Bab 4.
Melihat Bunda tersenyum lagi, sudah cukup buatku bahagia. Karena sejak kemarin Bunda berkurung terus di dalam kamar, gak pergi ke butik dengan alasan sakit.
Hal itu sering terjadi, kalau Papa sedang pergi tugas ke luar kota. Kalau Papa ada di rumah, Bunda selalu kelihatan happy gak pernah murung. Hanya sesekali saja terjadi debat kecil di antara mereka.
Sedang asik menikmati bakso dan sate kerang, suara hape bergetar lagi. Kali ini suaranya berasal dari dalam tas sandangku. Begitu di lihat ke layar hape, ada panggilan tak terjawab dari nomor tak di kenal.
Derrtt ... derrtt ...
Kini giliran pesan masuk dari nomor tadi, sepertinya yang chat ini seorang lelaki. Dari pesannya ia mengajak kenalan. Duhh, siapa sih yang iseng memberikan nomor hapeku ke orang ini. Ku buka aplikasi berwarna hijau tadi, untuk melihat poto profilnya. Ehh, kosong alias gak ada fotonya.
Karena gak kenal pesan masuknya aku baca saja tanpa membalasnya. Bunda yang melihat wajah bingungku langsung bertanya.
"Siapa yang kirim pesan, Za?" tanya Bunda.
"Enggak tau nih, Bund! Gak ada poto profilnya," sahutku.
"Penelpon misterius nih," celetuknya.
"Hm, udah biarin ajalah Bund, paling orang iseng," jawabku.
"Hati-hati loo, entar fans gelap yang suka sama kamu," ledek Bunda.
"Biarin ajaaaa, entar juga diam sendiri yang menelfon dan kirim pesan itu!" cecarku.
"Ya-sudah, cepat habiskan bakso kamu! Lihat, mulai mendung di luar!" kata Bunda.
Hapeku bergetar lagi, kali ini ku abaikan saja. Kalau pegang hape, pasti Bunda ngomel lagi. Pura-pura gak dengar itu menyiksa plus penasaran juga gaess.
Gegas ku seruput kuah bakso hingga tandas, bersih, tinggal mangkok dan sendoknya saja. Bunda geleng kepala melihat ulah-ku.
"Tomboi-nya kebangetan deh, hampir saja mangkok dan sendoknya di telan," ejek Bunda.
"Itu cara cepat untuk menghabiskan bakso beserta isinya, Bund," jawabku sambil nyengir
"Hm ... gak gitu juga kalee, yang ada pas makan dengan cowok, dia langsung bad mood lihat tingkah kamu!" ucap Bunda.
"Gak papa, Bund! Biar cowok tersebut tau sisi jeleknya Za," sahutku membela diri.
"Masalahnya hingga kini, kamu masih jomblo, Nak Sayang," ingat Bunda.
"Haa ... haa, berarti dari tadi yang halu Bunda atau Za, nih?" ledeknya.
"Berandai-andai terus, kapan punya pacar?!" Bunda nyeletuk lagi.
"Santai aja Bund! Jika tiba saatnya nanti, pasti Za bertemu jodoh!" kataku menghibur diri.
"Satu lagi pesan Bunda, jangan terlalu galak dengan cowok! Entar cowok pada lari begitu tau dan lihat sikap kamu begini."
"Haa ... haa, biar cowok kena batunya, kalau bertemu dengan Za." ucapku memuji diri.
********
Sepanjang perjalanan menuju pulang, tak terlihat lagi murung di wajah Bunda. Mood nya sudah kembali membaik, tak seperti di supermarket tadi. Aku tak mau membahas soal itu lagi, yang ada Bunda kepikiran lagi.
Setengah jam kemudian, kami sudah memasuki komplek perumahan. Melewati portal pos jaga security, ku buka kaca mobil sedikit, lalu menyapa mereka. Memang aturannya seperti itu. Setiap mobil masuk ke area komplek wajib buka kaca dan masker.
Semua itu sebagai antisipasi, takut terjadi pencurian rumah kosong yang di tinggal penghuni komplek. Dulu pernah terjadi pencurian rumah kosong, karena penjagaan kurang ketat. Tak ada petugas jaga malam yang berkeliling komplek.
Sejak kejadian itulah, sekarang penjagaan di perketat, setiap ada mobil atau motor yang masuk, wajib buka kaca atau helm. Kalau bukan penghuni komplek, wajib di tanya apa kepentingannya datang ke area komplek ini.
