"A-aku menerima tantanganmu," jawab Kelly gugup. Dia sedikit tampak tidak percaya diri. Mengingat yang terjadi waktu itu.
"Kamu tidak percaya diri?" tanya Mona dengan nada mengejek. Dia tampak puas dengan ekspresi Kelly.
"Sudahlah, Mona. Jangan seperti anak kecil," larang Anna.
"Tidak. Aku menerima tawarannya, Anna," jawab Kelly tegas. Semua siren tahu Kelly. Dia tidak suka dianggap lemah. Dia suka tantangan.
"Sebagai temanmu, aku sudah menyiapkan rumput laut segar agar kamu bisa bernafas lebih lama di daratan. Bagaimana? Kamu tersanjung?" ucap Mona dengan lagak centilnya. Mona memang tidak menyukai Kelly sejak kecil karena selalu kalah dalam hal paras dan kecepatan berenang.
"Siapkan untukku juga," celetuk Olix yang dari tadi menyandarkan tubuhnya di tembok.
"Siapkan untuk aku juga," ucap Anna. Dia tidak akan membiarkan sahabatnya itu membahayakan diri sendiri lagi.
"Aku pun".
"Aku juga mau".
"Aku akan ikut".
Melihat mereka sangat kompak untuk berenang ke daratan, membuat gadis di sana geram. Mona mengepalkan tangannya. Tidak lupa sirip di samping pelipisnya terangkat naik. Begitulah Siren. Jika dia memperlihatkan rasa kemarahannya. Atau terancam, tidak akan ada yang berkata bahwa makhluk mereka sangat indah. Mereka menyeramkan. Seperti monster yang berenang ke dasar laut yang gelap. Membuat para manusia engap.
"Apa yang kalian lakukan? Kenapa tidak membiarkan Kelly sendiri?" ucap Mona dengan nada amarah yang meninggi.
"Kamu akan bertanggung jawab jika ada yang terjadi? Ingat, Mona! Siren akan punah jika saling memerangi sesama. Kuburlah rasa irimu itu," jelas Anna dengan mengerutkan keningnya.
Sedangkan Mona, dia hanya memutar bola matanya.
"Aku hanya akan menyediakan rumput laut untuk Kelly. Sisanya cari sendiri," ucap Mona sembari berenang ke arah pintu pulang. "Kelly, jangan lupa dengan tantangannya. Aku sudah menyiapkan rumput laut untukmu," sambungnya.
Beberapa Siren, hanya memandang kepergian Mona dengan tatapan tidak suka. Dan satu persatu Siren pulang. Waktu sudah sangat gelap dan mereka perlu istirahat. Tersisa dua orang sahabatnya.
"Kenapa kamu selalu ingin terlihat hebat?" celetuk Olix. Dia yang tiba-tiba berbicara seperti itu di keheningan.
Kelly tidak menyukai ungkapannya. Dia memasuki kamar tidur. Namun, dia berhenti di sebuah pintu untuk meninggalkan perkataan terhadap kedua sahabatnya.
"Kalian, pulanglah," ucap gadis itu sembari menutup pintunya. Kelly merasa bersalah kepada mereka. Hanya karena hatinya tidak sedang baik-baik saja, dia sampai tidak sehormat itu terhadap tamunya.
Malam semakin pekat. Gadis itu tidak menggeserkan badannya sedikitpun. Sampai terbesit pertanyaan di kepalanya. Tentang botol yang berisi gulungan kertas. Kelly pun membuka laci tempat berada kertas tadi. Mulai membuka isi dari kertas tersebut. Dia melototkan matanya. Melihat gambar yang dibuat dengan pensil, Kelly merasa mengenalnya. Benar. Yang di gambar nya itu adalah dirinya.
"Hah, bukankah ini aku? Kenapa banyak hiasan di kepalanya? A-aku tidak secantik itu," ucapnya dengan rasa tidak percaya diri. "Ah, aku baru ingat. Benda hijau itu pernah mendarat di kepalaku. Seorang anak laki-laki melemparnya. Lalu ... lalu meminta maaf. Ck, lucunya. Tidak! Dia tidak lucu. Manusia adalah makhluk paling kejam," sambungnya sambil menutup mata dan menggelengkan kepalanya.
Gadis itu, menyimpan kembali kertas itu ditempat yang aman.
Hingga malam pekat sudah berakhir. Dan berganti dengan sedikit cahaya yang masuk ke lautan. Ini adalah hari di mana Kelly menerima tantangannya kemarin.
Sedari tadi, gadis itu terus menerus berlatih menjadi percaya diri di cermin.
"Kamu berlatih lagi?" tanya Olix yang menyandarkan bahunya di atas kursi dengan mata terpejam ke arah langit-langit.
Jawaban Kelly tertimbun karena tiba-tiba Mona datang dan mengucapkan hal yang sama.
"Kelly, pagi ini," ucapnya singkat.
"Jangan pagi ini. Kami belum menyiapkan rumput lautnya," tolak Olix.
