Part 18.
Setelah memilih dua kotak cake dan camilan, Bunda pergi ke kasir untuk membayarnya. Aku masih melihat aneka camilan di etalase. Tak sengaja pandanganku tertuju pada seseorang. Ada sepasang kekasih, baru saja turun dari mobil. Sepertinya aku kenal dengan lelakinya.
Dari samping sih mirip dengan si Rendy, teman kampusku. Tapi wanita yang bersamanya, aku tak kenal. Dia membawa kekasih baru lagi, karena mereka gandengan tangan ketika turun dari mobil.
Sebenarnya bukan urusanku, tapi kasihan aja melihat nasib wanitanya. Setelah membayar di kasir, Bunda memanggilku.
"Zahra ... yuk kita pulang!" ajaknya.
"Eh-oh, iya, Bund," sahutku kaget.
"Kamu lihat apa sih, kok kaget begitu?"
Mendengar suara Bunda, pasangan kekasih tadi melihat ke arahku. Dan aku pura-pura tak melihat. Kami berpapasan di pintu ketika hendak keluar. Dan memang benar itu si Rendy bersama kekasihnya.
Aku langsung berniat untuk menjahilinya, lalu berkata. "Wah, kebetulan sekali kita bertemu di sini, ya, Rend! Suruh kekasih kamu makan cake yang banyak, agar kuat menghadapi kenyataan hidup, karena sebentar lagi akan di dua-kan!" ledekku.
Rendy yang tak menyangka akan bertemu aku di toko bakery jadi salah tingkah. Wajahnya memerah menahan malu dan marah. Aku bergegas naik ke mobil sambil melambaikan tangan ke arahnya.
Bunda heran melihat aku bicara seperti itu, lalu bertanya. "Za ... kamu kenal dengan mereka?"
"Yang lelaki itu teman kampus, Za! Kemarin dia ngajak pacaran, tapi Za menolaknya karena tukang selingkuh!" jelasku.
"Oh-begitu, ya," Bunda geleng kepala mendengar semua penjelasanku tentang Rendy
Keasikan ngerumpi di dalam mobil, tak terasa kami sudah tiba di komplek perumahan. Aku membunyikan klakson saat melewati portal. Dua security tersenyum padaku, mereka sudah kenal dengan keluarga kami.
Ku lirik arloji di tangan, tak terasa sudah pukul enam sore. Berarti sebentar lagi tiba waktu Magrib. Ku bunyikan klakson mobil, agar Pak Dirman membukakan pagar. Melihat mobilku datang, beliau berlari kecil untuk membuka kuncinya. Dan mobil langsung ku masukkan ke dalam garasi.
******
Selesai salat Magrib, aku turun ke lantai bawah. Di sana sudah ada Bunda dan Kak Mona. Mereka mulai sibuk di dapur membantu Mbok Nah menyiapkan makan malam.
"Hay, Za, ke sini! Bantuin Bunda menyusun cup cake ini ke piring!" pinta Bunda.
"Iya, Bund," sahutku sambil duduk di dapur.
"Ciee, Kak Mona sedang repot, yaa?!" ledekku.
"Biasalah, Kakak sedang menyiapkan makan malam untuk calon imam," candanya.
"Ha-haa, mengharap banget sih, Kak!" ejekku.
"Hm, namanya usaha, Za! Siapa tau berhasil," jawab Kak Mona penuh percaya diri.
Aku melirik ke arah Bunda, beliau tertawa mendengar ucapan Kak Mona. Sedang aku mulai sibuk menyusun cup cake di piring saji.
Di meja makan sudah tersusun rapi makanan dan minuman serta buah-buahan. Di tambah lagi dengan aneka cup cake. Lengkap banget menu makan malam kali ini.
Menurutku ini terlalu berlebihan, menyambut tamu dua orang saja, sampai banyak sekali makanan di sediakan. Tak lama Papa dan Bang Rey datang ke dapur melihat kesibukan kami.
"Aihh, seperti hendak lebaran saja, banyak sekali makanan dan camilan di atas meja!" seru Bang Rey sambil mengunyah sebuah cup cake.
"Sepertinya ada rencana yang tersembunyi di balik undangan makan malam ini, ya," tanya Bang Rey penasaran.
Kami yang berada di dapur langsung terdiam mendengar ucapannya. Benar juga yang di bilang Bang Rey, seperti ada rencana yang terselubung. Hanya Papa dan Bunda yang tau jawabannya. Sebab itu, aku semakin penasaran dan tak sabar menunggu tamu istimewa itu.
