Chereads / Nemesis Book / Chapter 18 - At Least She's Alive

Chapter 18 - At Least She's Alive

"Daniel!" teriak seorang gadis yang sedari sudah ditinggalkan wanita, dan duduk di sana lebih lama di sana. 

Daniel menoleh dengan ekspresi yang membuat Lily bingung. Gadis itu mengangkat alis dan matanya, tanda dia tidak mengerti dengan reaksi Daniel.

"Hm? Ada apa dengan reaksi itu?" gumam Lily. 

Gadis yang tiba-tiba menarik kuncir rambut itu, sukses membuat Daniel mematung dengan wajah memerah. 

"Kenapa, sih? Kamu tersipu, ya? Karena malam ini aku sangat cantik?" tanya Lily. Mengikat kembali rambut yang sudah memanjang dengan ikatan yang lebih tinggi. Sehingga leher panjang Lily tampak lebih sangat terlihat. 

Jantung Daniel lebih berdebar dari biasanya. Dia pun menghampiri Lily sembari menarik ikatan rambut milik gadis paling dingin di mata Daniel. 

"Apa yang sedang kamu lakukan? Kembalikan!" pinta Lily dengan mimik wajah yang merah amarah. 

Daniel berpura-pura tidak mendengarnya. Dia malah menyimpan ikat rambut hitam itu di sakunya. Dan pandangan yang sudah tadi dia buang lebih awal. 

"Kembalikan jika tidak mau mati di sini," ancamnya 

"Wah, perkataanmu menakutkan sekali, Lily," ungkap Daniel. Mengusap dadanya lembut. 

Tiba-tiba, Lily teringat dengan tujuan awalnya datang ke tempat ini. Lily bergegas ke Rumah Sakit yang tidak jauh darinya. Dengan jalan yang cukup cepat. 

"Lily? Kamu merajuk? Ini, aku kembalikan ikat rambutmu!" teriak Daniel. Menyusul langkah cepat gadis tersebut. 

Sampailah Lily tiba di depan Rumah Sakit. Dia berusaha menarik nafasnya dalam-dalam. 

'Aku berharap dapat kesempatan bertemu dengannya dalam keadaan masih hidup, setidaknya,' batin Lily penuh harap. 

"Kenapa berhenti? Kamu mencari siapa, Lily?" tanya Daniel yang tidak mendapat jawaban dari pertanyaannya. 

Lily memasuki Rumah Sakit dengan langkah pelan. Gadis itu takut jika bukan kabar baiklah yang akan dia dengan dan dia ketahui saat nanti. 

Lily memberanikan diri untuk bertanya. Namun, langkah Lily terpotong oleh pasien yang ditutupi dengan kain putih sekujur tubuhnya. Seorang wanita dan pria yang cukup berumur dengan seorang adik kecil, sedang menangis sambil mengikuti setiap dorongan pasien itu dibawa. 

Dan tanpa sengaja, Lily melihat tangan yang tak masuk ke dalam kain itu. Tangan itu dibiarkan sedikit keluar karena goncangan para keluarga kepada tubuhnya, dengan berharap agar dia bisa bangun dan melihat seluruh keluarganya. 

Lily yang melihat hal itu, dengan tiba-tiba dadanya terasa sakit dan menusuk juga sesak. Dia memegangi dadanya yang seakan-akan pecah saat itu juga. 

"Lily, kamu tidak apa-apa?" tanya Daniel sambil merangkul tubuh Lily yang hampir jatuh. 

Lily lebih terkejut lagi saat dia mengingat bahwa wanita yang ada dalam bus bersamanya tadi menggunakan jam tangan dengan jaket yang sama. Sontak gadis itu mengejar keranjang pasien tadi. 

"Lily!" panggi Daniel karena Lily pergi begitu saja. 

Lily sengaja menulikan telinganya. Dia hanya ingin bertemu wanita di bus tadi. 

"Tunggu!" panggil Lily kepada semua orang yang menggiring jenazah tersebut ke dalam sebuah ruangan sebelum dipulangkan ke rumah keluarganya. 

Lily masuk tanpa izin. Dia jelas ditatap dengan penuh kebingungan keluarga jenazah. Keluarga itu pun membuka kembali penutup tubuhnya. Dan entah Lily harus sedih ataupun lega dengan dosa. Jenazah tersebut, ternyata bukan wanita yang ada di busnya tadi. 

"Hah! Aku sangat terkejut sampai salah mengira orang," ucapnya. 

Lily menutupi matanya yang sedang membanjiri ruangan ini. Dengan tubuh yang tak berdaya duduk di samping pintu luar jenazah tadi. 

Tiba-tiba, memori kematian ayah dan ibunya, Lily ingat kembali. Selalu terasa sesak seperti sudah saatnya Lily bertemu keluarganya. Namun Tuhan selalu membuatnya menunggu lebih lama lagi. 

