Bab 11.
Mendengar cerita Bunda tentang cowok itu, rasanya hati ini ingin teriak bahagia. Berarti statusnya sekarang jomblo sama denganku. Tapi aku masih ragu, cowok setampan dan semapan dia, pasti banyak di kelilingi oleh wanita cantik dan kaya. Apa dia mau dan suka denganku? Seorang mahasiswi yang belum jelas masa depannya.
"Zaa ... kok malah melamun? Bukannya pergi kuliah?!" tanya Bunda.
"Oh-eh-iya, Bund, ini Za mau pergi!" jawabku sambil mencium kedua pipi dan punggung tangan wanita yang ku sayang.
"Za berangkat ya, Bund!"
"Iya, Hati-hati di jalan, Nak!" ingatnya.
Hari ini aku ada kuliah pagi, jadi jadwal masuknya hampir sama dengan orang pergi ke kantor. Syukurnya Papa dan Bang Rey sudah pergi lebih dulu. Kalau tidak, aku selalu jadi bahan ejekan mereka.
Ku raih tas sandang di atas meja, lalu keluar menuju garasi. Begitu hendak masuk ke dalam mobil, ku dengar suara pintu pagar di seberang rumahku terbuka. Seorang lelaki tinggi, berkulit sawo matang, serta berpakaian rapi sedang mendorong pagar.
Aku tertegun menatapnya dari balik garasi. Ku urungkan niat untuk masuk ke mobil, Malah mengeluarkan hape. Diam-diam aku videokan cowok itu, mulai ia mendorong pagar hingga masuk ke dalam mobilnya.
Tak lama setelah cowok itu pergi, keluar lelaki seumuranku, ia mendorong dan menutup kembali pagar rumahnya. Seharusnya aku cocok dengan lelaki tadi, bukan malah naksir kakaknya. Memang hati ini sulit di tebak kemana arah cintanya berlabuh.
Ternyata Pak Dirman diam-diam melihat semua tingkahku dari balik mobil. Ia tertawa sambil menggelengkan kepala.
"Cowok yang naik mobil tadi, memang keren ya, Non!" celetuknya ketika membukakan pagar untukku.
"He-hee, Pak Dirman naksir juga dengan cowok itu?" ledekku.
"Idiih, jeruk makan jeruk, dongg," sahutnya sambil tertawa lebar.
Mobilku segera berlalu meninggalkan rumah. Mengingat ucapan Pak Dirman, security tadi, membuatku jadi senyum sendiri. Suatu hal yang luar biasa menurut keluarga, jika aku naksir seorang cowok. Karena aku belum pernah membawa lelaki mana pun ke rumah.
******
Jalanan pagi ini tampak macet, maklumlah mobilku melewati pasar induk. Karena lewat jalan ini, jarak ke kampus lebih dekat. Apalagi masuk kelas pagi harus bertemu dosen killer Miss Tina itu lagi.
Walaupun killer tapi Miss Tina tak pelit memberi nilai. Hanya itu nilai plus yang ada di dirinya selebihnya jutek habis. Efek lama menjomblo ya seperti itulah, jadi perawan tua. Umurnya sudah masuk kepala tiga.
Mobilku memasuki halaman parkir kampus. Dari jauh ku lihat Arini baru saja turun dari mobil, ia di antar oleh kekasihnya si Angga. Mereka beda kampus, tapi jarak kampus Angga hanya setengah jam dari sini.
Angga seorang anak jurusan teknik jadi jadwal masuk kampusnya gak sepagi jadwal kami. Mereka kuliahnya santai kebanyakan praktek daripada teori.
"Hay, Za! Tumben datang tepat waktu!?" sapa Arini sambil jalan beriringan di sebelahku.
"Biasalah, kelasnya dosen killer jadi gak usah cari gara-gara," jelasku.
"Hee-hee, anak-anak yang lain juga sama pikirannya dengan kita," kata Arini.
"Ehh, udah tau gak gosip terhangat minggu ini?" ucap Arini penuh semangat.
"Memangnya ada yang lebih hangat dari pada gorengan di kantin kita?!" celetukku.
"Haa-haa, ini lebih panas dari pada gorengan yang baru di masak!" kelakar Arini.
"Apa-an sih, jadi penasaran nih," ucapku.
"Mau tau aja atau mau tau bangeet nih?" Arini mulai membuat aku kesal.
"Hm, ngajak ribut nih!" ucapku.
