Bab 9.
Tak terasa mobil memasuki halaman cafe. Setelah memarkirkan mobil, kami cari tempat duduk yang mengarah ke taman cafe. Di sini ada live musik juga, tapi hanya week-end saja. Kalau hari biasa, hanya terdengar suara musik dari sound system, itu cukup membuat suasana rileks dan nyaman.
Baru saja duduk di bangku cafe, kami sudah di suguhkan lagu romantis yang berjudul: "nothing's gonna change my love for you" versi grup band Weslife.
🎵Nothing's gonna to change my love for you.
You already know by now how much I love. you. One thing you can be sure of.
I'll never ask for more than your love.
Nothing's gonna to change my love for you.
You already know by now how much I love you. The one that changed my whole life through. But nothing's going to change my love for you.
*****
Tak terasa mobil memasuki halaman cafe. Setelah memarkirkan mobil, kami cari tempat duduk yang mengarah ke taman cafe. Di sini ada live musik juga, tapi hanya week-end saja. Kalau hari biasa, hanya terdengar suara musik dari sound system, itu cukup membuat suasana rileks dan nyaman.
Baru saja duduk di bangku cafe, kami sudah di suguhkan lagu romantis yang berjudul: "nothing's gonna change my love for you" versi grup band Weslife.
Tak lama datang seorang pelayan membawa buku menu dan sebuah catatan kecil. Aku Langsung pesan dua porsi, menu spesial di warung ini. Arini menggangguk tanda setuju, yang penting makan dan kenyang.
Sekali lagi aku minta maaf, karena sudah menuduh Arini yang beritahukan nomor hape dan alamat rumah pada Rendy. Arini maklum, karena hanya dia sahabat dekatku.
Sementara si Rendy banyak cara untuk bisa dapatkan apa yang di inginkannya. Sedang asik melamun, hapeku bergetar. Ada pesan masuk di aplikasi berwarna hijau. Begitu lihat
Pengirim tanpa nama, aku perlihatkan ke Arini isi pesannya.
"Loh, ini siapa Zaa?" tanya Arini bingung.
"Hm, gak tau! Kamu baca aja semua pesannya," ucapku.
"Gak usah kamu balas lagi semua pesannya, Za! Pasti dia berhenti mengirim pesan!" saran Arini.
"Iya juga," sahutku sambil mengacungkan jempol ke arahnya.
"Sebenarnya aku penasaran sama cowok depan rumah. Tapi dia masih ada ceweknya!" jelasku.
"Aihh, kamu mau cowok itu putus dengan ceweknya?!" tanya Arini kaget.
"Hm, gitu deh," sahutku.
"Idiihh, jahat banget sih!" protes Arini.
"Haa-haa, sesekali jahat untuk bahagiakan diri sendiri, gak salahkan," celetukku.
"Ada-ada saja kamu, Zaa," Arini hanya bisa gelengkan kepala.
Dari jauh, pelayan membawakan pesanan kami. Dua piring steak dan kentang goreng plus nasi putih. Siang ini aku ingin makan sepuasnya, untuk menghilangkan rasa kesal.
"Zaa ... kalau seperti ini cara makan kamu, entar gak langsing lagi dong," protes Arini saat lihat aku menambahkan nasi ke piring.
"Biarin aja deh, yang penting gak kesal lagi." ucapku sambil tertawa.
Sepiring steak dan kentang goreng serta sepiring nasi putih, sudah habis tak bersisa. Sambil meneguk es lemon tea, ku usap perut yang kekenyangan.
Tring ... tringg ...
Ada notifikasi masuk ke hapeku, pasti cowok iseng tadi yang kirim pesan. Dugaanku benar, mungkin dia penasaran, aku online tapi tak membalas pesannya.
*******
"Zaa, hape kamu bergetar tuh," ucap Arini.
"Biarin aja, Rin! Biar dia mati penasaran denganku," jawabku ketus.
"Maksud kamu, pengirim pesan yang iseng itu, ya?" tanya Arini bingung.
"Siapa lagi, kalau bukan dia!"
"Nanti bukan dia, tapi Bunda kamu! Memang udah kamu lihat pesannya?"
"Belum!"
"Hm, kepede-an banget sih," ledek Arini.
Ucapan Arini ada benarnya juga, gegas ku raih hape di dalam tas, lalu mengusap layarnya. Ternyata Arini benar, Bunda yang mengirim pesan padaku.