Dan penghuni komplek wajib lapor, bila bepergian meninggalkan rumah dalam waktu lama. Jadi bila ada hal yang mencurigakan, security bisa langsung bertindak.
Begitu ku bunyikan klakson mobil, Pak Dirman langsung keluar dari pos jaga, ia berlari kecil untuk membukakan pagar. Mobil langsung masuk ke halaman rumah.
"Bunda turun di sini aja, Za! Biar Pak Dirman yang angkat barang dari bagasi ya!"
"Oh-iya, Bund," jawabku.
"Pak Dirman! Tolong buka garasi mobil ya, Za mau langsung simpan mobil nih!" pintaku.
"Okee, Non Za," sahutnya.
"Oh-iya, tadi ada paket untuk Non Za!"
"Hahh, paket? Sepertinya saya gak ada belanja online minggu ini, Pak!" sahutku.
"Sebentar Non, saya ambil paketnya!"
Aku turun dari mobil, lalu menguncinya. Kemudian masuk ke rumah melalui pintu samping yang menghubungkan garasi dan ruang dapur.
Tak lama Pak Dirman membawa serangkai buket bunga yang masih terbungkus plastik. Komplit dengan tulisan di tengahnya. "Dari pengagum kamu."
"Ciee, kini Non Za punya fans rahasia nih!" celetuknya.
"Aihh, apaan sih, Pak," sahutku.
"Siapa yang antar buket ini, Pak?" tanyaku.
"Kurir yang antar, Non!"
"Hmm, ya-sudah, terima kasih, Pak!"
Begitu masuk ke dalam rumah, melihat ada rangkaian buket di tanganku, Bunda langsung kepo dan bertanya.
"Buket dari siapa, Za?"
Aku tunjukan tulisan yang tergantung di tengah bunganya. Bunda mengerutkan dahi, lalu tersenyum.
"Baru aja di bahas tadi sore, udah muncul aja pengagum rahasia kamu, Za!"
"Haa ... haa, Za gitu loo! Makanya Bunda harus percaya, biar tomboi begini, tapi Za banyak fansnya loo," imbuhku sambil tertawa.
"Idihh, Bunda itu percaya sama Tuhan. Kalau percaya sama kamu, itu namanya syirik!" ucap Bunda sambil menjulurkan lidahnya.
"Hm, kalau udah bawa nama Tuhan, pantang untuk di bantah!" Mendengar ucapanku Bunda jadi tersenyum geli.
"Ya-sudah, Za ke kamar dulu, mau ganti baju!"
Sepertinya demam yang di rasakan Bunda tadi pagi, sudah sembuh deh. Karena dari tadi Bunda tersenyum dan bercanda terus padaku.
*******
Begitu masuk ke kamar, hapeku bergetar lagi, kali ini aku penasaran banget. Ingin segera membaca pesan masuk atau menelfon langsung nomor yang tertera di layar hape ini.
"Hay, udah sampai buket nya, kan? Semoga kamu suka, ya!" ttd: pengagum rahasia kamu.
Hm, aku tertegun membaca pesan dari nomor yang tak di kenal ini. Apa mungkin ini nomor dari teman kampus yang ada di grup aplikasi berwarna hijau. Ku baca dua nomor terakhir dari pengirim tersebut, lalu mencocokkan dengan nomor yang ada di grup kampus.
Dari semua nomor yang ada di grup, tak ada satu pun yang cocok dengan nomor pengirim buket ini. Berarti orang ini tau alamat rumah serta nomor hapeku. Sementara nomor hape sangat privasi, tak sembarangan orang bisa minta nomorku.
Ku perhatikan foto profilnya juga gak ada kelihatan alias kosong. Kebetulan nomornya sedang aktif, langsung ku kirim pesan.
"Siapa ini?" tanyaku.
Pesanku langsung centang biru, berarti di bacanya. Tapi belum di balas, mungkin orang aneh ini sedang menyusun kata untuk balas pertanyaanku. Menunggu balasan dari orang aneh ini, rasanya seperti nunggu antrian masuk ke toilet, perut terasa mulas gak jelas serta jantung berdegup tak beraturan.
Beberapa menit kemudian, tring ... tringg ...
Ada pesan masuk ke hapeku, ada balasan dari nomor orang asing tersebut.
"Salam kenal, ya! Semoga kita bisa lebih dari sekedar teman," balasnya. Aku tertegun membaca pesan dari orang ini.
"Tau dari mana nomor hapeku?"
"Soal itu gak usah di bahas, yang perlu kamu tau, aku suka kamu!" balasnya.
Bersambung ....