"Eeh, lihat tuh, sumber gosip di kampus minggu ini!" Arini menunjuk ke arah cowok belagu yang membuat heboh kemarin.
"Sudah ku duga, pasti cowok itu biang gosipnya!"
"Aku malas mendengarkan semua tentang dia! Gak penting juga," ucapku ketus.
Arini yang ingin bercerita jadi terdiam, dia jadi tak bersemangat karena aku tak suka mendengar gosip darinya. Kami saling diam dan berjalan menuju kelas lalu duduk di kursi masing-masing.
Baru saja masuk ke kelas, Miss Tina sudah datang dan menyapa semua mahasiswa.
"Good Morning everybody," sapanya.
"Morning, Miss," sahut kami serentak.
"Baiklah, pagi ini saya ingin meminta kalian untuk mengumpulkan tugas, yang saya berikan tiga hari yang lalu!" titahnya.
Sebagian mahasiswa terdengar ricuh, pasti mereka belum menyelesaikan tugas yang di berikan Miss Tina. Biasanya tugas itu hanya di kumpul seminggu sekali. Nah, ini baru tiga hari sudah di tagih oleh beliau.
******
Dengan langkah santai, aku maju ke depan kelas untuk mengumpulkan tugas. Di susul oleh teman-teman yang lain. Seperti biasa yang sudah selesai tugas harus presentase di depan kelas untuk mendapatkan nilai tambahan dari Miss Tina.
Berdasarkan nilai dari tugas tersebut, Miss Tina menyebut nama mahasiswa/i yang maju ke depan untuk presentase. Lagi-lagi aku-lah orang pertama yang di panggil untuk maju.
"Bersiap untuk Zahra, silakan maju ke depan!" titahnya.
"Baik, Miss," jawabku.
Dengan lancar dan menggunakan bahasa Inggris, ku uraikan semua hasil tugas sesuai dengan yang tertulis di buku catatan. Satu hal lagi yang membuatku lebih unggul dari teman lain adalah, cara pengucapan bahasa Inggris itu tepat sekali.
Tidak seperti kebanyakan orang, yang kelihatan menghapal kata-kata. Hingga terdengar kaku cara pengucapannya. Jelas saja aku bisa lancar mengucapkan bahasa Inggris tersebut, sebab sejak sekolah Teka sudah belajar dan les bahasa Inggris sampai SMA.
Bunda memasukkan aku sekolah berbasis dua ilmu bahasa. Yaitu: bahasa Arab dan bahasa Inggris. Aku mengenal dua bahasa tersebut sejak jaman Teka di Islamic school. Alhamdulillah, aku mampu membaca Al-Qur'an dan berbahasa Inggris dengan baik.
Walaupun Miss Tina killer dan jutek, ia tak pelit memberikan nilai. Selesai presentase di depan kelas, ia memberi nilai A+ di buku tugas dan catatanku.
Banyak suara sumbang yang mengatakan aku terlalu di istimewakan, mentang anak seorang pengusaha terkenal di kota ini. Itu hak mereka hendak bicara apa pun di belakangku. Yang jelas aku tak pernah memanfaatkan kekayaan dan nama besar orangtuaku.
"Duhh, hebat banget kamu, Za! Selalu dapat nilai tinggi," puji Arini.
"Alhamdulillah, jadi gak sia-sia aku belajar hingga larut malam," jawabku.
"Hm, kalau aku paling malas pegang buku lama-lama, buat ngantuk aja," kata Arini.
"Idihh, kamu itu kebanyakan pacaran deh! Bawaannya ngantuk kalau belajar! Giliran pacaran aja semangat benar," ledekku.
"Haa-haa," kami tertawa bareng di kursi belakang, sementara Miss Tina masih sibuk memeriksa tugas teman yang lain.
Tanpa sengaja, si Rara mencuri pandang ke arahku. Ia terus memperhatikan aku dan Arini, tumben wajahnya sedikit melo. Oh-iya, jadi teringat info yang hendak di sampaikan Arini tadi. Sepertinya terjadi sesuatu terhadap hubungan cowok belagu itu dengan Rara.
Selesai kelas Miss Tina, aku mengajak Arini istirahat ke kantin. Menghabiskan waktu satu jam pelajaran sastra Inggris itu serasa ada di wahana tong setan. Dada ini sport jantung terus mendengar suara Miss Tina yang suka nge-gas itu.
Bersambung ....