Chereads / it's my dream (versi Indonesia) / Chapter 22 - Asisten cemburu

Chapter 22 - Asisten cemburu

Part 22.

Setibanya di rumah, wajah Bunda dan Papa saling cemberut. Aku paham, pasti Papa cemburu. Masalahnya Papa kok bisa tau, kalau lelaki bernama Bayu itu akan datang ke butik.

Aku temani Papa yang duduk di ruang tamu, sedangkan Bunda langsung naik ke lantai atas.

"Paa ... apa yang sebenarnya terjadi?" tanyaku pelan sambil memegang tangannya. Papa menarik napas kasar, lalu mulai bercerita.

"Sebenarnya sudah dua kali, Papa membaca pesan dari lelaki itu ke hape Bunda. Waktu itu Bunda sedang di toilet. Lelaki itu selalu kirim pesan dengan nomor yang berbeda," jelas Papa sambil mengusap wajahnya.

"Bunda tau, kalau Papa baca pesan di hapenya?"

"Bunda gak tau, karena pesan itu langsung Papa hapus!" ucapnya.

"Apa isi pesannya, Pah?" tanyaku penasaran.

"Biasalah, ngajak CLBK! Lalu lelaki itu hendak datang ke butik untuk membuktikan ucapannya!Akan tetapi Bunda kamu gak tau!"

"Berarti Bunda gak salah, dong!?"

"Tadi waktu Papa datang ke Butik, Bunda sedang bertengkar dengan lelaki itu, di halaman butik! Begitu turun dari mobil, langsung saja Papa tonjok pipinya!" ucap Papa geram.

"Ciee, Papa cemburu, nih!" ledekku.

"Hm, kamu ... masih sempatnya bercanda!"

"Kalau lelaki itu sakit hati lalu membalas perbuatan Papa, bagaimana?"

"Ya, Papa hadapi dong! Jangan beraninya main belakang saja!" jawab Papa emosi.

"Yang penting hati-hati saja! Kalau lelaki itu buat perhitungan, langsung lapor polisi aja, Pah!" nasihatku.

Tak lama Bunda turun dari lantai atas, dengan mata yang bengkak seperti habis menangis. Papa langsung memanggilnya.

"Bunda ... duduk sini, deh!" Bunda menoleh ke arah kami, lalu duduk di sebelah Papa.

"Saya minta maaf, ya! Karena tadi sangat emosi!" bujuk Papa sambil mencium pipi Bunda

"Hm ... sudah baikan, nih?" ejekku sambil berlalu meninggalkan mereka di ruang tamu.

"Sekarang Mas ngaku aja deh, si Wendy itu anak dari mantan kamu, kan?" ucap Bunda mengagetkan.

Aku yang hendak naik ke lantai atas, jadi kepo, ingin dengar percakapan mereka. Mbok Nah yang lewat di sebelah, aku beri kode agar diam.

"Bunda tau dari mana kabar itu?" tanya Papa.

"Kemarin, Bunda dengar sendiri waktu Papa bicara dengan Wendy!"

"Itu hanya masa lalu, Bund! Mereka juga sudah punya keluarga masing-masing."

"Bagaimana kalau Mona atau Zahra jatuh cinta dengan Wendy atau Indra? Apa Papa mau mengulang masa lalu bersama mereka?" tanya Bunda dengan tegas. Papa mengusap wajah dengan kasar, lalu menatap Bunda.

"Apa kedua anak kita, ada yang jatuh cinta sama Wendy?" tanya Papa gusar.

Aku yang sedang mengintip di balik dapur, jadi deg-degan menunggu jawaban dari Bunda.

"Ya, siapa tau terjadi seperti itu!" jawab Bunda.

Mendengar jawaban Bunda, aku langsung menarik napas lega. Tadinya takut kalau Bunda sampai kelepasan bicara.

"Cukup Mbak Rossa dan Mamanya saja yang mengusik keluarga kita! Bunda tak mau sampai ada lagi wanita lain masuk ke keluarga ini!" ucap Bunda tegas.

Aku naik ke lantai atas dengan perasaan yang campur aduk, antara bingung dan galau. Padahal hati ini baru saja berbunga, karena bisa satu kantor dengan CEO ganteng.

******

Kenapa jadi serumit ini masalahnya. Andai Bunda atau Papa tau, kalau aku menyimpan rasa pada Kak Wendy, entah apa yang terjadi? Haruskah aku kubur perasaan ini dalam-dalam.

Aku berbaring di atas ranjang, sambil pikirkan ucapan Bunda. Semua orang, punya masa lalu, dan hidup harus terus berjalan. Memang Tante Rosa dan Oma Nelly, sering sekali mengusik Bunda, mereka sering bicara seenaknya saja.

Sekarang Bunda tak mau diam lagi. Setiap mereka menuduh tanpa bukti, Bunda selalu melawan dan membalas ucapan mereka.

