Chereads / HAIKAL / Chapter 14 - PART : BERMIMPI

Chapter 14 - PART : BERMIMPI

Willy memasuki ruangan bernuansa putih, lalu berjalan pelan sembari melihat sekeliling yang tampak sepi, tak ada benda, atau apapun yang mengisi ruangan itu.

Pria itu tampak menyipitkan matanya, dikala melihat sinar teramat terang, mendengar suara langkah kaki yang perlahan semakin terdengar jelas.

Tak ada rasa takut, Willy hanya penasaran dengan suara itu, ia berjalan mengikuti arah suara itu, lalu sinar terang itu kembali membuat mata bulatnya mengnyipit.

"Bang Willy!"

Willy menoleh sumber suara, ia berbalik membulatkan matanya setelah melihat siapa yang barusaja datang mendekatinya.

"Kevin!"

Pria yang dipanggil kevin itu tersenyum manis, dengan pakaiannya serba putih, serta rambutnya yang sangat rapih, ia mengangguk membenarkan.

"Iya Bang, ini Kevin.. adik kandung Abang!" ujar nya pelan masih tersenyum.

Willy sedikit terkejut, lalu mendekati pria itu, memegangi tangannya, melihat dari bawah ke atas, raut wajahnya tampak menahan tangin.

"Ini beneran kamu Kevin?" ujarnya pilu.

Setelahnya ia memeluk sang adik dengan erat, tidak akan ia lepaskan kembali, dan berharap dapat membawa adiknya ke rumah, Willy berharap ini kenyataan, dan kalaupun mimpi Willy enggan bangun, tidak mau sama sekali, biarkan saja seperti ini, yang berasa nyata.

"Kevin.. Abang kangen.." ujar Willy pilu, melepas pelukannya mengusap wajah sang adik, yang terasa benar benar halus, kulitnya sangat bersih, dan Willy menyukai penampilan adiknya yang sekarang, sementara yang ditatap hanya tersenyum.

"Ayok.. kita pulang kerumah, Abang masakin makanan kesukaan kamu Kevin!" ajak Willy dengan suara masih terdengar pilu, air matanya sudah tak terbendung lagi, pria itu menangis.

"Nggak Bang!" Kevin menahan tangan Willy yang hendak berjalan, hal itu membuat Willy menatapnya bingung.

"Kenapa?" tanya Willy sedih.

"Ini tempat Kevin, dan Kevin nggak bisa kembali.. kita udah beda Bang.." jelas Kevin pelan.

Mendengar perkataan Kevin barusan, membuat Willy semakin tertohok, ia menggeleng menangis.

"Nggak Kevin! buktinya kamu bisa ketemu Abang, bisa pegang tangan Abang sekarang!" ujar Willy tak terima.

"Bang! Kevin dateng cuma mau melepas rindu Abang, Kevin juga mau bilang sesuatu..."

Willy semakin mengeratkan genggamannya,

"Kamu nggak boleh pergi Kevin! kamu tau 5 tahun Abang menderita.. Abang gak mau kamu pergi, tolong.." ujar Willy pilu.

"Bang.. Ikhlasin Kevin yaa... Abang mau kan lihat Kevin bahagia? hm?.."

"Kevin tau Abang menderita, tapi Kevin lebih menderita Bang, liat Abang gak bisa ikhlasin Kevin, Kevin mohon sama Abang... jangan bikin Kevin semakin ngerasa bersalah.."

Willy melepas genggamannya pelan, lalu terdiam, ia berbalik bahunya bergemetar hebat.

"Kalo gitu kenapa kamu temui Abang?" ujar Willy pelan, dengan posisi membelakangi Kevin.

"Kevin kangen Abang, maafin Kevin bang.."

"Kalo gitu pergi, jangan sampai Abang liat kamu menghilang.."

Kevin melangkah mendekati kakaknya, ia berjalan menghadap kakaknya, matanya memerah, ia masih terisak.

"Kevin minta maaf, karna semakin membuat Bang Willy sedih.." ujarnya pelan.

"Bang lihat Kevin, mohon.."

Willy memejamkan matanya sejenak, menghela pelan, mencoba menahan agar tidak menangis lagi, setelahnya ia menatap sang adik dengan penuh sendu.

Saat itu Willy tersadar, Haikal dan Kevin memang berbeda, mereka hanya mirip.

"Kamu lebih tampan dari Haikal.." ujar Willy mengusap rambut Kevin dengan pelan.

"Abang ikhlasin Kevin pergi yaa.." ujar Kevin.

"Abang boleh peluk kamu?"

"Tentu!"

Willy memeluk erat sang adiknya, ia berharap tak bangun dari mimpinya jika memang ini mimpi, Willy ingin lebih berlama lama dengan Kevin.

"Kalo Abang bahagia, Kevin juga bahagia.." ujar Kevin yang dapat Willy dengar.

"Abang gak mau kehilangan kamu lagi.." Willy menangis pilu.

Willy benar benar tak ingin kehilangan Kevin lagi, ia ingin egois saja, agar bisa terus bersama Kevin.

