Chereads / Nemesis Book / Chapter 22 - Surrender

Chapter 22 - Surrender

MALAM yang dingin dengan langit yang gelap. Hampir tak menampakan satu Bintang untuk menerangi mereka. Tapi sang Bulan meneranginya walau hanya setengah. 

Korban kecelakaan yang disebabkan Caca, membuat siapapun terluka. Kecuali, Sopir Caca sendiri. Para aparat keamanan berdatangan menggunakan mobil dan membunyikan sirine. Ambulance pun juga ikut mengambil tiga orang yang terluka parah. Terlebih, luka Daniel sangatlah memerlukan perawatan yang lebih intensif. 

Tidak ada yang sadar dalam kecelakaan berencana itu. Kecuali, Pak Sopir walau memiliki luka yang tak begitu parah. 

Caca yang di dalam mobil dengan memegang kedua foto adik kembarnya. Daniel yang tergeletak dengan darah yang bersimbah. Lalu Lily yang tak sadarkan diri di dada Daniel, dengan luka di kepalanya. 

Mereka pun diangkat satu persatu ke dalam mobil ambulance. Beberapa media juga membuat pernyataan untuk dijadikan berita. Para dokumentasi juga memotret mereka dengan banyak kilatan yang bahkan, tak membuat mereka bangun sedikitpun. 

Para polisi membuat batas di jalan tersebut karena kecelakaan. Kemudian, seseorang melihat bahwa mobil yang ditumpangi mereka berasap. 

"Semuanya, mundur!" perintah seorang Detektif yang merasa bahwa mobil itu akan bahaya bagi mereka jika terlalu dekat. 

DUARRR!!! 

Mobil tersebut meledak. Sampai membagikan serpihan kaca dan bagian lainnya, membuat orang yang sudah menjauh pun terkena lukanya. Walau tidak begitu parah, tapi banyak yang terluka karena tergores. Dari mulai wajah, lengan sampai kepala. 

Detektif dengan baju hitam dan celana hijau tua nya, menyuruh orang di sebelahnya untuk menghubungi pemadam kebakaran. Lengkap sudah. Satu tragedi dan membuat banyak orang harus datang ke tempat ini. 

Tak perlu menunggu lama, Pemadam Kebakaran pun sudah sampai dan langsung memadamkan si jago merah yang melahap mobil tersebut. 

Beberapa Polisi juga sedang berdiskusi bahwa jalanan ini sangat sepi dan gelap. Maka, mereka pun berniat untuk membuat lampu jalanan yang menerangi ujung ke ujung. Kemudian, supermarket dan juga bengkel. Salah satu dari mereka juga memberikan ide supaya tempat ini memiliki pengisian bensin. 

Banyak yang mengalami kecelakaan di jalan ini. Dengan berbagai penyebabnya. Tapi yang lebih parah adalah rombongan Caca, sampai membuat aparat setempat meliriknya. 

Sementara itu, Daniel, Lily dan Caca, sudah sampai menuju Rumah Sakit. Semua perawat membawa mereka bertiga termasuk Pak Sopir yang memiliki luka ringan. 

Saat Daniel diangkut, Dokter memeriksanya sebentar. Ternyata, dia perlu oksigen. Salah satu Perawat pun memberikannya oksigen dan membawa Daniel ke UGD, bersamaan dengan Lily dan Caca. 

Mereka dirawat bersebelahan. Walau kain menjadi penutupnya. Dari pada Lily dan Caca, para Dokter lebih rusuh saat memeriksa Daniel di tempat tersebut. 

"Kita perlu tindakan lanjut! Beri tahu walinya!" perintah salah satu Dokter yang berumur 38 tahun itu. 

"Dia tidak memiliki wali, Dok," kata Perawat yang sedang memberikan oksigen itu. 

"Bersama siapa dia datang kemari?" tanya Dokter itu dengan khawatir. 

"Dua Polisi datang bersamanya." 

"Minta mereka menjadi walinya saja! Ini sangat gawat!" perintah Dokter tersebut kepada Dokter termuda di Rumah Sakit ini. 

Dokter muda tersebut pun menghampiri dua Polisi untuk menjadi Wali Daniel. Karena dia harus mendapatkan operasi terkait kepalanya yang terbentur sangat keras sehingga memerlukan tindakan lanjutan. Polisi tersebut pun menyetujuinya. 

Daniel pun dibawa oleh para Dokter dan perawat ke ruang operasi. Mereka tampak berlari saat membawa Daniel ke dalam. 