["Assalamualaikum, Za! Kamu di mana?"]
["Wa'alaikumsalam, Bunda. Za sedang bersama Arini,"] balasku.
["Ini ada kiriman buket lagi untuk kamu!"]
["Coba fotokan, Bunda!"] pintaku.
Bunda langsung mengirim foto serangkai bunga berwarna merah muda ke hapeku.
["Bund, buang aja buket itu ke tempat sampah! Itu ulah lelaki pengecut,"] ucapku.
["Ya-sudah, Bunda letak aja di pos jaga! Sekalian pesan ke Pak Dirman gak usah terima lagi kalau ada kurir yang antar buket!"]
["Nah, itu ide yang bagus, Bund,"] sahutku.
Foto yang di kirim Bunda tadi, aku jadikan status di aplikasi berwarna hijau. Dengan caption "beginilah ulah lelaki pengecut, baiknya di buang ke tempat sampah."
"Gila kamu, Za! Buket seindah itu di buang begitu saja!" protesnya.
"Biarin, gak perlu di simpan!" jawabku ketus.
"Kalau kamu mau, ambil saja di tempat sampah rumahku!"
"Sudah rusak dan berbau, dong!" kata Arini.
"Ya- jelaslah!" sahutku tersenyum puas.
Tring ... tringg ...
Ada pesan masuk lagi di aplikasi yang sama, begitu di lihat siapa pengirimnya, ternyata ramai komentar dari teman di grup kampus.
["Mau dong buketnya, Zaaa."] kata mereka, sambil mengirim emoji senyum sedang menjulurkan lidah.
["Ambil saja di dalam tempat sampah depan rumahku, guys!"] balasku.
"Oteweee," sahut mereka sambil kirim emoji tertawa sampai mengeluarkan air mata.
Ada-ada saja tingkah teman-teman di grup kampus. Sengaja aku kirim ke status tentang buket itu, pasti si pengirim lihat dan baca. Biar dia tau, kalau aku tak suka menerima apapun dari-nya.
*******
Ternyata dugaanku benar, cowok pengecut itu kirim pesan lagi padaku. Kali ini bukan kata rayuan, melainkan kata sesal.
"Kenapa di buang sih buketnya, sombong banget!" tulisnya dengan emoji wajah bertanduk.
Mulai sekarang dan seterusnya, semua pesan darinya tak akan aku balas. Biarkan sampai dia berhenti sendiri. Paling menyakitkan itu, bila pesan di baca, tapi tak di balas. Kalau aku blokir berarti sama saja pengecut dengan dia.
Biar cowok playboy itu tau, tak semua apa yang di inginkannya bisa tercapai. Selama ini bermodalkan kaya dan ganteng semua cewek di kampus bertekuk lutut. Baru kali ini ada cewek yang berani menolaknya, yaitu aku seorang gadis yang bernama Zahrana Bilqis.
Tak lama nampak mobil sedan berwarna silver membunyikan klakson. Ia berhenti di halaman resto, sambil membuka kaca. Tampak seorang cowok melambaikan tangan ke arah kami.
Begitu di amati ternyata itu si Angga, kekasih Arini. Kami pun segera menyudahi acara makan siang. Arini mengucapkan terima kasih atas traktirannya. Ia lebih dulu pergi meninggalkan resto, kemudian naik ke mobil Angga. Setelah membayar di kasir, aku keluar menuju parkiran, lalu segera pergi.
Di dalam mobil, melihat Arini dan kekasihnya tadi, aku jadi teringat dengan cowok tetangga. Sampai di rumah akan ku cari informasi tentangnya dari Bunda atau Papa. Rasa penasaranku semakin menjadi-jadi.
Sebelum melihat cowok tetangga itu, aku tak pernah peduli dengan cowok mana pun. Tapi ini berbeda, melihatnya sekilas saja rasanya dada ini berdesir dan menghangat. Apakah ini yang di namakan jatuh cinta pada pandangan pertama? Tapi cowok itu sedang berpacaran,
haruskah ku rebut dia dari kekasihnya?
Akan tetapi, kata hati ini bertentangan dengan keinginan. Setiap malam aku selalu duduk melamun di balkon, sekedar menunggu cowok itu pulang kerja. Kadang sampai larut malam aku menunggu, mungkin cowok itu tau kalau aku sedang mengawasinya dari balkon.
Bersambung ....