Perlahan Willy merasakan, pelukan itu terlepas, menghilang.

"Kevin pergi ya Bang.." ujar Kevin pamit.

Setelah tubuhnya menghilang, kini Willy hanya memeluk angin saja, Kevin sudah hilang, adiknya sudah pergi, ia terduduk lemas, menangis hebat.

"Kenapa?"

"Kenapa harus Kevin yang kamu ambil! Kenapa!!" teriak Willy, air matanya tak dapat berhenti, ia menangis hebat.

Pukul 02.34

"KEVIN!"

Willy terbangun, menoleh sekeliling yang tampak gelap, terasa sepi.

Selly sang istri pun ikut terbangun, dan melihat Suaminya cemas.

"Mas..."

Willy menghela pelan, matanya mulai memanas, lagi ia menangis, Willy terbangun dari mimpinya barusan.

Selly mengelus pundak sang suami, ia tau suaminya mimpi Kevin lagi dan ini entah untuk kesekian kali.

"Mimpiin Kevin lagi?" tanta Selly pelan.

Willy menunduk, membiarkan sang istri mengelusnya, menenangkan dirinya.

"Aku ambil minum dulu ya mas.." ujarnya pelan, lalu Selly beranjak mengambil segelas air putih di dapur.

Sementara Willy masih terisak pelan, ia menunduk.

"Kevin... abang kangen.."

Willy semakin merindukan adiknya, ia benar benar sangat merindukannya sekarang.

Tak lama beberapa menit kemudian, Selly kembali dengan segelas air putih dan obat penenang yang biasa Willy minum saat mimpi buruk.

"Ini mas.."

"Makasih," Willy mengambil 1 kapsul lalu meneguknya bersamaan dengan segelas air hangat yang istrinya bawa.

Selly meletakkan nampannya di meja kecil, setelahnya ia kembali merapihkan selimut dan mendekati suaminya.

"Udah enakan?" tanya Selly.

"Sel," panggil Willy pelan.

"Kenapa mas? kamu mimpi apa? cerita sama aku mas, aku disini, aku selalu disamping kamu..." ujar sang istri mendekatkan Willy kedalam dekapannya dengan lembut.

"Kenapa Kevin datang terus?" tanya Willy pelan.

Selly menghela pelan, mengelus pundaknya pelan, sesayang itu Willy dengan Kevin.

"Kamu masih belum ikhlasin Kevin mas... udah 5 tahun.." ujar Selly.

Lalu Willy kembali posisi duduk, menatap sang istri sendu.

"Katakan.. gimana? Gimana caranya supaya aku bisa ikhlas?"

Selly menggenggam tangan Willy, menatapnya dengan tatapan mendalam.

"Ikhlas itu dari hari kamu mas... Kamu bisa aja bilang kamu udah ikhlas, tapi sejujurnya hati kamu masih berharap Kevin kembali..."

"Mas.. maaf kalo aku lancang, aku rasa Kevin belum bahagia disana, karna kamu masih belum ikhlasin dia mas.."

"Aku yakin, Kevin pasti bahagia kalo kamu benar benar menerima takdir, dan aku juga yakin Kevin juga pasti seneng mas.."

"Jangan nyiksa diri kamu sendiri mas.. aku juga udah ikhlasin ayah pergi kok, jadi kalo aku bisa, kamu juga harus bisa mas.."

Willy tersadar, ternyata selama ini ia hanya egois, memikirkan perasaannya saja, padahal istrinya pasti lebih menderita yang kehilangan Ayahnya juga.

Selly pasti kesepian, tidak ada Ayah dan Ibu yang menemani dia, dan lagi.. Selly harus berusaha baik baik saja dihadapannya, padahal wanita itu pasti juga sangat merindukan Ayahnya.

Willy egois, benar benar egois, Selly bahkan lebih membutuhkan perhatian lebih, karna kesepian.

"Maaf.." ujar Willy.

"Untuk apa mas?"

"Kamu kesepian, aku terlalu egois sampai sampai gak sadar kamu lebih menderita.."

"Mas.. didunia ini semua punya ujian masing masing, dan aku ngerti apa yang kamu rasakan mas.. kehilangan memang berat buat kita ikhlasin, tapi dengan kehilangan itu juga buat kita sadar, kalau kita harus lebih kuat dan sabar.."

Willy menatap sang istri dengan haru, lalu ia tersenyum mendekap sang istri.

"Makasih sayang.. aku bersyukur bisa memiliki kamu," ujar Willy.

Selly tersenyum, lalu kembali posisi duduk, dan mereka saling tatap.

"Besok sebelum kita kerja, kita temui Kevin ya mas.." ajak Selly, lalu Willy mengangguk.

"Ayah juga ya.."

Selly tersenyum, mengangguk sebagai jawaban iya.

"Sekarang.. kita tidur lagi.."

Willy merapihkan selimutnya, lalu berbaring begitupun Selly, mereka saling menatap, lalu saling mendekap satu sama lain, hingga benar benar merasakan kehangatan dan kembali terlelap.