Daniel juga memerlukan donor darah karena dirinya kehilangan banyak darah. Sayang sekali, persediaan darah di Rumah Sakit itu sedang habis. Dan mau tak mau, mereka pun meminta pertolongan dua Polisi tadi untuk mendonor darahnya yang bergolongan darah A. 

Polisi tersebut menghubungi rekannya dan bertanya tentang adik Daniel. Salah satu dari mereka pun menjemput Laila dari rumah ke Rumah Sakit. 

Gadis kecil dan cantik itu tampak tak bisa diam ketika dirinya mengetahui sang Kakak telah kecelakaan. Laila sanggup untuk mendonorkan darahnya. 

Laila pun masuk ke ruangan untuk mendonorkan darahnya. Laila berusaha tak menangis lagi, saat dirinya berada di sebelah Daniel, walaupun sengaja dihalangi kain berwarna hijau. Laila tak bisa melihat wajah Daniel. Tapi Laila dapat melihat dengan jelas bahwa Daniel terluka sangat parah, melihat dari lengannya yang penuh luka. 

"Kakak, tolong untuk sembuh," batin Laila penuh luka. 

"Sudah, ya. Kamu adik yang baik. Mari, ikut kakak," kata Perawat cantik dan ramah itu. Lalu mengajak Laila ke luar dan membiarkan Daniel melanjutkan operasinya. 

Laila ditemani dua perawat cantik dan satu Polisi yang tadi menjemputnya. Memberikan kata semangat. Laila juga diberikan beberapa biskuit dan satu gelas teh manis hangat. 

"Apakah tadi sakit?" tanya Polisi itu dengan lembut. 

Laila menggelengkan kepalanya. "Tidak sakit. Aku akan melakukan apa saja untuk kakak," ucapnya dengan nada yang lirih. 

"Wah, Laila anak yang hebat. Bagaimana kalau Laila makan biskuitnya lagi? Karena Kak Daniel akan senang. Jika Kak Daniel senang, dia akan cepat bangun dan bermain denganmu lagi." 

Polisi itu tampak senang menghibur Laila. Karena melihat Daniel yang terluka cukup parah, membuat Polisi sendiri pun, tidak yakin apakah dia akan selamat atau tidak. 

Sedangkan Caca, dia sudah bangun lebih awal. Dia pura-pura tidur karena menurutnya dia belum siap. Laila juga baru bangun. Dan kata yang diucapkan pertama kali adalah, "Dimana Daniel?" katanya. 

"Temanmu sedang mendapatkan operasi. Doakan supaya operasinya lancar, ya," kata Dokter yang menemaninya sedari tadi. 

Lily ingat saat mobil itu menabrak, Daniel terlempar keluar. Membuat dirinya bersimbah darah. Tapi yang Lily cari sekarang adalah Caca. Dia mengatakan sesuatu kepada Sopir itu seperti ingin mencelakai semua orang di dalam. 

"Dimana perempuan satu lagi?" tanya Lily kepada Dokter itu. 

"Aku disini, Laila." 

Klak!

Lily langsung mencabut jarum infusan yang menancap pada nadinya dengan keras. Walau perih, Lily bisa menahannya. 

Srak! 

Dia membuka gorden yang membatasi mereka sedari tadi dengan keras. "Kak Caca! Kamu pelaku dibalik semua ini, 'kan? Jangan kira aku tak mendengar perintahmu kepada Sopir tadi!" 

"Panggil. Panggil Polisi dan Media kemari. Aku tak sanggup mengangkat tubuhku," pintanya dengan air mata yang berderai banyak. 

Lily membelalakan matanya. "Apa?! Jadi kamu benar-benar pelakunya?" kata Lily sembari mempersiapkan amarah yang sebentar lagi meledak. 

Plak! 

"Teganya kamu melakukan ini kepada kami! Apa kami berbuat salah padamu? Sial, aku telah salah menilai dirimu! Tidak tahukah kamu, saat kamu kecelakaan di Bus waktu itu, aku sungguh khawatir. Aku mencarimu! Aku menangis di depan banyak orang! Aku takut kamu bernasib sama dengan yang lainnya. Tapi apa yang kamu lakukan sekarang? Kamu ingin kami mati?!" sentaknya penuh amarah. 

Caca tak berhenti menangis dengan isakkan tangis yang menggema di ruang itu. 

"Lily, aku akan menyerahkan diri. Setelah melihatmu dan Daniel, aku malu pada diriku sendiri. Silakan benci aku sebanyak yang kamu mau. Karena setelah ini, aku harus siap membusuk di penjara."