Sedangkan Bang Rey dan Kak Mona tak mau ikut campur masalah orangtua. Mereka lebih memilih tinggal bersama kami. Di bandingkan dengan keluarga Mamanya.

Derrtt ... derrtt ...

Satu pesan masuk melalui aplikasi berwarna hijau. Ternyata pesan dari Kak Wendy, ia meminta aku untuk datang lebih cepat.

"Ada apa Kak? Kenapa gak telfon saja?" Pesan masuk, berubah menjadi panggilan telfon

"Saya baru kenal dengan kamu, jadi harus patuhi aturan ini!"

"Kamu tak boleh datang terlambat. Apalagi soal pakaian, jangan pakai rok yang terlalu pendek!"

"Oke-Kak," sahutku.

"Ada lagi yang ingin di sampaikan, Kak?" aku berharap, CEO ganteng ini menyatakan sesuatu padaku.

"Untuk sementara, itu saja dulu! Jangan lupa bilang ke teman kamu, ya!" ingatnya.

"Baik, Kak! Terima kasih sudah di ingatkan," ucapku sopan.

Setelah mengucapkan salam, aku mengakhiri panggilan telfon. Dan kembali meletakkan hape ke atas meja rias. Baru saja orangtuaku bahas masalah CEO itu, eeh, dia sudah menelfon aku.

******

Hari pertama magang di kantor, sudah membuat aku emosi. Asisten Kak Wendy, Miss Silfi itu menyuruh aku seenaknya saja untuk kerjakan tugas. Sedangkan dia duduk santai di belakang meja. Kebetulan Kak Wendy sedang ada tugas keluar kantor.

"Ini atas perintah siapa, Mis? Setau saya tadi Pak Wendy tak ada pesan apa-pun!" protesku.

"Sudah, kamu kerjakan saja apa yang saya perintahkan! Nilai kamu yang jadi taruhannya!"

"Miss Silfi mengancam saya? Bukannya ini kantor Pak Wendy?! Lagi pula Mis di sini hanya asisten, bukan boss!" ucapku mengejeknya.

"Kamu berani membantah saya, hahh? Nilai kamu akan saya beri "C," ancamnya.

Tak lama Arini muncul di balik pintu, ia sengaja merekam kejadian tadi, tapi Mis Silfi gak tau.

"Lagi pula untuk apa Miss Silfi menyuruh saya selesaikan tugas ini semua? Sementara anda duduk sambil berdandan dan bermain hape?!" protesku.

Miss Silfi langsung terdiam, tak bisa menjawab pertanyaanku. Berkas yang menumpuk di atas mejaku di ambilnya kembali.

"Awas kamu ya, gak usah cari perhatian di depan Pak Wendy!" ancamnya lagi.

"Haa-haa, ternyata Miss Silfi takut kalah saing, ya?!" ejekku.

"Maaf, ada apa, ya?" Arini masuk ke ruanganku. Ia pura-pura tak tau kejadian. Miss Silfi tak menjawab, ia keluar dari ruangan sambil menyenggol bahu Arini.

"Tampaknya si asisten itu ngajak perang dengan kita!?" ucap Arini.

"Hm, bagaimana mau magang sebulan? Baru sehari saja, sudah di ajak ribut dengannya!" kata Arini bingung.

"Sudahlah, gak usah di pikirkan! Boss di kantor ini, Kak Wendy, bukan dia!" sahutku.

"Sementara karyawan yang lain santai saja, tak ada yang kepo. Mereka juga cantik dan sexy tapi gak tebar pesona seperti asisten itu!" ucapku kesal.

"Ya-sudah, aku kembali ke ruangan, ya!" kata Arini sambil berlalu.

Ternyata keributan kecil tadi menjadi gosip di kantor. Miss Silfi menyebar berita, bahwa aku dan Arini sengaja magang di sini, karena ingin menggaet CEO kaya.

Aku dengar berita itu saat jam istirahat di kantin. Saat kami datang, dua karyawan yang sedang makan, saling berbisik. Lalu ada yang nyeletuk.

"Kalian anak kuliah yang sedang magang, ya?

"Iya, Bu," sahutku.

"Kamu yang bernama Zahra?" tanya wanita yang beralis tebal.

"Ada apa ya, Bu?" sahutku.

"Cantik juga! Pantasan Miss Silfi cemburu, soalnya dia sudah lama mengejar cinta boss CEO, tapi tak mendapat respon dari beliau."

"Memangnya Miss Silfi bilang apa ke kalian?" tanyaku penasaran.

"Kamu hampir berhasil menggaet boss CEO. Bicaranya ramah dan perhatian. Sedang dengan kami, CEO tak banyak bicara," jelas teman wanita tadi.

"Hm, sudah ku duga," ucapku bergumam.

Bersambung ....