Chereads / it's my dream (versi Indonesia) / Chapter 19 - Terbawa perasaan

Chapter 19 - Terbawa perasaan

Part 19.

Acara makan malam ini terasa penuh kehangatan. Papa, Kak Wendy serta Bang Rey saling tukar pengalaman saat bekerja di kantor. Sedangkan Indra adiknya CEO tampan ini, lebih banyak diam sambil menikmati hidangan yang tersaji di meja makan.

"Kalau Indra sudah kuliah semester berapa?" tanya Bunda.

"Saya masih kelas tiga SMA, Tante," sahutnya.

"Oh-pantesan masih kelihatan bocil," canda Kak Mona yang langsung di pelototi oleh Papa.

"Kalau kalian mudik ke rumah orangtua, sampaikan salam saya ke mereka, ya!" kata Papa pada Kak Wendy.

"Ashiap, Pak, eh-Om," sahut Kak Wendy sedikit bingung dengan cara memanggil Papa.

"Kalau di rumah, panggil saja Oom dan Tante, biar lebih akrab," pinta Papa.

"Baiklah, Oom," sahutnya sambil mengangguk.

"Wendy ... Indra! Yuk, tambah lagi nasi dan lauknya, jangan malu-malu!" ucap Bunda.

"Iya, terima kasih, Tante," sahutnya.

"Kak Mona, kok sedikit sekali makannya?" sapaku. Sepertinya dia merajuk karena tak di ajak berbicara oleh tamu istimewa ini.

"Hm, sudah kenyang! Kebanyakan makan cup cake tadi," sahutnya ketus.

Papa melihat ke arah Kak Mona, lalu bertanya. "Kamu kenapa, sakit ya, Sayang?"

"Enggak, Pah! Mona sudah kenyang aja, karena kebanyakan ngemil," jelasnya sekali lagi.

"Oh-begitu," ucap Papa sambil mengelus rambut Kak Mona.

"Saya senang berkenalan dengan keluarga ini!" kata Kak Wendy.

"Kami juga sama seperti kalian, senang berkenalan dengan anak muda yang rajin dan pekerja keras seperti kamu. Sebentar lagi si Indra sudah bisa belajar jadi bisnisman seperti Kakaknya!" ucap Bunda memuji mereka.

"Aih, Tante memuji kami terlalu berlebihan nih," kata Indra menyela ucapan Bunda.

"Tak apalah, ucapan itu kan doa, semoga benar-benar jadi kenyataan," nasihat Bunda.

"Aamiin ...," semua yang ada di ruang makan mengucapkan kalimat itu.

"Oh-iya, Za! Kamu kuliah ambil jurusan apa?" tanya Kak Wendy.

"Za, ambil jurusan desaign grafis, ada komputer juga!" jelasku.

"Oh-begitu, biasanya pelajari tentang ilmu perkantoran juga?" tanya Kak Wendy lagi.

"Ada, Kak! Seminggu dua kali!"

"Ya-sudah, siapkan saja proposal dari kampus! Kemudian antar ke kantor saya!" pintanya.

Hm, ramah banget CEO ini. Biasanya kalau lelaki model begini, pasti banyak kekasihnya jadi jangan senang dulu.

Sedangkan Kak Mona masih tetap diam dan menyimak semua pembicaraan kami, sambil sesekali memainkan hapenya. Tadi sore sangat antusias banget menyambut tamu, sepertinya Kakakku mulai baper nih.

******

Selesai makan malam, kami lanjutkan duduk santai di teras rumah, biar lebih akrab. Jam Wendy dan Indra tampaknya mulai nyaman berada di antara keluarga kami.

Indra yang tadinya pendiam, jadi ikutan nyeletuk setiap aku bicara. Anak abege satu ini, mulai keluar bocilnya. Di dalam percakapan, aku selalu mengajak Kak Mona untuk ikutan berbicara. Suasana langsung mencair, serasa kumpul keluarga jadinya.

"Wendy ... karena orangtua kamu jauh, anggap saja kami ini orangtua dan mereka saudara angkat kamu, ya" ingat Papa.

"Alhamdulillah, terima kasih banyak, Oom dan Tante," jawab Kak Wendy dan Indra.

"Mana tau di tengah kita berhubungan, kalian ada yang berjodoh, siapa tau ya, kan!?" tiba-tiba Bunda nyeletuk seperti itu.

"Bunda apa-an sih!" tegurku.

"Haa-haa, seperti Siti Nurbaya saja!" celetuk Bang Rey.

