Brakk!!
Haikal, Yanu & Jian terkejut saat pintu terbuka, menampilkan Willy.
Pria itu mendekati Haikal, dengan raut wajahnya yang tampak cemas.
"Bang Wil," ujar Haikal, yang posisinya setengah berbaring.
"Haikal! Kamu gak apa-apa? Mana yang sakit? Kenapa bisa jadi gini?" Tanya Willy cemas.
Haikal terkekeh pelan, melihat tingkah Willy yang teramat panik.
"Gue gak apa apa bang," jawab Haikal sembari tersenyum.
"Abang denger anak anak itu ngomongin kamu, katanya kamu pinsan, makanya Abang nelpon kamu," jelas Willy masih khawatir.
"Gue baik-baik aja kok, gak usah khawatir ya bang," ujar Haikal meyakinkan Willy.
Sementara dua pria yang sedari tadi melihat, hanya diam saling menatap, raut wajahnya tampak bingung, yang mungkin mereka bertanya siapa pria itu?
Haikal yang menyadari itu menoleh menatap Yanu dan Jian bergantian.
"Ini Bang Willy," ujar Haikal.
Lalu Jian mengangguk paham.
"Oh.. yang nelpon Haikal ya, itu saya yang angkat bang!" Ujar Yanu, ia berdiri seraya berkenalan.
"Yanuarta, temen Haikal, itu Jian, sama temen Haikal juga," ujar Yanu.
"Ah iya.. salam kenal!"
...
Haikal dan Willy hanya ber2 sekarang.
Haikal menyuruh Yanu dan Jian untuk meninggalkan mereka berdua dulu, sampai akhirnya kini mereka hanya berdua diruangan vip.
"Maaf, abang lancang lagi," ujar Willy.
"Ck.. nggak apa-apa bang, lagian kita udah saling kenal kan?" Kekeh Haikal pelan.
Willy tersenyum, mengelus rambut Haikal, sementara yang di elus hanya terdiam, sembari tersenyum.
"Sekarang udah baikan?" Tanya Willy.
"Lumayan, tapi masih sakit."
Tok.. Tok.. Tok..
Willy dan Haikal menoleh kearah pintu.
"Permisi pak, ada titipan dari Bunda nya Haikal, untuk makan siang," ujar Suster itu sembari menyerahkan plastik putih yang berisi beberapa sandwich.
"Makasih suster," ucap Haikal.
Sepeninggalan suster, Willy membuka plastik nya lalu mengeluarkan mangkuk plastik berisi bubur, untuk Haikal.
"Bunda kamu kemana?" Tanya Willy.
"Di kantor, pagi disini, tapi gue suruh ke kantor.." jawab Haikal, mengambil mangkuk berisi bubur dan sendok.
"Kenapa gitu?"
"Gue gak mau bikin Bunda nambah pikiran lagi, lagian gue ada Yanu sama Jian yang jaga disini."
"Kamu dewasa juga ternyata," kekeh Willy.
Haikal tertawa kecil, tangannya sibuk membuka bubur yang akan ia makan, sementara Willy menatap Haikal penuh harap.
"Mm.. Haikal," panggil Willy pelan.
Haikal hendak menyendok bubur, namun terhenti, ia menatap Willy.
"Kenapa Bang?"
"Abang boleh suapin kamu?" Tanya Willy ragu.
Haikal bengong sejenak, rasanya mendadak canggung, ia menggaruk kepalanya, sembari terkekeh.
"Abang mau suapin Haikal?" Tanya Haikal dengan nada canggung.
Sementara Willy mengangguk sembari tersenyum.
"Boleh.."
Haikal menyerahkan semangkuk buburnya pada Willy, membiarkan Willy menyuapinya.
Ada perasaan senang di keduanya, Haikal merasakan hangatan seorang ayah, sementara Willy merasakan kehangatan Kevin dalam diri Haikal.
"Enak?" Tanya Willy.
"Hambar bang," jawab Haikal.
Willy terkekeh pelan, lalu kembali melanjutkan menyuapi Haikal yang sudah ia anggap adik sendiri.
"Abang mimpi Kevin semalem," ujar Willy pelan.
Lalu Haikal hanya mendengar, membiarkan Willy bercerita.
"Kevin bilang, dia bahagia kalo abang ikhlasin dia.."
Pernyataan itu membuat Haikal menatap Willy dalam, sebegitu dalamnya rasa sayang Willy pada Kevin.
"Bang Willy udah ikhlas?" Tanya Haikal.
"Mungkin iya.. semoga Kevin bahagia, abang juga bahagia.." jawabnya pelan.
"Sesayang itu sama Kevin Bang?"
"Hm.. abang sayang banget, karna Kevin satu satunya keluarga sedarah yang abang punya."
"Haikal kan ada, Bang Willy gak usah khawatir.. selama Haikal ada, Bang Willy bisa temuin Haikal kapan aja.."
Willy tersenyum mengangguk, "Makasih udah mau deket sama Abang," ujar Willy.
...
"Bang Willy gak ke kantor?"
"Sebentar lagi, tapi temen kamu belum dateng, abang gak mau kamu sendirian.."
Haikal terkekeh pelan, lalu mengambil ponsel yang ada diatas meja, sampingnya.
"Mau ditelpon suruh kesini?" tanya Haikal.
"Kamu ngusir Abang?"
"Ckk.. Haikal gak mau beban Abang bertambah, Haikal tau abang sibuk."
"Tapi kamu sendirian disini, kalo ada apa apa gimana?"
"Gue udah gede bang!"
Willy menghela pelan, "Haikal.."
"Kenapa bang?"
"Sebesar apa masalah kamu sama Andhika sampai harus kayak gini?" tanya Willy yang sedari tadi ingin menanyakan itu.
Haikal terdiam, lalu menatap Willy.
"Andhika hancurin makam Ayah," ucap Haikal pelan.
Willy terkejut setelah mendengar faktanya barusan, yang benar saja, itu terlalu kejam.
"Andhika selalu libatin Ayah, kalo mau balas dendam.."
Willy terdiam mendengarkan dan membiarkan Haikal berbicara.
"Mungkin cuma karna masalah peralihan perusahaan, Andhika jadi benci sama Haikal... dan Haikal juga gak tau kenapa dia suka mancing keributan," jelas Haikal.
"Padahal dulu kita deket banget," kekeh Haikal.
"Trus kamu maafin dia?" sela Willy.
"Kali ini udah keterlaluan, Haikal gak bisa maafin Andhika lagi."
"Gak apa-apa, bukan salah kamu juga kok.." Willy menepuk pundak Haikal pelan.
"Eumm.. jam berapa bunda kamu pulang?" tanya lagi Willy.
"Nggak tau, mungkin sore.."
Tok.. Tok..
Haikal dan Willy menoleh ke arah pintu, yang barusaja terbuka, Yanu dan Jian memasuki ruangan sembari membawa kresek hitam berisi makanan.
"Kalo gitu, abang pamit ya.. telpon abang kalo ada apa-apa.."
Haikal mengangguk, lalu Willy beranjak pamit.