"Aku sudah bilang. Kelly saja yang berangkat," jawab Mona.
"Aku tidak mengizinkanmu membawa Kelly jika dia tidak bersama kami," kata Anna yang menyusul masuk.
"Kelly! Keputusan ada ditanganmu," kata Mona.
"Benar," balas Kelly singkat.
Mona tiba-tiba mengangkat sudut bibirnya mudah.
"Benar kata Anna. Lagi pula, aku sudah berjanji untuk berangkat bersama mereka," sambungnya.
Lalu dengan cepat Mona menurunkan sudut bibirnya lagi.
"Malam ini? Semua orang bisa?" tanya Mona malas.
"Kami berjanji. Malam ini," tekan Anna dengan antusiasnya.
Mona tidak berkata apapun lagi. Dia langsung pergi begitu saja.
***
Kali ini, lautan terasa murung. Membuat para Siren yang berenang tak ada yang berani tersenyum. Mereka hanya berenang bersama tanpa bicara. Hingga mereka sudah berhasil mengangkat kepalanya yang penuh udara pemasok oksigen para manusia itu.
"Kelly! Berenanglah dekat daratan," pinta Mona.
Kelly pun berenang dan mulai mendekati pulau. Dia berenang bebas tanpa menyembunyikan diri di balik bebatuan. Benar. Untuk sampai di batu besar yang dapat menjadi tempat persembunyiannya cukup jauh. Dia hanya berenang tanpa henti. Sambil berharap agar tidak ada manusia yang melihatnya. Namun, nihil. Harapannya tidak terjadi. Seorang Nelayan dengan kapal besar melihatnya. Mereka terdengar berteriak sesuatu yang tidak dapat Kelly pahami. Namun, dia yakin. Mereka berteriak karena melihatnya. Gadis itu pun berusaha berbalik arah dengan cepat dan memberi tahu teman-temannya.
"Pergi! Ayo kita pergi dari sini!" perintah gadis itu.
"Kamu menyerah?" tanya Mona dengan pandangan remehnya.
"Tidak! Manusia dengan benda besar itu mengejar kita. Cepat pergi dari sini," pinta nya dengan nada yang takut.
"Benar. Aku melihat putri duyung," ucap salah seorang nelayan yang melihat Siren tadi.
"Aku juga melihatnya. Kita tidak bisa mengejarnya. Tembak mereka!" perintah salah seorang kapten.
"Baik"
DOR!!! DOR!!! DOR!!!
Tembakan demi tembakan dapat Siren itu hindari.
DOR!!! DOR!!!
Namun, sahabat Kelly yaitu Anna. Dia tertembak dua kali di bagian ekor dan leher belakangnya. Tidak ada yang sadar jika Anna sudah mengambang tidak sadarkan diri dan di bawa oleh para Nelayan itu. Mereka membawa Anna dengan perasaan senang.
"Hubungi yang kamu orang bicarakan kemarin. Kita akan membawanya ke sana. Kita akan mendapatkan uang. Hahaha" perintahnya disusuli dengan tawa terbahak-bahak.
JDER!!!
Suara cambukan petir terdengar menakutkan. Namun tidak dengan para Nelayan itu. Mereka malah becanda.
"Kapten, apakah kita akan terkutuk? Kau mendengarnya juga kan?" tanya canda salah seorang nelayan dengan jaket tebalnya.
"Hahaha. Dongeng sialan itu, siapa yang akan percaya," jawabnya.
Sedangkan, para Siren yang tanpa henti menggerakkan ekornya itu, tampak gelisah dengan apa yang terjadi. Hingga Kelly menyadari sesuatu.
"Anna! Dimana Anna?" tanya Kelly panik. Detak jantungnya berdetak tak karuan.
"Apa? Anna tidak ada? Biasanya dia berenang lebih cepat," jawab Olix panik.
"Aku harus kembali ke sana," kata Kelly cepat.
Namun, Mona menarik tangan gadis itu.
"Jangan Kelly. Itu berbahaya," larang Mona.
"Kamu tahu apa Mona?" tanya Kelly marah. Sirip menakutkan itu memunculkan diri.
"Tenanglah Kelly. Yang dikatakan Mona benar. Jika kamu pergi kesana berbahaya," jelas Olix sambil memegang erat lengan Kelly.
"Tenang? Bagaimana aku bisa tenang? Anna! Sahabat kita menghilang. Bagaimana jika mereka membawanya?" teriak gadis itu.
"Aku tahu perasaanmu Kelly. Kamu pikir hanya kamu yang gelisah saat ini? Aku juga sama! Aku hanya berusaha berpikir jernih agar bisa membawa Anna kembali dan kita selamat," ungkap Olix yang terlihat kacau saat ini.
"Kamu terlalu lama berpikir, Olix! Lebih baik aku pergi sendiri," gertaknya yang mulai membalikan badan menyusul sahabatnya itu.
"Kelly! Kamu sudah gila?" Olix berteriak pada gadis itu.