'Ibu, mengapa kau membiarkan aku sakit sendiri? Ayah? Kakak? Kalian kenapa bahagia tanpaku?' batin Lily dengan mata yang dipaksa tertutup karena menahan sakit. 

"Lily, ayo, kita ke Dokter," ajak Daniel. 

Daniel mengais gadis itu di punggungnya. Dia tampak berjalan dengan panjang di lorong. Wajah pucat Lily menghiasi lorong itu. 

Namun, saat Lily membuka matanya walau sedikit, dia tidak bersedih sendirian. Semua orang yang berada di sini, hampir semuanya menampakan wajah yang khawatir, sedih dan putus asa. Wajah-wajah penuh harap akan hal baik yang menimpa orang tercintanya di tempat ini. 

Bahkan, jika ada manusia yang dapat mendengar suara hati manusia, telinganya akan merasa penuh dengan hati yang ikut mengaminkan doa-doa mereka. 

Ditataplah wajah mereka yang khusyu dalam berdoa walaupun akan mendapatkan hasil yang tidak sama. Entah sesuai dengan keinginannya atau sesuai keinginan pengabul doanya. 

Seperti Lily saat itu, dia cukup berisik walaupun dia tetap berakhir berisik juga. Jika sebelum keluarganya meninggal, dia ingin mereka bertahan dan bisa melanjutkan hidup dengannya. Tapi saat keluarganya sudah pasti diambil sang pemilik mereka, Lily lebih berisik dengan tangisan dan pertanyaan, kenapa? Mengapa? Pada Tuhannya. Sampai detik ini pun, dia mengatakan hal yang sama. 

"Kenapa? Mengapa? Saat itu, kenapa aku tidak diajak?" gumam Lily tanpa menguatkan pegangannya, sehingga Daniel harus lebih hati-hati memangku gadis ini. 

"Tunggu, Lily. Sebentar lagi," ucap Daniel yang khawatir pada Lily. 

Seseorang menghampiri mereka berdua. "Ada apa dengannya?" tanya orang tersebut. 

"Ah, temanku tiba-tiba tak sadarkan diri. Bisakah kau membantuku?" pinta Daniel. Namun, saat Daniel melihat kepala dan kakinya di perban, beserta tongkat yang dia pakai, Daniel menjadi tidak tega jika harus meminta tolong padanya. "Ah, tidak apa-apa. Anda duduk saja," sambung Daniel.

"Tidak apa-apa. Biar aku yang memanggil Dokter kemari," tawarnya. 

Orang itu pun berjalan untuk melaksanakan niat baiknya. Namun lagi-lagi, Daniel tidak tega. 

Daniel pun berdiri. "Kalau begitu, bagaimana jika Anda menjaga teman saya. Biarkan saya yang akan memanggil Dokter kemari," tawar Daniel kembali. 

Orang tersebut membalikkan tubuhnya dan menganggukan kepalanya. 

"Apa tidak apa-apa? Anda seharusnya berbaring," kata Daniel sambil membantu dia menyimpan tongkat kaki tersebut.

"Tidak apa-apa. Saya mengenal gadis ini," jawabnya sambil menatap dan mengusap kepala Lily. 

Daniel mengibas tangan orang itu. "Jangan menyentuhnya. Saya tidak percaya pada Anda walaupun Anda wanita," tegasnya. 

Wanita itu membalas perkataan Daniel dengan senyum yang lebar. "Dia juga mengenalku, kok," jawabnya ramah. 

"Bagaimana aku percaya padamu?" tegasnya kembali. 

Daniel cukup hati-hati menjaga Lily, karena kejadian dia yang diculik ke hutan saat perjalanan pulang dulu. 

"Kamu akan percaya jika dia sudah bangun. Jadi, apakah kamu akan mengoceh terus seperti itu tanpa membuat Lily sadar?!" kata wanita itu cukup membuat Daniel mengerti.

"B-baiklah. Kalau begitu, aku akan mencarikannya Dokter," ucap Daniel menurut.

"Siapa yang kamu temui di tempat ini gadis? Bahkan matamu sembab. Kamu habis menangis, ya?" kata wanita itu kepada Lily yang tak berbicara. 

Hingga telunjuk Lily mulai bergerak, wanita itu membisikan sesuatu yang membuat Lily terbangun. 

"Bangunlah. Masih lama, jika kamu ingin ikut dengan keluargamu," bisik wanita tersebut. 

"Ayah, Ibu, kenapa di sana? Kakak, kenapa kakak juga?" ucap Lily dengan mata tertutup dan meneteskan beberapa air mata. 

'Tampaknya kamu merindukan keluargamu, ya. Tapi aku pun tidak bisa membawa mereka ke tempat sekejam ini, Lily,' batin wanita itu.