Chereads / Nemesis Book / Chapter 20 - Farm In Weeds Village

Chapter 20 - Farm In Weeds Village

HARI esok itu sudah tiba. Caca sudah boleh pergi dari Rumah Sakit dan hari ini sedang mengisi wawancara oleh aparat setempat serta wartawan, mengenai cerita bagaimana hanya dirinya yang selamat walaupun banyak luka bakar yang mengenainya. 

Sedangkan Daniel dan Lily, menepati janjinya untuk menemui keluarga Tersangka palsu. 

Mereka mendatangi tempat tujuan di saat langit mulai gelap. Dan mereka masih lengkap dengan seragamnya. 

Cukup sulit saat Daniel meminta alamatnya. Karena pihak kepolisian dan kantor berita merahasiakannya demi kenyamanan keluarga Tersangka palsu itu. Tapi Lily dengan mudahnya mendapat alamat tersebut, yang entah bagaimana caranya gadis itu dapatkan. 

Setelah setengah jam mereka menunggu di halte, bus pun datang untuk mengangkut mereka. Kali ini, mereka akan mendatangi tempat tujuan yang berada di Desa Weeds. 

Untuk menempuh perjalanan ini, bahkan membutuhkan waktu 2 jam. Sehingga, Lily dan Daniel menyempatkan tidur sebentar karena hari ini sangat lelah. 

Untuk pekerjaannya, Daniel dan Lily meminta izin hari ini saja tidak masuk. Walaupun sempat banyak drama saat majikan Lily tak menyetujuinya karena minimarket hari ini ramai dan Lily juga merupakan karyawan baru. Namun beruntungnya, teman Lily dari sekolahnya mau menggantikannya hari itu saja. 

Setelah memakan waktu satu jam, Lily membuka matanya pelan dan melihat ke arah sekitar, ternyata penumpang semakin banyak. 

Dilihatnya Daniel yang masih tertidur pulas di pundaknya, Lily tak membiarkan laki-laki ini tak nyaman. Sehingga membuat Lily meletakan penyangga leher miliknya untuk dijadikan bantal Daniel. 

Kriet! 

Pemberhentian selanjutnya berada di Jl. Swing. Lokasi dari sini membutuhkan setengah jam lagi menuju Desa Weeds. 

Beberapa orang turun dan beberapanya lagi naik bus tersebut. Tak sangka, Caca naik dan satu bus dengan Lily. 

"Kak Caca," panggil Lily dengan berbisik. 

"Hey, Lily!" 

"Sst!" Lily memberikan isyarat sambil menunjuk Daniel yang sedang tertidur. 

Caca yang mengerti langsung duduk di belakang kursi Lily. Namun dirinya menyempatkan mengobrol walaupun dengan bisik-bisik. 

Lily dan Caca mengira Daniel akan tetap tertidur. Namun Daniel bangun juga ternyata. Bukan karena suara mereka. Namun karena hembusan nafas Lily yang memanasi telinganya. 

"Ah, maaf membangunkanmu, Daniel," kata Caca merasa bersalah. 

"Hah? Kak Caca ada di sini? Mau kemana?" kata Daniel yang cukup terkejut. 

"Aish harusnya aku marah saat kamu bertanya seperti itu." 

"Eh? Ah, iya, lupa, Kak. Maaf, ya," kata Daniel lebih merasa bersalah.

Daniel lupa memberitahu Lily untuk mengajak Caca  melihat keluarga Tersangka palsu. Alasan Caca ingin ikut, karena dirinya perlu menjelaskan yang sebenarnya. Caca, tidak akan membiarkan keluarganya terus-terusan merasa bersalah. 

"Benarkah? Aku minta maaf Kak. Daniel memang sudah setengah tua hingga cepat tua," kata Lily. 

Mendengar hak itu, Daniel dan Caca tertawa bersama. Cukup mencairkan suasana sebelum mereka akan menghadapi ketegangan menemui keluarga yang di maksud. 

Kriet! 

Pintu terbuka dan pemberhentian sudah dekat berada di Desa Weeds. Daniel, Lily dan Caca menuruni bus tersebut. 

Langit semakin pekat setelah perjalan dua jam ini. Namun saat mereka memijakan kakinya di aspal itu, mereka sudah dapat melihat peternakan dari kejauhan. 

Lantas, mereka pun langsung berjalan agar lebih dekat dengan peternakan tersebut. 

"Katanya, setelah melihat peternakan, kita sudah semakin dekat dengan rumahnya," ucap Lily. 

"Baiklah. Ayo, kita lanjutkan perjalanan kita," kata Daniel. 