"Hm, ada yang baper nih!" sindir Bunda.

"Memangnya Bunda ingin menjodohkan si Zahra dengan Indra, ya?" Bang Rey asal bicara saja, membuat wajahku langsung kesal.

"Enggak-lah, Bunda hanya bercanda, kok! Agar tak serius banget pembicaraan kita," ucapnya.

Dua jam duduk dan berbicara dengan CEO tampan ini, rasanya penantian setiap malam menunggu di teras rumah jadi terbayarkan.

Aku semakin mengaguminya dan Bunda tau kalau hatiku sedang berbunga-bunga. Bak gayung bersambut, sepertinya Kak Wendy lebih tertarik padaku daripada Kak Mona.

Aku selangkah lebih menang dari Kak Mona. Karena untuk beberapa bulan ke depan akan terus berhubungan dengan CEO ini, masalah magang di kantornya.

Akan tetapi aku tak boleh senang dulu, sebab status Kak Wendy single atau sudah punya kekasih. Mengingat ini, aku langsung merasa rendah diri. Karena statusku seorang mahasiswi belum tamat kuliah dan belum bekerja juga.

Sementara CEO ini pasti di kelilingi oleh wanita cantik, punya karir yang bagus dan sexy. Itu yang ku tau dari cerita sinetron atau medsos. Belum memulai saja, aku sudah pesimis duluan.

"Baiklah Oom dan Tante, karena sudah larut malam, kami permisi pulang! Terima kasih atas jamuan makan malamnya!" ucap Kak Wendy.

"Oke, sama-sama," sahut Papa.

Mereka bersalaman dengan kami, lalu pamit pada Papa dan Bunda, Aku perhatikan mereka sampai menghilang di balik pagar rumahnya.

"Duhh, segitu banget ngeliatin mereka!" ejek Bang Rey sambil menjulurkan lidahnya padaku.

"Za, sumpahi Bang Rey itu jomblo abadiii" teriakku sambil berlari mengejarnya.

"Aihh, ngapain sih kejar-kejaran seperti film India saja!" celetuk Papa sambil tertawa.

******

Sepanjang malam aku jadi sulit tidur, wajahnya terus membayangi dan ucapannya yang humoris, membuat aku nyaman berada di dekatnya. Coba aku cek nomor Whats-App, siapa tau dia buat story malam ini.

Dan benar saja, dia sedang online. Storynya di tulis tiga menit yang lalu, ada kalimat "beautiful." Dia sedang memuji siapa, ya? Aku tak boleh senang dulu, bisa saja kalimat itu di tulis untuk kekasihnya.

Aku berselancar di story yang lain, ada Kak Mona yang aktif satu menit yang lalu. Ia menulis kalimat "badmood." Hm, bertentangan dengan suasana hatiku yang sedang bahagia.

Lagi pula untuk apa sih, Kak Mona terbawa perasaan duluan. Itulah akibatnya kalau terlalu percaya diri, jadi hasilnya tak sesuai ekspektasi. Jadi serba salah menghadapi situasi ini. Kak Mona tak menyapaku setelah mereka pulang.

"Tidurlah, jangan begadang terus!" satu pesan masuk, mengagetkan aku yang mulai ngantuk.

Begitu membaca pesannya, kok mirip dengan pesan pada malam sebelumnya. Langsung ku buka pesan kemarin dan melihatnya, ternyata nomor pengirimnya tidak sama. Aku tak lagi membalas pesannya, karena ngantuk berat.

Keesokan harinya ...

Seperti biasa, kami berkumpul di meja makan untuk sarapan pagi. Wajah Kak Mona terlihat lesu, aku serba salah. Mungkin semalam dia tak bisa tidur atau malah menangis, sebab matanya kelihatan bengkak.

"Mona mau tambah nasi, ya? Kenapa sedikit sekali makannya?" tanya Bunda heran.

"Enggak bund! Mona sedang tak selera makan!" jawabnya pelan.

"Kamu sakit, ya, Sayang?" tanya Papa sambil meraba dahinya.

"Sedikit gak enak badan, Pa!" sahutnya.

"Kita ke Dokter, ya!" ajak Bunda.

"Enggak usah, Bund! Sebentar lagi juga sembuh," jawab Kak Mona.

"Halahh, si Mona terserang demam cinta, tuh!" ledek Bang Rey.

Jadi kasihan melihat Kak Mona, dari tadi di ejek terus. Aku hanya diam, tak mau ikutan bicara. Lagi pula wajahnya cemberut terus, jadi malas menyapanya.

Bersambung ....