Haikal membuka pintu kamarnya, hari ini ia ada kelas pagi, itu sebabnya dia bangun lebih pagi, meskipun semalam ia tidak bisa tidur.. Tapi tugas kuliah membuat dia mau tidak mau harus ke kampus.
Haikal berjalan menuruni tangga, perlahan lahan matanya mulai menangkap sosok wanita paruh baya yang tengah sibuk menyiapkan sarapan pagi di dapur, siapa lagi jika bukan Bunda nya dan Bi Ani.
"Pagi tuan Haikal," sapa Bi Ani setelah melihat Haikal mulai mendekatinya.
Haikal hanya membalas senyuman singkat, lalu kembali memasang muka datar, tak berniat menyapa Bundanya, Pria itu meraih sendok dan selai lalu mengolesinya dengan roti untuk ia santap.
Tak lama kemudian Bunda mendekatinya membawa sepiring nasi goreng dengan sosis dan telur ceplok kesukaannya, Haikal yang melihat itu hanya diam melanjutkan kegiatannya mengoles selai.
"Maaf.."
Itu yang Haikal dengar dari mulut Bundanya, wanita itu masih menatap Haikal, sementara yang ditatap masih enggan untuk membuka suara.
"Bunda gak bermaksud nampar kamu, maafin Bunda.." ujar sang Bunda masih berusaha merayu putra sulungnya.
"Bi.. Haikal pamit, udah telat soalnya.." ujar Haikal tak menghiraukan ucapan Bundanya.
Sementara Wanita itu tampak terdiam, hatinya merasa teriris disaat Haikal bersikap acuh, iya tentu saja, anak mana yang tidak sakit hati ketika ia membela Ayahnya tapi malah dibalas tamparan oleh Bunda nya.
"Tuan Haikal mungkin masih marah, nyonya yang sabar yaa..." ujar Bi Ani.
"Iya Bi, makasih yaa.. saya juga nyesel kenapa saya nampar dia," jawab nya lirih.
...
Haikal membuka pesan masuk barusan, ternyata dari Bunda nya, siapa lagi memang.
'Bunda gak suruh kamu minta maaf, Bunda yang salah.. maafin Bunda sekali lagi.. Bunda harap kamu pulang cepet, temenin Bunda ketemu Ayah.'
Haikal tak membalasnya, ia kembali memasukkan ponselnya kedalam saku, lalu berjalan ke kelasnya setelah sampai di kampus.
...
ANDHIKA RAIHAN
Di kediamannya, Andhika bersama Ayahnya di ruang makan sebelum berangkat ke kampus.
"Kenapa lagi kamu sama Haikal?" tanya pria paruh baya itu mengintimidasi.
"Ayah tau kan dari dulu Andhika gak suka Haikal," jawab Andhika.
"Terus kamu cari gara-gara biar Haikal dikeluarkan dari kampus?" tanyanya lagi kali ini lebih dingin.
"Ayah kenapa selalu bela anak pembunuh itu!" sarkas Andhika.
"Udah umur berapa sekarang kamu Andhika?"
"Ayah-"
"Kenapa kamu gak pernah bersikap dewasa?"
Andhika terdiam, hatinya merasa tersinggung belum juga Ayahnya menceramahinya tapi Andhika sudah dirasa geram.
"Kamu pikir gak kamu bakal gantiin Ayah di perusahaan nanti? kamu bakal punya istri yang harus kamu didik... jangan mentang-mentang kamu masih kuliah kamu bisa seenaknya!" tekan Ayahnya.
"Andhika gak peduli! yang pasti Andhika gak suka lihat Haikal bahagia! dia harus menderita Ayah! dia harus ngerasain kehilangan juga!"
"Kamu gak mikir Haikal juga kehilangan Ayahnya saat Ayahnya nyelametin Kakek kamu!" bentak Ayahnya.
"Terus aja bela Haikal! Andhika benci Ayah!!"
Andhika bergegas tak sopan, ia pergi keluar rumah sembari membawa motornya.
"Dasar anak kurang ajar!" umpat Ayahnya.