Chereads / it's my dream (versi Indonesia) / Chapter 5 - Miss call

Chapter 5 - Miss call

Bab 5.

Deg ... jantungku berdegup tak beraturan, orang ini kok kepo banget sih, sampai ngirim buket bunga segala. Aku tak membalas lagi pesan darinya, buket bunga aku letak di atas meja rias.

Aku masuk ke toilet yang ada di dalam kamar. Lalu membersihkan muka dan tubuh yang sudah kegerahan ini. Guyuran air dari kran shower terasa sejuk, merelaksasi tubuh yang lelah seharian beraktifitas di luar rumah.

Sejenak lupa akan kejadian tadi, yang buatku penasaran setengah mati.

Lima belas menit kemudian, aku  selesai membersihkan tubuh, kemudian keluar dari toilet sambil mengenakan handuk kimono. Baru saja hendak berpakaian, hapeku bergetar lagi, ada notifikasi masuk sedang mengirim pesan.

Aku jadi ikutan kepo untuk membuka pesan tersebut. Ada kiriman emoji hati, emoji peluk dan emoji mata yang penuh cinta. Abaikan sajalah, kalau di ladeni bisa ngelunjak cowok asing ini, pikirku.

*****

Selesai mandi, aku langsung rebahan di atas ranjang  yang empuk. Tubuh terasa ringan, dan mata pun mulai mengantuk. Setelah meletakkan hape di atas meja rias, aku langsung pejamkan mata, berharap setelah bangun dari tidur, rasa penasaranku sudah terjawab.

Hampir satu jam lebih aku tertidur, terbangun karena suara ketukan dari luar pintu. Suara Bunda memanggil namaku.

"Zaaa ... kamu sedang apaa, tidur ya?" tanya Bunda sambil  mengetuk pintu kamar.

"Iya, Bund, tunggu sebentar!" Jawabku, sambil meregangkan otot tubuh yang kaku.

Kreekk ... ku buka pintu sambil menguap, "hoaam," lalu menutup mulut dengan telapak tangan.

"Ihh, jorok! Anak gadis nguapnya lebar bangett!" protesnya.

"Hii ... hii, masih ngantuk, Bund," sahutku.

Bunda duduk di tepi ranjang, sambil menatap sekeliling kamar. Matanya tertuju pada buket bunga yang tergeletak begitu saja di atas meja.

"Za, kamu sudah tau siapa pengitimnya?" tanya Bunda sambil membaca kertas kecil yang terselip di buket itu.

"Enggak tau, Bund! Yang jelas lelaki itu berhasil mengetahui nomor telfon dan alamat rumah kita!" tegasku.

"Hm, Kira-kira siapa orangnya yaa?" Bunda bergumam sendiri.

"Berhati-hati sajalah! Mungkin lelaki itu sedang memantau gerak-gerik kamu! Selagi tak membahayakan, tak usah takut!" ucapnya.

"Oh-iya, sampai lupa mau bilang, kalau Papa kamu, sore ini akan pulang! Mungkin tak lama lagi akan tiba di rumah."

"Cieee, Bunda gak galau lagi dong," ledekku.

"Udah-ah, Bunda mau mandi dulu," selanya sambil membuka pintu lalu keluar kamar.

Baru teringat kalau aku belum salat Ashar. Begitu melihat benda bulat di dinding kamar, sudah hampir pukul lima sore. Gegas aku pergi ke toilet, untuk buang air kecil, lalu mengambil air wuduk.

Lima belas menit kemudian, aku keluar dari toilet. Tiinn ... tiinn ... dari lantai bawah terdengar suara klakson mobil, iseng ku intip dari balik gorden jendela. Ternyata benar ucapan Bunda tadi, mobil Papa sudah berada di depan pagar. Beliau sedang menunggu Pak Dirman membukakan pagar.

Gegas ku ambil mukena di balik pintu, lalu memakainya dan mulai melaksanakan salat wajib empat raka'at. Begitu selesai salat, pintu kamar di ketuk lagi. Kali ini terdengar suara Mbok Nah sedang memanggil namaku.

Tokk ...tokk ... tokk ...

"Non Za! Di panggil Papa, kamu di suruh turun ke lantai bawah, yaa!" perintahnya.

"Iya, Mbok! Tunggu sebentar, nanti Za turun!"

Setelah menggantung mukena di tempat tadi, ku rapikan rambut yang sedikit berantakan. Kemudian ku raih hape yang tergeletak di tempat tidur. Begitu layar hape di usap, terlihat ada pesan dari aplikasi warna hijau.

