ANGIN mendorong tubuh gadis itu. Dia bertarung dengan ombak, demi menyelamatkan sahabatnya. Berenang. Terus berenang. Lebih kencang. Sampai dia pun melihat titik cahaya. Itu merupakan petunjuk. Sahabatnya pasti ada di sana. Pikirnya. Hingga sebuah kepala dengan rambut panjang indah muncul ke permukaan. Nafasnya terengah-engah. Tidak. Bukan kehabisan nafas. Jelas bahwa dia merupakan makhluk laut. Dia bernafas seperti itu karena menahan emosinya terhadap manusia yang mengambil sahabatnya.
Hingga suara tawa terdengar olehnya. Dia pun yakin, mereka lah orang yang mengambil Anna. Namun, suara lain pun terdengar oleh nya.
"Argggggh!" teriak seorang laki-laki yang menatap laut dengan rasa putus asanya.
Kelly dapat merasakan kesedihan manusia itu. Laki-laki yang tengah berdiri di menara, dengan tangan yang memegang kepalanya frustasi. Melihatnya membuat Kelly ingin mencabik-cabik kasar dengan cakarnya.
"Manusia keji. Aku harus membalas perbuatan kaum mu," kata Kelly yang saat ini berenang menuju laki-laki tersebut. Namun, dia harus menyembunyikan tubuhnya di dekat batu besar. Laki-laki itu, tidak boleh melihatnya. Kelly pun bernyanyi merdu, guna memikat manusia tersebut.
Entah seberapa besar engkau dihancurkan ... Ikuti aku ... Aku akan melindungimu ... Datanglah padaku ... Jiwa yang putus asa ...
Nyanyian merdu mengalun indah di lautan ini. Seakan-akan, suara ombak pun ikut bernyanyi dengannya.
Beberapa kali nyanyian tersebut di alunkan, laki-laki itu, Peter, membuat posisi menyelam di menara tersebut.
Sudut bibir gadis itu terangkat. 'Ayolah, cepat! Melompatlah dari sana' batinnya.
GEJEBUR!!!
Suara yang ditimbulkan mirip saat kita melempar batu ukuran sedang ke laut. Peter tidak berenang seperti biasanya. Dia menutup mata dengan rasa sakit di dadanya. Sengaja, dia tidak melawan arus air laut tersebut. Tidak peduli dia terombang-ambing kemanapun.
"Cih, dia bahkan tidak melawan. Apakah kamu siap untuk mati?" desis gadis itu, dia mulai berenang untuk menghampiri peter yang sudah mulai tenggelam.
Saat Kelly ingin mendekati Peter, dengan niat mencakar dan membunuhnya, seperti yang dia katakan tadi. Dia mengurungkan niatnya, saat sesuatu bersinar memantulkan cahaya ke arah matanya. Cahaya itu kemudian menghilang. Cahaya yang didapat dari sebuah kalung dengan gantungan yang mirip dengannya. Saat melihat dekat kalung tersebut, Kelly tahu Peter saat ini akan kehabisan nafas. Entah kebaikan dari mana, Kelly malah membantunya dengan memberikan nafas buatan di dalam air.
Kelly pun membawa Peter berenang ke pesisir, dia membuat Peter berbaring di pesisir pantai. Namun, gadis itu tidak kunjung pergi. Dia malah ikut berbaring di dekat Peter.
"Bagaimana aku mau menolong manusia sepertimu? Hey, apakah kau melakukan sesuatu kepadaku juga? Seperti saat tadi, aku menyanyikan lagu agar kau mau menghampiriku, lalu ku buat kau mati ditanganku. Padahal, aku tidak sabar melihat reaksi para Siren bahwa aku sudah membunuh satu manusia," desah Kelly, dia mendesah kesal tapi dia merasa sedikit iba kepadanya.
"Sudahlah, aku pergi dulu. Hei, manusia! Kali ini, kamu hanya beruntung," cetusnya. Kelly pun berenang kembali ke lautan dalam. Sampai lupa apa yang seharusnya dia lakukan ke daratan.
"Aish, sial sekali! Aku jadi lupa mencari Anna," umpatnya.
Pertengahan malam, gadis itu baru tiba di rumahnya. Dia berenang mengendap-endap. Takut, jika suara yang ditimbulkan ekor dengan air terdengar oleh Elen.
Kelly membuka pintu.
"Kemana saja kamu?" tanya Olix. Kelly sempat terkejut, dia takut jika neneknya ada di rumah.
"Hei, kau mengagetkan aku saja," sentaknya tak bersalah. Dia melewati laki-laki di sana. Tanpa berniat berbicara berdua.
"Mana Anna?" tanya Olix penasaran. Mengangkat kepala angkuh. Membusungkan dada dengan cepat. Dan melipat kedua tangannya.
"Te-terjadi kecelakaan," jawabnya kaku.
