereka. Caxa terburu-buru untuk membunuh Pakannya sehingga berimbas terhadap banyak kesalahan.
Caca bukan orang jahat. Dia dikenal baik dengan siapapun. Namun saat tahu bahwa adik kembarnya dibunuh oleh Pamannya, karena mereka akan mewarisi harta Nenek dikarenakan Ibunya melahirkan anak kembar, sebagai syarat waris terbesar cucu. Dia mengejarnya dan membunuhnya tanpa rencana yang baik.
"Aku panik. Saat tahu Daniel dan Lily ingin mencari pembunuh sebenarnya. Padahal, mereka banyak membantuku. Terlebih Lily. Dia khawatir melebihi orang tuaku," batinnya yang kemudian menutup matanya, tak sadarkan diri.