Bab 7.
Derrtt ... derrtt ...
Hape ku bergetar di atas meja teras, ada pesan masuk di aplikasi berwarna hijau. Hanya menoleh sekilas ke hape, lalu lanjut lagi melamun sambil memandang ke arah depan.
Tak lama Papa dan Bang Rey keluar dari dalam, mereka sudah berpakaian rapi hendak pergi bekerja. Kok cowok depan rumah itu, tak berangkat kerja, ya? Kalau orang kantoran pasti jam segini sudah bergegas untuk berangkat kerja, pikirku.
"Hay, Sayang! Kamu udah sarapan?" sapa Papa sambil menciun keningku.
"Udah, Pah!" sahutku.
"Tumben duduk melamun, sedang mikirin apa?" tanya Papa heran.
"Halahh, paling sedang jatuh cinta tuh, Pah!" jawab Bang Rey asal.
"Idihh, sok tauu!" jawabku sambil manyun.
"Memangnya orang yang jatuh cinta, suka melamun, ya? Papa dulu gak gitu dehh!"
Aku sambar hape di atas meja, lalu masuk ke dalam rumah. Tingkahku ini di sambut derai tawa Papa dan Bang Rey. "Hm ... Pagi begini sudah kena sindir aja, gumamku.
Sejak kejadian malam duduk di balkon itu, kenapa aku jadi penasaran dengan status cowok tetangga depan rumah, ya. Setiap ada pesan masuk dari cowok misterius itu, selalu ku abaikan, hanya di baca, tak pernah ku balas. Pikiranku jadi fokus dengan cowok depan rumah. Teringat saat ia lambaikan tangan ke arahku.
Itu cowok kok iseng banget, ya? Padahal bawa cewek di sampingnya. Antara suka iseng dan playboy, beda tipis gaess. Sampai aku tunggu suara mobilnya pulang malam itu. Sekedar memastikan ia pulang ke rumah atau tidak.
Sekarang aku punya kebiasaan baru, senang duduk berlama-lama di teras balkon. Atau sekedar duduk di teras rumah, sambil melamun memandang ke arah rumah depan.
Sampai Bunda heran melihat perubahan sikapku, tak biasa seperti ini.
"Tumben rajin melamun, biasanya main hape melulu," sindir Bunda.
"Bosan juga main hape, Bund!" sahutku santai.
"Tuh sana, belajar masak atau buat kue dengan Mbok Nah!" saranku.
"Entar aja, kalau Bunda libur kerja!" jawabku.
Sambil bicara dengan Bunda, mataku tak lepas memandang ke arah rumah depan. Kira-kira pergi kerjanya jam berapa ya? Selesai sarapan tadi belum ku dengar suara mobil keluar dari rumah itu.
Derrtt ... derrtt ...
Hape ku bergetar di atas meja teras, ada pesan masuk di aplikasi berwarna hijau. Hanya menoleh sekilas ke hape, lalu lanjut lagi melamun sambil memandang ke arah depan.
Tak lama Papa dan Bang Rey keluar dari dalam, mereka sudah berpakaian rapi hendak pergi bekerja. Kok cowok depan rumah itu, tak berangkat kerja, ya? Kalau orang kantoran pasti jam segini sudah bergegas untuk berangkat kerja, pikirku.
"Hay, Sayang! Kamu udah sarapan?" sapa Papa sambil menciun keningku.
"Udah, Pah!" sahutku.
"Tumben duduk melamun, sedang mikirin apa?" tanya Papa heran.
"Halahh, paling sedang jatuh cinta tuh, Pah!" jawab Bang Rey asal.
"Idihh, sok tauu!" jawabku sambil manyun.
"Memangnya orang yang jatuh cinta, suka melamun, ya? Papa dulu gak gitu dehh!"
Aku sambar hape di atas meja, lalu masuk ke dalam rumah. Tingkahku ini di sambut derai tawa Papa dan Bang Rey. "Hm ... Pagi begini sudah kena sindir aja, gumamku.
*******
Baru saja ingin masuk ke ruang tamu, dari luar terdengar suara pagar di buka. Aku intip dari balik gorden jendela, cowok depan rumah itu sedang membuka pintu mobilnya.