Mereka pun melanjutkan perjalanannya dengan jalan kaki. Walaupun peternakan itu sudah terlihat, namun rasanya kaki ini sudah berjalan lebih lama. Jalan yang lurus dan rerumputan setengah pendek sepanjang jalan, memang membuat peternakan terlihat dari jauh karena tak ada gedung atau belokan jalan yang menghalanginya. 

Namun pemberhentian seperti tadi, cukup kejam bagi Daniel. Bisa-bisanya halte cukup jauh. 

Namun Daniel tak ingin banyak mengeluh tentang kakinya yang sangat lama berjalan. Apalagi menyamakan langkah dua perempuan di sampingnya. 

"Bagaimana kalau kita lari?" saran Daniel. 

Tanpa menunggu jawaban, Daniel langsung melangkahkan kaki dengan secepat kilat. Dia benar-benar berlari malam ini.

"Hey! Tu-tunggu! Ayo, Kak. Kita lari juga!" ajaknya. 

Dan kini, Lily dan Caca pun menyusul untuk mengejar Daniel yang tak membuatnya tak berhasil tersusul juga. 

Deru nafas malah lebih dulu menghampiri mereka dari pada menuju peternakan. Sedangkan Daniel, dia sudah sampai tepat di pintu peternakan ukuran sedang itu.

Daniel tampak menertawakan Lily dan Caca yang lambat sambil ber dadah-dadah. 

"Aish, dia kelinci yang licik!" umpat Lily yang merasa kesal karena kalah lari dari Daniel. 

"Ayo, lebih cepat lagi larinya!" kata Daniel sambil membuat terowongan dekat samping mulutnya menggunakan kedua tangannya. 

Dan dengan nafas yang takutnya akan habis, Lily sampai juga ke peternakan ini. 

"Kak Caca sebentar lagi sampai. Haha. Kenapa kalian lambat sekali?" ejek Daniel. 

Duk!

"Aww!"

Kesal dengan ocehan Daniel yang tak berhenti, Lily menendang lutut Daniel cukup keras, sehingga membuat Daniel mengaduh dan mengernyitkan keningnya. Lily merasa kesal padahal Lily sudah memberikan posisi tidur yang nyaman untuknya tadi. 

"Hah! Hah! Aku sampai, haha." 

Setelah Caca sampai, semuanya langsung melihat-lihat nomor rumah yang dituju. 

"41! Rumahnya yang ini, Daniel," kata Lily. 

Lily sambil menunjuk rumah yang kecil dan sederhana. Warna biru laut tampak mewarnai rumah yang aslinya terlihat hampa. 

Sebelum Lily mengetuk pintu tersebut, seorang wanita yang merupakan istri dari Tersangka palsu itu membukanya. Lalu, sebelum Daniel bicara juga, wanita tersebut menutupnya kembali dengan keras. 

"Aku pikir banyak yang ingin menemuinya sehingga dia tampak ketakutan," kata Caca. 

Raut wajah wanita itu tampak lelah. Dan saat mereka menatap tiga orang di hadapannya, dia menghela nafas dalam lalu menutup pintunya tak berdaya alih-alih membantingnya. 

"Mari coba bicarakan saja," kata Lily. 

"Bu, kami datang ke sini untuk memberi bantuan," ucap Daniel di dekat pintu. 

Lily dan Caca tak menyangka jika Daniel akan berkata menuju intinya diluar seperti ini. Namun mereka paham karena sepertinya tidak ada cara lain. Terlihat dari wanita itu membukakan pintunya walaupun terlihat takut setelah Daniel mengatakannya. 

"Selamat malam, Bu," sapa Lily. 

"Ma-malam. A-apakah kalian akan membantu kita?" tanya wanita itu dengan mata berkaca-kaca. 

Melihat dari genangan air mata dan tubuh yang bergetar, sepertinya benar sudah banyak yang datang ke rumahnya yang memiliki niat berbeda dari mereka. 

"Bolehkah kami masuk?" tanya Daniel dengan penuh kelembutan. 

Wanita itupun mengangguk dan mempersilahkan masuk. Pintu yang tadi sengaja tidak diberi celah sedikitpun, kini dibuka selebar mungkin untuk mereka. 

"Terima kasih, Bu," kata Caca. 

Wanita itu pun memberikan isyarat untuk menunggu di kursi dan dia akan berjalan ke dapur mengambil sesuatu. 

"Apakah kamu membawa powerbank?" tanya Lily kepada Daniel. 

Lily pun diberikan Powerbank miliknya.

Dan wanita itu ternyata membawakan minum dengan tiga donat. Daniel sudah mendengarnya bahwa istri Terdakwa palsu ini merupakan pedagang donat. 

"Jadi, kalian akan membantuku bagaimana?" kata wanita itu yang terlihat tak sabar walaupun nadanya ragu dan takut. 

"Benar. Karena kami di sini tahu bahwa suami Ibu tidak bersalah," jawab Daniel, serius.