Chereads / HAIKAL / Chapter 9 - PART : AKU TIDAK SEPERTI BUNDA

Chapter 9 - PART : AKU TIDAK SEPERTI BUNDA

Bugh!!

Haikal mendaratkan pukulan keras, membuat sang lawan tersungkur.

Suasana kampus mendadak ramai, dan semua mata hanya tertuju pada Haikal dan Andhika yang tengah beradu pukul.

"Haikal udah! Dia mancing lu kal!" Yanu berusaha menghentikan Haikal yang sudah diluput rasa marah.

Tangannya mencengkram kuat kerah Andhika, matanya memerah, dan Haikal sangat amarah saat ini. Sementara sang lawan hanya tersenyum santai.

"Minggir Yan!" Tukas Haikal.

Lalu ia menarik kerah Andhika, dan lagi.

Bugh!!

Haikal memukul Adhika bukan sekali, tapi berkali kali, pemuda itu mendaratkan pukulannya.

Sementara Jian dan Yanu hanya bisa melihat, berkali kali mereka menghentikan Haikal tapi Andhika selalu memancingnya, dan membuat Haikal marah.

"Panggil Om nya gih, Andhika bisa mati kalo Haikal gak berhenti mukul!" panik Jian.

"Oke, gue kesana!" Yanu segera berlari menemui Pak Agan, Om Haikal.

Kembali pada Haikal dan Andhika, mereka masih bercengkrama kuat.

"Gue tau lo mancing gue! dan lo berhasil buat gue marah! tapi ingat, lo gak berhak ngehina bokap gue!" sarkas Haikal menatap tajam pada Andhika.

"Hahaa.. Haikal Haikal ternyata ini kelemahan lo!" kekeh Andhika.

"Bangsat!"

Bugh!!

"Uhuk uhuk" Andhika terbatuk, wajahnya sudah babakbelur, ia tak melawan saat Haikal memukulinya, lagi lagi ia hanya tersenyum.

"Mati lo Haikal," sarkas Andhika.

"Rencana lo berhasil!" Haikal berdiri menunduk matanya masih menatap tajam pada Andhika yang tengah berbaring, meringis kesakitan.

Haikal menginjak dada Andhika, yang membuat sang empu terbatuk batuk, menahan sesak nafas.

"Gimana kalo sekalian gue bunuh lo aja," ujar Haikal santai.

"Bangsat!" umpat Andhika.

Sementara, Yanu sudah sampai diruang direktur, tanpa menunggu lama, ia langsung memasuki ruangan Pak Agan tanpa mengetuk pintu.

"Pak!"

Agan menoleh bingung saat Yanu memasuki ruangannya yang rupanya sedang ada tamu, Pak Willy.

"Kenapa? Kamu gak ketuk pintu dulu!" ujar Agan.

"Haikal pak!"

"Haikal kenapa?" tanya Agan mulai panik.

"Berantem sama Andhika!"

"Apa?!"

Agan berlari cepat, bersama Yanu diikuti juga oleh Willy yang ternyata juga ikut panik.

Tak butuh waktu lama, Willy mendapati Haikal yang tengah meninjak sang lawan.

"HAIKAL STOP!"

Bukan suara Agan, tapi Willy.

Haikal mendengar itu seketika berhenti, hendak mendaratkan pukulan namun tangannya terhenti karna suara itu.

"Haikal! ikut saya sekarang!" ucap Agan geram.

"Kalian semua masuk, bubar!!" itu suara Jian.

...

"Jelaskan apa yang terjadi!"

Haikal dan Andhika saat ini berada diruangan konseling, yang Agan tangani langsung.

"Andhika.. bisa kamu telpon ayah kamu kesini?" tanya Agan.

"Ayah saya sibuk pak, gak bisa.." Jawab Andhika santai.

Sementara Haikal matanya tak beralih sedikitpun teralih, hanya menatap Andhika.

"Haikal-"

Brakk!!

"Haikal!"

Bunda Haikal segera memasuki ruangan konseling, dan langsung mendekati Haikal.

"Ya allah nak, kamu gak apa apa?"

Sementara Haikal mengalihkan pandangannya menatap ke kanan, enggan menatap siapapun saat ini.

"Haikal nggak apa apa, tapi saya yang babak belur tante.." ujar Andhika.

"Banjingan!" umpat Haikal pelan.

Bundanya terkejut melihat Andhika yang wajahnya dipenuhi lebam, dan luka.

"Ya ampun, Haikal.. kamu ngelakuin apa sampe Andhika banyak luka gini!" ujar Bundanya.

"Minta maaf sama Andhika nak," tuturnya lagi.

Haikal tak menggubrisnya, tak menyahut atau mengucap sepatah katapun. ia hanya diam, enggan rasanya untuk berbicara.

"Haikal!"

Haikal menatap Bundanya yang saat ini mulai marah, lalu Bundanya mendekati Andhika.

"Tante minta maaf atas kelakuan Haikal," ujarnya pelan.

"Ngapain minta maaf nda?" Haikal mulai bersuara.

"Kamu udah bikin ribut, Andhika kayak gini juga karna kamu pukul."

"Haikal nggak salah nda, buat apa minta maaf sama orang yang udah hina Ayah!" tukas Haikal.

Setelahnya ia berbegas pergi, meninggalkan ruang konseling dengan perasaan penuh amarah.

"Haikal.."

Langkahnya terhenti setelah seseorang yang mungkin sedaritadi menunggunya di depan ruang konseling.

Willy.

"Kadang nggak harus yang salah untuk meminta maaf.. tapi kita perlu mengalah untuk membuat suasana lebih baik," ujar Willy tersenyum simpul.

Haikal mendongak sembari memejam sejenak, lalu berbalik menatap Willy.

"Saya nggak bisa mengalah... Saya bukan Kevin yang bisanya cuma diam, jangan samakan saya dengan adik anda.. Kevin ya Kevin, Saya ya Saya!" tekan Haikal pada kalimat akhir.

Hal itu membuat Willy diam terbatu, ingin mengucap tapi tidak bisa. lagi dan lagi Willy benar benar tertampar, memang benar Haikal ya Haikal, bukan Kevin, dan Haikal tidak bisa menjadi Kevin. Mereka jelas berbeda.

Haikal berbalik berjalan meninggalkan Willy yang terdiam mematung, Haikal perlu menjernihkan pikirannya saat ini.

Jika berada disituasi sekarang, hanya ada 1 tempat yang Haikal tuju, apalagi selain makam Ayahnya.

Haikal berjalan menelusuri beberapa koridor kelas, beberapa siswa menolehnya karna melihat keributan pagi tadi, Haikal tidak berniat masuk kelas saat ini.