Suara itu milik wanita yang sangat dirindukannya. Lahkah Ryan terhenti, tetapi alih-alih berpaling kepada pemilik suara, dia memilih menggelengkan kepala. Merasa suara itu hanyalah bagian dari imajinasi liarnya malam ini karena terlalu rindu pada wanita itu.
"Hebat, ya, kamu. Aku telepon tidak dijawab. Aku panggil tidak menyahut. Kamu cari mati, hah!" geram wanita itu kepada Ryan.
Derap langkah wanita itu terdengar kian mendekati Ryan. Membuat pria itu menjadi yakin bahwa suara itu bukanlah khayalan semata, melainkan memang nyata. Dia membalikkan tubuh dengan rona bahagia yang segera memenuhi wajahnya. Gegas dia berlari mengikis jarak di antara mereka. Meregangkan kedua tangan dengan posisi untuk memeluk sang Kekasih. Namun, Malika justru menahan dahi pria itu dengan jari telunjuknya.
"Dasar bodoh! Apa yang kamu lakukan berjalan seorang diri di tengah malam seperti ini?"
"Aku pikir semua itu hanya khayalanku. Tidak pernah terpikirkan kamu akan mengikutiku sampai ke tempat ini," lirih pria itu menundukkan wajah karena malu. Ah, kekasihnya pasti mengira dia pria yang sangat konyol sekarang.
"Tentu saja aku tidak melakukan itu. Aku masih sangat kesal karena kamu meninggalkanku, padahal pertemuan kita sudah tertunda setelah sepekan. Tapi, Kak Rendra tadi meneleponku sepuluh menit setelah kamu pergi. Katanya, jika aku tidak menjemput kamu, mungkin saja kamu akan pulang dengan berjalan kaki seorang diri."
Benar saja apa yang dikhawatirkan oleh atasannya itu. Wanita itu tampak berdecak kesal melihat kebodohan sang Kekasih. Merutukinya karena tidak memesan taksi, tetapi justru memilih pulang dengan berjalan kaki. Bodoh.
Malika meraih tangan Ryan, menggenggam dan menautkan jemari mereka dengan erat. Kemudian menarik pria itu ke dalam pelukannya. Lalu, iris coklat milik wanita itu menatap lekat pada netra sang Kekasih. Selama beberapa saat mereka beradu pandangan dalam keheningan, menunggu satu sama lain untuk berbicara lebih dahulu.
"Kamu memilih berjalan seorang diri dibandingkan menelepon aku dan meminta untuk menjemput kamu? Apa kamu lupa? Kalau dari ujung kepala hingga ujung kaki ini milikku, jadi kamu harus menjaganya dengan baik." Protes Malika tidak terima dengan pola pikir sang kekasih.
Malika lalu memeluk pria itu dan menepuk pelan punggungnya.
"Bagus, kamu sudah bekerja keras hari ini, Sayang," ucap wanita itu tersenyum hingga matanya menyipit membentuk bulan sabit.
Malika mnepuk pelan puncak kepala pria itu berkali-kali. Namun, Ryan justru memasang wajah sendu, lalu memeluknya dengan erat, semakin lama semakin erat.
"Terima kasih, Sayang." Pria itu menenggelamkan wajah di pundak sang kekasih karena terharu. Hari itu dia sudah melalui banyak hal dan sekarang dia sangat lelah.
"Kenapa? Apa Kak Rendra menyiksamu?" tanya wanita itu saat merasa pundaknya basah. Sepertinya Ryan sedang menangis.
Namun, Ryan hanya menggelengkan dan justru semakin mengeratkan pelukannya. Wanita itu hanya menepuk pelan punggungnya. Mungkin saja hari ini sangat berat bagi kekasihnya. Hanya saja sedang tidak ingin bercerita.
"Jika Kak Rendra merundungmu beritahukan kepadaku. Akan aku beri dia pelajaran yang setimpal. Bisa-bisanya dia menyiksa kesayanganku seperti ini," imbuh wanita itu kemudian.
"Dia memang sering menyiksaku. Tapi, aku seperti ini karena kau sangat baik padaku dan hal itu justru membuatku semakin mencintaimu." Pria itu berkata dengan menyentuh ujung hidung kekasihnya dengan ujung jari telunjuk.
"Jadi, benar dia mengerjaimu?" Malika berusaha mengkonfirmasi semuanya.