Hm, ternyata yang ku tunggu keluar juga dari dalam rumah depan. Cowok itu masuk lagi ke dalam mobil lalu pergi. Meninggalkan asap kendaraan di udara dan menghilang dari pandangan mata.
Aku masih berdiri terpaku di balik jendela. Rasanya bagai terhipnotis, tak biasanya aku seperti ini. Tiba-tiba bahuku di sentuh dari belakang.
"Hay, Zaa, sedang ngintip siapa sih? Serius banget ngeliatinnya?" Bunda sudah berdiri di belakangku.
"Eeh, Bunda ngagetin aja, deh!" sungutku.
Sepertinya Bunda penasaran, ia ikutan juga ngintip dari balik jendela.
"Enggak ada orang di luar!" ucap Bunda heran, matanya menatapku serius.
Aku tersenyum kemudian membalikkan tubuh dan berlalu. Sedangkan Bunda masih bingung melihat tingkahku yang tak biasa. Hape yang ku pegang bergetar, seperti biasa nomor itu lagi yang mengirim pesan padaku.
"Hay, selamat Pagi! Jangan lupa sarapan ya" ucap cowok gak jelas itu.
"Udah kenyang!" balasku tegas.
"Idiih, pagi-pagi udah galak banget!" ledek cowok itu.
Aku kirim emoji kepala bertanduk, biar dia tau, kalau aku sedang tak mau di ganggu.
"Kalau semua urusanku telah selesai, akanku tampilkan profil di nomor ini!" janji cowok itu.
"Enggak usah sok akrab!" balasku.
"Kamu buat kangen deh!" ucap cowok itu lagi.
"Masa bodoh!" sahutku.
Hape langsung ku non-aktifkan alias mati. Lebih baik aku mandi kemudian berangkat ke kampus. Hari ini Bu Tina, dosen killer itu masuk di jam pertama, aku harus sudah sampai sebelum Bu dosen itu datang. Ia mengajar Sastra Inggris.
Bagaimana bisa menyimak ilmu yang di berikan dosen tersebut, kalau di kelas kerjanya ngomel saja. Yang ada kepala jadi pusing, sulit menangkap pelajaran dari-nya.
Untungnya aku tak ambil jurusan Sastra Inggris tersebut.
Aku lebih tertarik mendalami ilmu di bidang manajemen perusahaan. Secara tamat kuliah, ingin punya usaha atau bisnis sendiri. Aku tak mau memanfaatkan nama besar Opa dan Papaku. Walaupun tanpa di sadari, mereka telah mewariskan satu perusahaan untukku.
Satu lagi, aku juga ingin belajar menjadi seorang desaigner. Bunda dengan senang hati dan bersedia memberikan ilmunya padaku. Jadi tak perlu kuliah ambil jurusan desaign, karena Bunda telah sukses di bidang itu.
********
Tepat pukul sepuluh pagi, aku bersiap hendak pergi kuliah. Di lantai bawah aku berpapasan dengan Mbok Nah. Ia berkata sambil berbisik.
"Non Za, tadi pagi waktu Mbok, buang sampah di depan pagar, ada yang kirim salam loo!"
Aku menatap serius, wajah pembantu yang usianya sudah setengah abad ini. Sepertinya ia bicara benar.
"Siapa yang kirim salam, Mbok?" tanyaku dengan serius.
"Itu Non, tetangga depan rumah kita! Tiap pagi ia pergi kerja menggunakan mobil berwarna hitam!" jelasnya.
Deg ... jantungku berdesir, bukankah yang menggunakan mobil hitam, cowok yang tadi pagi ku lihat dari balik jendela.
"Memangnya ada berapa orang cowok yang tinggal di rumah depan itu, Mbok?" tanyaku.
"Ada dua orang, Non! Yang satu sudah bekerja dan satu lagi masih kuliah!" jawabnya.
"Yang kirim salam cowok yang mana?" tanyaku penasaran.
"Cowok yang sudah bekerja itu, kan ada join kerja dengan Papa Non juga!" jelas Mbok Nah.
Aku tertegun mendengar penjelasan Mbok Nah. Rasa tak percaya aja, kok berani cowok itu titip salam? Sedangkan dia sudah punya pacar. Aku semakin penasaran dan ingin tau banyak tentang status cowok tersebut.
Bersambung ....