"Susah ternyata. Anna di mana ya? Aku juga sempat berpikir, mencari dia perlu waktu yang lama," jawabnya dengan mengelus dada pelan. "Kelly, apakah kita harus hidup seperti ini? Menjadi Siren sama saja, sama-sama diburu manusia," ungkapnya sedih. Seakan semesta tidak adil untuknya.
Mendengar hal itu, membuat hati Kelly teriris dalam. Dia merasa bersalah. Alih-alih mencari Anna, dia malah membantu seorang manusia.
'Apa yang telah aku lakukan, bagaimana aku membicarakan hal ini kepada Olix'
"Kelly, besok kamu akan mencari Anna lagi?" tanya Olix dengan mata sayu yang memancar haru.
"Tidak tahu, aku harus mencari waktu yang tepat dan harus mendapatkan izin dari nenek," balasnya ragu. Jelas dia akan ke daratan lagi besok pagi. Namun, dia tidak mau membahayakan Olix. "Jika aku berangkat, aku akan memberitahumu. Kita cari bersama, ya," kata Kelly yang memegang pundak Olix, lalu pergi ke kamar tidurnya.
"Kelly!" panggil Olix,
"Hm?" jawabnya singkat yang sedikit lagi akan memegang gagang pintunya itu.
"Tadi, tidak terjadi apa-apa?" tanya dengan perasaan khawatirnya.
'Aish, bagaimana aku menjawabnya' batin Kelly yang merasa takut menjawab.
"Ya, tidak ada apa-apa. Kamu lihat? Aku tidak terluka sedikitpun," jawabnya. Lalu memperlihatkan tubuhnya, memastikan jika ada luka.
Laki-laki itu pun mengangguk pelan. Disusul dengan senyum manis yang menampilkan gingsulnya. "Aku pulang, ya," pamit Olix.
'Maafkan aku, Olix' batinnya.
Kelly memasuki kamarnya dengan pikiran yang penuh. Dia juga ingat manusia yang tadi dia tolong.
"Aku merasa tidak asing dengannya," ucap gadis itu yang sedang membayangkan laki-laki tadi. "Ah, sudahlah. Aku bodoh sekali tadi menolongnya," ucapnya dengan nada kesal.
Melihat sisir merah di meja riasnya, gadis itu dengan segera mengambilnya. Namun, tiba-tiba sesuatu tampak melukai ekornya. Seperti ada yang menusuk.
"Aw, kenapa dengan ekorku?" tanya Kelly dengan perasaan bingung.
Sesuatu yang melukai ekornya, ternyata sebuah kalung. Kalung yang dipakai laki-laki tadi. Pengait kalung tersebut menusuk ekornya walaupun tidak dalam.
"Kenapa ini ada di sini? Bukankah ini milik manusia tadi?" tanya Kelly yang memiringkan kepalanya. Melihat inci demi inci kalung tersebut. Ukiran yang indah membuat mata Siren tersebut membinarkan matanya.
"Cantik sekali. Aku menginginkan kalung ini," kata gadis itu, walaupun sudah tahu siapa pemiliknya. "Ck, tadi aku melihat cahaya di sini," ucapnya lagi. Dia menyentuh bagian paling indah di kalung tersebut.
"Ekor kita sama. Tapi Siren tidak secantik ini. Cih, apa manusia masih menginginkan duyung dengan jiwa lemah itu? Duyung yang mau dikelabui. Di jadikan percobaan dan berakhir mati. Manusia memang licik," sentaknya terhadap kalung itu yang tidak tahu apa-apa.
"Kelly, kau sudah menunggu lama?" panggil Elen dengan sedikit berteriak.
Kelly selamat karena neneknya pulang lebih lambat. Dia jadi bisa berbohong, kalau dia memang sedari tadi menunggunya.
"Tunggu sebentar," balasnya yang kemudian menyimpan kalung itu di botol hijau. Dia pun menghampiri neneknya cepat.
Sementara itu, laki-laki yang bernama Peter. Dia mulai sadar setelah berlama-lama di pesisir pantai. Bahkan pasir pun enggan menyelimuti manusia dengan jiwa putus asa sepertinya.
Uhuk! Uhuk!
Peter terbatuk-batuk, lalu mengeluarkan air dari mulutnya. Syukurlah dia berhasil selamat. Namun, dia tidak tahu siapa yang menolongnya tadi. Peter berusaha mengingatnya. Namun, kepalanya tiba-tiba sakit dan pusing.
"Ah, ada apa denganku. Kenapa aku bisa berada di sini. Bajuku juga sangat basah," ucapnya kepada angin malam.
Peter mulai meraba lehernya. Berharap jimat kesayangannya tidak hilang.
"Kalungku? Di mana kalungku?" pekau Peter yang mencari kalungnya di semua saku.