Begitu lihat benda bulat yang terpajang di dapur, tak terasa sudah hampir pukul delapan malam. Selesai beberes di dapur, aku langsung naik ke lantai atas untuk membersihkan diri lalu berpakaian yang rapi.
Hatiku rasanya semakin deg-degan, sebentar lagi CEO tetangga depan rumah, akan datang untuk memenuhi undangan makan malam bersama keluarga kami.
Setelah berpakaian rapi, aku tak langsung turun ke lantai bawah. Aku lebih memilih duduk di teras balkon sambil melihat ke rumah CEO itu. Aku tak melihat mobil CEO itu di halaman rumahnya. Apa beliau lupa kalau ada janji dengan keluargaku?
Sementara Bunda dan Kak Mona sudah menyiapkan banyak makanan di atas meja. Kalau ternyata CEO itu lupa atau membatalkan janjinya, bisa banjir stok makanan di rumah ini. Sebab Bunda tak pernah berlebihan dalam menyajikan makanan, secukupnya saja.
Sambil menunggu tamu istimewa itu, aku berselancar di medsos berwarna biru. Begitu buka aplikasinya, ada beberapa orang meminta konfirmasi untuk berteman. Aku sudah batasi pertemanan, tak menerima kalau itu lelaki. Kecuali teman sekolah atau keluarga.
Ada satu nama yang membuatku tertarik untuk membuka beranda atau profilnya. Medsosnya memakai inisial "WP." Ternyata beranda dan foto profilnya kosong. Ahh, sudahlah, tak perlu di cari tau, tak kenal juga pikirku.
*******
Setengah jam duduk di teras balkon, terdengar suara Bunda memanggil namaku. Loh, apa tamunya sudah datang?
"Zaaa, turun ya! Kita akan makan malam bersama!"
"Iya, Bunda," sahutku sambil merapikan lagi rambut serta pakaian yang ku kenakan.
Dengan rasa penasaran, aku turun ke lantai bawah dengan hati-hati. Sampai di ruang makan, aku tak melihat ada tamu. Hanya Bunda dan Kak Mona yang duduk di sana. Sedangkan Papa dan Bang Rey tak kelihatan.
"Bunda ... tamunya sudah datang, ya?" tanyaku sambil celingukan.
"Tuh, sedang duduk di ruang tamu, bersama Papa dan Bang Rey!" jawab Kak Mona.
"Oohh, kira-in tamunya lupa sama janji," celetukku.
"Sepertinya CEO itu lelaki sejati, Za! Ia tak lupa dengan janjinya," puji Kak Mona.
"Hmm ..." suara berdehem mengagetkan kami bertiga. Di belakang kami, sudah berdiri CEO dan adiknya yang seumuran denganku.
Sejenak kami saling tatap dan diam seperti patung. Suara Bunda mengagetkan aku dari pandangan pertama.
"Yuk, silakan duduk, Wendy dan adiknya!" ajak Bunda yang berusaha mencairkan suasana.
"Terima kasih, Bu Meysa," jawabnya sopan.
"Yuk, langsung makan, jangan malu-malu!" ajak Papa sambil melirik ke arahku.
Aku dan Kak Mona seperti kena hipnotis. Kami memandangi CEO tersebut tanpa berkedip. Melihat dari dekat, CEO ini kulitnya sangat terawat. Berwarna putih bersih serta tercium harum parfum yang berkelas.
"Zaa ... jangan kebanyakan melamun! Nanti makanannya dingin loo," kata Bunda.
"Oh-eh,iya, Bunda," ucapku kaget.
Aku langsung menyendokkan nasi serta lauknya ke piring lalu makan dalam diam. Sesekali ku lirik CEO ganteng yang ada di depanku ini. Wajah dia dan adiknya sama persis seperti saudara kembar.
Papa membuka pembicaraan dengan bertanya pada CEO tersebut.
"Zaa, bagaimana rencana kamu yang ingin magang di kantor Wendy?"
"Iya, ini hendak Za tanyakkan," jawabku.
"Kak Wendy! Za sudah kuliah semester akhir, jadi Za harus melakukan riset data. Apakah bisa magang di kantor Kakak?"
"Oh-boleh saja, asal lengkap prosedurnya. Ajukan lebih dulu proposal ke saya! Setelah itu baru di atur apa saja pekerjaan yang akan kamu lakukan di kantor," jelas CEO itu sambil terus memandang wajahku.
Rasanya ingin bersorak di dalam hati setelah mendengar ucapan Kak Wendy. Semoga nasib baik berpihak padaku.
Bersambung ....