"Hay, sedang apa? Jangan lupa mandi dan salat, ya!" tulis pesan tersebut.

Hm, aku terdiam, langsung melihat ke nomor pengirimnya. Masih dengan nomor yang sama. Hanya ku baca saja, belum ada niat untuk membalas pesannya.

******

Bersamaan dengan turunnya aku ke lantai bawah, terdengar suara klakson mobil di luar pagar. Sepertinya itu mobilnya Bang Rey yang baru pulang kerja. Rumah yang tadinya sepi, kini kembali ramai setelah penghuninya pulang dari beraktifitas.

Bang Rey dan Kak Mona di percayakan Papa untuk memegang satu cabang perusahaan yang lain. Tapi tetap Opa Angkasa sebagai kepala komisaris perusahaan. Bang Rey menjabat sebagai manajer, sedang Kak Mona sebagai kepala bagian accounting.

Walaupun mereka berdua masih belum cukup pengalaman bekerja, tapi Opa Angkasa dan Papa Harry selalu mengajarkan, memantau dan membekali mereka dengan ilmu yang orangtuaku miliki.

Setelah Bang Rey lulus kuliah dari Amerika, tiga tahun yang lalu. Ia langsung di berikan tanggung jawab penuh untuk mengurus perusahaan yang bergerak di bidang properti. Dan Kak Mona sambil menyusun skripsi ikut andil di dalam perusahaan tersebut.

Menurut Papa Harry, mereka sengaja di berikan jabatan penting dalam perusahaan, kalau masih ada anggota keluarga bahkan anak sendiri, untuk apa di berikan jabatan tersebut ke orang lain. Begitu jawaban dari Opa dan Papa saat ku tanya.

Lamunan ini buyar, tatkala Kak Mona menyentuh bahuku. "Ehh, sore-sore udah melamun ajee!" celetuknya.

*******

"Wah, Papa baru pulang, ya?" tanya Bang Rey.

"Iya, nih, lebih cepat dari perkiraan, biasanya lebih dari tiga hari," sahutku.

"Idihh, udah bagus Papa kalian sampai di rumah dengan selamat, ini malah di gosipin!" omel Bunda.

"Oh-iya, Alhamdulillah, Pa! Jadi Bunda gak demam dan gak galau lagi," sindir Kak Mona.

"Apa benar  begitu Bund?" tanya Papa heran.

"Iya, benarlah, masak bo'ong sih, Pa!" sahutku

"Bunda gak usah terlalu khawatir, Papa akan baik-baik saja selama di luar kota!" jelas Papaku sambil menatap mesra ke Bunda.

"Eh, keasikan curhat, Papa bawa oleh-oleh nih!" ucapnya.

Papa mengeluarkan bungkusan besar dari dalam tas kopernya. Setelah di buka ada banyak camilan ciri khas dari kota yang di datanginya kemarin.

Aku, Bang Rey dan Kak Mona berebut mengambil camilan yang berserak di atas meja tamu.

"Semua camilan ini enak kok! Kalian gak usah sampai berebut gitu!" ingat Papa.

"Saling berebut itu enak loo, Pa! Rasa sedang berburu barang diskonan!" candaku.

"Ada-ada saja kamu, Za," ucap Papa.

Kami membuka satu persatu camilan yang sudah berada di tangan masing-masing. Tak lama Bunda ke dapur, ia perintahkan Mbok Nah segera buatkan teh hangat untuk Papa.

Sedangkan untuk kami di bawakan minuman dingin di dalam botol air mineral.

"Mbok, jangan lupa siapkan menu makan malam untuk kita, ya!" titah Bunda.

"Baik, Bu!" sahutnya sambil berlalu ke dapur.

Malam ini, Bunda ingin kita semua makan malam bersama di rumah saja. Apalagi Papa baru pulang dari luar kota, ia pasti lelah butuh segera beristirahat.

"Enak banget camilan dodol pulut ini," ucapku

Udah hampir satu kotak kecil, ku makan dodol pulut ini. Kalau Bunda tak mengingatkan, mungkin sudah habis ku buat. Yang lain juga melakukan yang sama.

Di tanganku ada sekotak dodol, kalau Bang Rey sedang mengunyah sebungkus keripik balado, dan Kak Mona sama dengan Bunda, mereka mengunyah manisan buah pala, rasanya hangat di tenggorokan.

Masih ada beberapa bungkus lagi oleh-oleh yang berbeda di atas meja. Papa tersenyum geli melihat tingkah kami, ia sedang mengelus kepala Bunda. Sepertinya Papa masih kangen dengan Bunda.

Bersambung ....