Bab 13.
Sedang asik membuka foto dan video cowok incaranku, Arini menyentuh bahu ini sambil berbisik, "Za, dosennya udah masuk tuh! Cepat simpan hape kamu!" Segera ku matikan layar hape lalu menyimpannya ke dalam tas.
Sepanjang dosen menjelaskan mata kuliah, aku lebih banyak melamun. Pikiran ini jadi tak fokus, hanya sebagian saja yang ku catat di buku tugas. Syukurnya sistem belajar sebagian masih secara online. Jadi masih bisa membuka aplikasi bila mengerjakan tugas.
Secara bergantian mahasiswa/i di berikan waktu untuk menjelaskan apa yang di terangkan oleh dosen tadi. Beliau mulai menunjuk barisan paling depan untuk maju. Syukurnya aku duduk di bagian belakang.
Rara dan Arini ada di bagian depan, sekarang giliran mereka bergantian untuk menunjukan ilmu yang mereka serap selama satu jam di dalam kelas. Aku perhatikan dari tadi Rara kelihatan gugup. Sering mengulang ucapan yang sudah di sebutkan.
Hm, sama saja aku dan dia, tak fokus saat dosen menjelaskan materi pelajaran. Bagi dosen tak masalah bisa atau tidak presentase, ia tak marah. Hanya nilai yang di berikan pasti rendah atau pas-pasan.
"Kalian sudah dewasa, tak perlu di marahi lagi. Berpikir saja secara logika, kalau ingin dapat nilai A, harus fokus di dalam kelas!"
Ucapan dosen serasa menusuk hati, kami merasa tersindir. Aku, Rara dan Arini saling tatap, seakan membenarkan ucapan beliau. Teman yang lain saling melihat kanan-kiri, mencari orang yang di maksud oleh dosen tersebut.
Memang ada baiknya juga aku menjomblo selama ini. Pikiran hanya fokus untuk belajar tanpa beban yang lain. Tapi perasaan itu datang dengan sendirinya tanpa di undang. Mungkin sudah saatnya, aku memikirkan kesenangan diri sendiri.
Tahun ini, aku masuk semester terakhir. Sebentar lagi akan menyusun skripsi. Niat hati ingin membuka butik seperti Bunda, tapi masih ragu, kalau bekerja di kantor seperti Kak Mona pasti keren juga nih. Jurusan desaign komunikasi yang aku pelajari memungkinkan aku untuk menjadi publik relation di sebuah kantor.
Nanti sepulang dari kampus, aku coba bicara ke Papa perihal ini. Lagi pula kuliah sebentar lagi selesai, aku tak mau menganggur. Tapi ingin bekerja di perusahaan lain, bukan di perusahaan keluarga.
*******
Akhirnya selesai juga mata kuliah dari dosen yang membosankan ini. Dosen kok hobinya menyindir mahasiswa, cara efektif membuat seisi kelas langsung fokus terhadap materi yang ia berikan.
"Za ... kamu langsung pulang, ya?" tanya Arini.
"Memangnya kenapa?" aku balik tanya.
"Biasalah ... aku mau nebeng sama kamu!"
"Yuk-lah," sahutku sambil memasukkan semua buku dan hape ke dalam tas.
Rara melewati barisan meja kami dengan wajah sendu. Melihat tatapannya aku merasa kasihan. Walaupun kemarin sempat salah paham, tapi dia temanku satu kelas. Seolah aku bisa merasakan sakitnya baru putus cinta
"Tumben kamu gak di jemput si Angga?"
"Dia lagi ada ujian praktek, jadi selesainya masih lama!" jelas Arini.
"Oh-begitu." Kami jalan beriringan menuju halaman parkir.
Sampai di parkiran, aku keluarkan kunci mobil lalu menekan tombol alarmnya. Baru saja hendak masuk ke dalam mobil. Datang Rendy menarik tanganku, ia meminta sekali padaku untuk jadi kekasihnya.
"Zaa ... tunggu sebentar!" pintanya sambil menarik tanganku.
"Eeh, ada apa, kamu buat kaget aja," sahutku.
"Aku ingin ucapkan sekali lagi, kalau aku cinta kamu! Aku sudah menunggu kamu dari tadi!"
"Duhh, siapa sih yang nyuruh kamu nungguin aku?!" sahutku kesal.
