Part 17.
"Jadi menurut Bunda, Za harus bagaimana kalau bertemu CEO ganteng itu?" tanyaku.
"Tampillah apa adanya jangan berlebihan. Bicara yang sopan, jangan kelihatan sekali kalau kamu itu suka padanya. Jual mahal sedikitlah!" jawab Bunda.
"Selesai makan malam, tanyakan kepentingan kamu untuk magang di kantornya. Apa saja persyaratannya jadi pembicaraan tak kaku!" jelas Bunda panjang lebar.
"Pasti Za gugup, karena baru pertama kali bertemu dengan CEO itu," ucapku.
"Hm, tak usah khawatir! Kan ada Bunda, Papa serta Kakakmu," kata Bunda.
"Memangnya CEO itu kok bisa kerjasama dengan perusahaan Papa, Bund!" tanyaku penasaran.
"Kata Papa, si Wendy itu anak teman lamanya. Tak sengaja bertemu saat ada kunjungan kerja di luar kota tiga tahun yang lalu! Nah, sejak itulah mereka terikat kerjasama. Papa memakai jasanya sebagai penasihat perusahaan!"
"Akan tetapi kata Papa, CEO itu punya kantor sendiri juga ya, Bund?"
"Iya, dia punya kantor pengacara, miliknya sendiri!"
"Wahh, hebat ya, Bund! Pasti di kantornya punya karyawan dan asisten pribadi juga kan?!"
"Iya, pastinya dong," ucap Bunda.
"Mau dongg, jadi asisten pribadinyaa," sahutku sambil tertawa cekikikan.
"Udah-ah, yuk siap-siap! Bunda hendak mandi dulu! Setelah itu kita berangkat ke butik!"
"Oke-lah, Bund!" sahutku.
Bunda memanggil Mbok Nah untuk merapikan meja makan. Dan kami pun naik ke lantai dua untuk mandi dan membersihkan diri.
******
Satu jam kemudian, aku sudah berpakaian rapi, lalu turun ke lantai bawah. Sambil menunggu Bunda selesai, aku periksa hape yang sedari tadi bergetar terus. Begitu mengusap layarnya, terlihat ada beberapa pesan masuk di aplikasi berwarna hijau.
Nomor yang tak di kenal itu, mengirim pesan lagi. Isi pesannya mengucapkan, "selamat Pagi, jangan lupa sarapan, rajin-rajin belajar!" Hm, memangnya aku anak SD, harus di perhatikan seperti itu. Pagi begini sudah buat kesal aja deh, gumamku.
Akan tetapi, siapa dia yang sering mengirim pesan ini? Bertambah lagi lelaki pengecut yang suka mengusik hidupku. Begitu buka profil aplikasinya, sama sekali tak ada foto, hanya inisial nama saja, "WP."
Kalau itu keisengan dari CEO depan rumahku, berarti dia dapat nomor telfonku dari anggota di rumah ini dong, aku menduga seperti itu. Tak mungkin ku tanya Mbok Nah, Pak Dirman dan satu persatu anggota di rumah ini.
Aku ingin tau, sejauh mana keberaniannya untuk mendekatiku. Dia serius ingin berteman atau hanya iseng saja, akan ku ikuti semua permainannya. Membaca inisial nama di pesan tadi, aku yakin CEO itu atau adiknya yang iseng.
Lamunanku buyar tatkala Bunda sudah berdiri di belakangku.
"Yuk, Za, kita berangkat" ajaknya.
"Eh-oh-iya, Bunda," jawabku kaget.
"Hm, jadi kebiasaan deh, duduk sambil melamun!" tegur Bunda.
"Hee-hee, melamun itu pekerjaan yang paling mengasikkan, Bund," ucapku sambil tertawa.
Aku mengeluarkan kunci mobil dari dalam tas. Sejak masuk kuliah, Bunda menyuruhku untuk memakai mobilnya. Jadi sebelum pergi ke kampus, aku harus mengantar Bunda. Setelah pulang kampus, sesuai permintaan Bunda, barulah aku jemput beliau ke butik.
"Nanti sore, pulang dari butik, kita singgah ke toko bakery ya, Za!" pinta Bunda.
"Bunda hendak beli kue ulang tahun, ya?"
"Mana ada anggota keluarga kitayang ulang tahun. Bunda hendak beli cake untuk camilan nanti malam!" jelasnya.