"Iya. Dia bahkan menyuruhku menggantikannya di kencan buta tadi," jawab pria itu menganggukkan kepala dengan cepat.
"Luar biasa!" ucap Rendra menepukkan tangan beberapa kali.
Rendra menatap asistennya dengan tatapan yang tajam. Berjalan mendekat ke arah sepasang pria dan wanita yang tengah dimabuk asmara itu. Namun, Malika menghadang dengan merentangkan kedua tangannya.
"Kak Rendra berani nyakitin pacarku di hadapanku?" tanya wanita itu dengan wajah kesal.
Rendra menampilkan senyum seringai di wajahnya. Menunjuk pria di balik tubuh adik sepupunya, lalu menempelkan ibu jari di lehernya sendiri dan menariknya ke samping. Sembari mengucapkan "mati kau" tanpa suara.
"Iih, Kak Rendra berani, ya. Maju sini, lawan Malika dulu." Wanita itu mengepalkan kedua tangan ke udara dan memasang kuda-kuda.
"Aku tidak akan pernah melawan atau menyakitimu. Ingat itu!" ucap Rendra pada adik sepupunya. Membuat wanita itu tersenyum senang.
"Jangan cuma aku, dong, Kak. Kamu juga harus janji tidak akan merundung pacarku," ucap Malika bergelayut pada sang Kekasih.
"Arg, sial. Jangan bermesraan di hadapan seorang jomlo. Kalian tidak merasa kasihan padaku?" tanya Rendra kepada kedua insan di hadapannya itu.
Bukannya kasihan, melainkan wanita itu justru mengeratkan pelukannya kepada sang Kekasih. Menjulurkan lidah untuk mengejek kakak sepupunya.
"Harusnya kalian berterima kasih kepadaku. Bukankah aku meneleponmu untuk menjemput Ryan," ucapnya kepada Malika. "Lalu kau, aku menjagamu dan mengawasimu sedari tadi sampai kekasihmu menjemput," imbuhnya kemudian kepada si Asisten.
Sepasang kekasih itu saling pandang, lalu tersenyum kepadanya. Kompak menangkupkan kedua tangan di depan dada. Sedikit membungkukkan tubuh untuk menunjukkan penghargaan, lalu mengucap terima kasih dalam bahasa Korea. Mematahkan pemikiran Ryan jika pria yang telah menjadi atasannya selama ini adalah orang yang tidak berperasaan.
Pria itu melajukan kendaraan setelah kepergian adik sepupu dan asistennya. Mengasihani diri yang tidak memiliki siapapun yang menunggu kedatangannya. Bahkan, untuk sekedar merasa khawatir jika dirinya pulang terlambat.
Memang benar jika banyak wanita yang mengantri untuk menjadi kekasihnya. Cukup dengan menggerakkan jari telunjuk saja, maka dia sudah mendapatkan kekasih. Semudah itu memang. Siapa yang tidak mengenal keluarga Alister yang terpandang sejak nenek moyangnya.
Namun, bukan semua itu yang diinginkan Rendra, melainkan wanita yang tulus mencintainya tanpa memandang siapa dirinya. Sosok yang terkenal sebagai playboy nyatanya hanya merupakan sandiwara yang dia rancang untuk menilai kaum hawa yang mendekati.
Sejauh ini pencariannya belum membuahkan hasil. Dari sekian banyak wanita yang telah menjalin hubungan dengannya, belum ada yang benar-benar tulus mencintai dirinya.
Selain itu, sebenarnya dia telah menambatkan hati pada sahabat masa kecilnya. Wanita yang telah mencuri hatinya jauh sebelum dia tumbuh dewasa. Ya, mungkin tidak sedikit yang akan berpikiran bahwa semua itu hanyalah cinta monyet. Namun, tidak bagi Rendra. Sejak saat jatuh cinta kepada wanita itu, ketika itu pula dia menyakini bahwa sahabatnya itu adalah takdir indah yang diciptakan Tuhan untuknya.
Klise memang, seklise rasa yang telah berkarat di dalam hati meski telah lama tidak lagi saling memberi kabar. Seolah-olah tidak ada ruang lagi bagi wanita lain untuk memasuki hatinya. Pria itu tersadar dari lamunan, lalu kembali merapalkan doa yang tidak pernah luput diucapkan. Berharap semoga Tuhan segera mempertemukan dengan sahabat masa kecil sekaligus cinta pertamanya.