Arini yang melihat situasi ini, langsung masuk ke dalam mobil. Ia tak mau nanti jadi sasaran kekesalan si Rendy. Aku melihat sekeliling parkiran, masih ramai anak kampus, mereka sedang mengambil kendaraannya.
Rendy berdiri di depan pintu mobil, ia sengaja menghalangiku untuk masuk ke dalam. Cowok ini patut di acungi jempol, ia tak kenal lelah mengejar cintaku. Sayangnya aku tak tertarik dengan rayuannya.
"Za ... terimalah cintaku, aku janji akan berubah, tak lagi permainkan hati wanita!" ucapnya lirih.
Hm, aku terdiam saat Rendy mengeluarkan setangkai buket bunga dari balik jaket yang ia pakai. Cowok ini memang ganteng, kalau ia tak playboy, pasti aku bersedia jadi pacarnya.
Tapi ia terlalu sombong, suka pamer jabatan dan kekayaan orangtua di kampus.
Seenaknya saja perintahkan rektor untuk memecat dosen pembimbing. Karena sudah memberikan nilai rendah untuknya. Papanya Rendy salah satu pemilik saham di kampus tempatku menuntut ilmu.
******
"Rendy sudahlah, kamu cari saja wanita yang benar-benar cinta sama kamu! Jangan paksa aku terus untuk mencintaimu!" ucapku.
"Satu hal yang perlu kamu tau, jangan selalu memaksakan kehendak terhadap orang lain. Tak selamanya keinginan kamu bisa berjalan mulus sesuai harapan!" ingatku.
Rendy tak peduli dengan nasihatku, ia masih terus berdiri di depan pintu mobil sambil memegang setangkai buket. Karena ini jam pulang anak kampus, adegan ini jadi tontonan teman-teman fakultas lain.
Mereka hanya bisa menggelengkan kepala melihat ulah Rendy. Tak mau ikut campur karena akan fatal akibatnya. Nasibku terselamatkan, saat Miss Tina si dosen killer datang ke parkiran hendak masuk ke mobil.
"Hay, ada apa nih? Seperti adegan drama Korea saja?!" ledeknya.
"Eh-oh, Miss Tina," sapa Rendy sambil bergeser dari pintu mobilku.
Kesempatan ini tak ku sia-siakan, aku segera masuk ke dalam mobil lalu menghidupkan mesin kemudian mobil melaju meninggalkan Rendy yang masih diam terpaku menatap kepergianku.
"Kamu jahat, Za!" celetuk Arini.
"Apaan-sih, siapa dia yang memaksa orang untuk menyukainya!" balasku.
"Hm, iya-sih," sahut Arini.
"Hampir semua cewek di kampus ini bertekuk lutut di depannya! Kamu cewek terakhir yang jadi incarannya," kata Arini.
"Halahh ... tiap tahun banyak kok mahasiswi baru yang masuk di kampus ini! Itu selalu jadi incaran si Rendy," jawabku ketus.
"Kamu lihat tadi si Rara kan, wajahnya melo seperti itu! Pasti masih mengharapkan cinta dari si Rendy," jelasku.
"Benar, Za, si Rara pasti sedang patah hati."
"Itulah resikonya mencintai seseorang terlalu dalam, bila berpisah pasti terasa sakit sekali," ucapku lirih.
Duhh, jadi teringat dengan cowok incaranku. Andai mengalami nasib yang sama seperti Rara, apa aku sanggup? Sekalinya menyukai seseorang, eeh, malah si cowoknya punya perasaan biasa saja terhadapku.
Akan tetapi aku tak boleh menyerah, harus berjuang dulu untuk mendapatkan cinta cowok tetangga itu.
Sepanjang perjalanan menuju rumah Arini, ia banyak cerita tentang hubungannya dengan Angga. Namanya Arini kurang menyukai Angga, karena pernah tersangkut masalah kriminal. Memang saat itu Angga membela diri dari kumpulan berandalan yang suka mengajaknya bermain judi.
Angga di peras oleh temannya sendiri, karena khilaf Angga memukul temannya hingga masuk rumah sakit dan akhirnya si teman melapor ke polisi. Angga pun di penjara selama setahun dengan kasus penganiayaan.
Bersambung ....