"Aihh, hendak menyambut kedatangan calon mantu nih!" ledekku.
"Haa-haa, namanya usaha," balas Bunda tak kalah gokilnya dari aku.
"Memang kita ini, Ibu dan Anak yang serasi cara pemikirannya," pujiku sambil memeluk Bunda.
"Duhh, sudah kuliah masih manja terus dengan Bundanya!" celetuk Pak Dirman, security merangkap supir di rumah kami.
"Iya-dong, namanya anak kesayangan," kata Bunda sambil mengacak rambut panjangku.
Aku dan Bunda segera masuk ke dalam mobil. Pak Dirman berlari kecil untuk membukakan pagar. Setelah membunyikan klakson, mobil pun melaju dengan kecepatan sedang.
Siang ini jalanan tampak lenggang. Untungnya kuliah masuk siang, jadi bebas macet. Kalau aku kuliah Pagi, Bunda lebih sering di antar oleh Papa. Bekerja di butik itu waktunya santai, yang membuka toko selalu asisten Bunda, Kak Ayu dan Kak Dina.
Omset butik setiap bulannya sangat lumayan, karena nama Bunda dan butik ini sudah terkenal. Bunda merintis usahanya sejak menikah dengan Papa.
Tak sampai setengah jam, mobilku sudah sampai di depan butik. Sebelum Bunda turun, aku cium punggung tangan dan pipinya. "Hati-hati, Za! jangan banyak melamun!" ingat Bunda sambil mengusap rambutku.
*******
Jam pelajaran siang ini, sangat santai, tak repot seperti masuk pagi. Begitu dengar suara azan Ashar dari Masjid sebelah kampus, aku baru tersadar. Tak terasa waktu tiga jam cepat sekali berlalu, dan jam pelajaran pun telah usai.
Gegas ku bereskan semua alat tulis di atas meja. Kemudian berjalan menuju halaman parkir. Hari ini si Arini tak punya berita gosip, jadi aku bisa pulang cepat, sekalian menjemput Bunda.
Setelah singgah ke toko bakery, rencananya aku dan Bunda langsung pulang. Tadi pagi Bunda sudah berpesan pada Mbok Nah, untuk melebihkan masakan untuk tamu nanti malam.
Aku kok jadi deg-degan ya? Rasanya tak sabar ingin melihat CEO ganteng itu dari dekat. Dan seperti apa reaksinya bertemu dan berbicara denganku.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang, tak sampai setengah jam, aku sudah tiba di butik.
Bunda baru saja selesai membereskan meja kerjanya. Setelah berpamitan pada dua asistennya, kami pun segera naik ke mobil.
"Bunda ... toko bakerynya yang sebelah mana nih? Soalnya ada dua di daerah sini?"
"Kita pilih toko yang ada diskonnya, di sana cakenya lezat! Hampir setiap hari ada promo, untuk menarik minat pembeli," jelas Bunda.
"Oh-begitu, tapi Bunda tau dari mana kalau toko bakerynya ada promo dan diskonnya?"
"Tau dong, kan Bunda berteman dengan akun medsosnya!"
"Hm, pantaslah, memang Bunda orangnya medsos banget," ucapku sambil geleng kepala.
Dari jauh sudah tampak papan nama bakery yang di maksud Bunda. Ini toko roti yang baru buka di daerah dekat rumah kami.
Kemarin Bunda pesan cake melalui aplikasi berwarna hijau. Tapi sekarang datang langsung untuk melihat dan memilih cake atau camilan mana yang di sukai.
Papa dan Bang Rey paling suka camilan yang manis, apalagi cake. Bila di suguhkan, mereka bisa habis sepiring layaknya orang sedang makan nasi. Aku sampai peringati mereka, jangan sampai sakit gigi karena cake itu manis.
"Jangan khawatir, nanti bisa sikat gigi, kok, ucap Bang Rey, sambil terus menyuapkan cake ke mulutnya.
"Kalau Papa, tinggal kumur-kumur saja dengan air, sudah beres!" katanya.
Bunda hanya bisa menggelengkan kepala. Kalau tak di simpan sekotak lagi, bisa habis cake tersebut oleh mereka berdua. Tak jadi pula menyuguhkan untuk tamu.
Bersambung ....