Setelah mengistirahatkan tubuhnya sehari dan mendapatkan berbagai macam makanan cepat saji kesukaannya dari Clark, Adalyn sudah mendapatkan kembali kekuatannya untuk berlaga di atas ring.
Selama istirahat seharian di apartemen, Clark akan datang sehari tiga kali hanya untuk mengantarkan makanan untuknya.
'Terima kasih, Paman Clark' Adalyn menggerakan tangannya di hadapan Clark yang sedang memperhatikannya melahap makanan itu.
"Terima kasih?" tanya Clark hanya untuk memastikan apakah itu yang ingin diucapkan Adalyn. Dan Adalyn mengangguk. "Tidak masalah. Kamu akan mendapatkan makanan itu lagi jika kamu menang dipertandingan nanti malam."
Adalyn mengangkat ibu jarinya dengan penuh keyakinan. Gadis itu kembali melanjutkan melahap burger kesukaannya.
"Jangan makan semuanya, Adalyn. Kamu bisa sakit perut. Sebentar lagi kita berangkat!" suara Joy terdengar dari dalam kamar mandi.
Mendengar teriakan itu Adalyn sampai tersedak makanannya sendiri.
"Perhatikan kunyahanmu, Adalyn," Clark memberikan minum untuk Adalyn. "Kamu tidak perlu mendengarkan dia. Habiskan saja makananmu."
Adalyn mengangguk pelan antara ingin mendengarkan ucapan Clark atau harus mendengarkan teriakan Joy yang terdengar menakutkan di telinganya.
Malam menjelang dan seperti biasa Clark akan menjemput Adalyn dan Joy untuk ke arena pertandingan bawah tanah.
Sesampainya di sana, Adalyn mengutuk dirinya sendiri karena terlena dengan makanan cepat saji yang Clark berikan sehingga ia tidak memperhatikan asupan gizi yang masuk ke dalam tubuhnya. Alhasil baru kakinya menginjak arena tersebut, perutnya terasa sakit.
Adalyn takut kalau harus mengadu pada Joy, tapi ia sudah tidak bisa menahan sakitnya lagi.
"Kamu kenapa?" Clark menyadari perubahan pada Adalyn, pria itu berbisik karena takut Joy akan mendengarnya dan Adalyn akan terkena imbasnya.
Adalyn menyentuh perutnya seraya menunjukan wajah kesakitannya.
"Perutmu sakit?"
Adalyn mengangguk.
"Kalau begitu ikut aku."
Adalyn mengikuti Clark yang berjalan mendahului Joy. "Kalian mau ke mana?" tanya Joy.
"Aku akan mempersiapkan Adalyn. Kamu pergilah menemui Limoste," jawab Clark.
Clark membawa Adalyn ke bagian belakang arena tersebut, menuju lorong yang cukup sempit, gelap dan kumuh. Gadis itu juga harus berjalan beberapa meter lagi melewati pintu-pintu ruangan yang sudah tidak terpakai.
"Adalyn," Clark menghentikan langkahnya di ujung lorong yang sempit itu. "Untuk sampai ke kamar mandi kamu hanya perlu melewati pintu-pintu itu lalu belok ke kanan. Kamu akan melihat pintu kamar mandi di sana. Aku akan mengangkat panggilan dari temanku dulu."
Adalyn mengangguk, tanpa rasa curiga, dia kembali melanjutkan langkahnya menuju jalan yang sudah ditunjukkan oleh Clark.
Saat Adalyn hendak berbelok, tiba-tiba saja seorang pria berbadan besar muncul dari dalam kegelapan.
Jika berada di atas ring mungkin Adalyn tidak akan menemukan keraguan jika di hadapkan dengan orang seperti itu, tapi kali ini keadaannya berbeda. Dia sangat membutuhkan toilet saat ini.
Adalyn berbalik, hendak kembali menuju Clark berada, tapi di belakangnya sudah ada pria lain lagi. Adalyn hendak berbalik ke lorong lainnya, tapi pria lain muncul dari kegelapan lagi.
Adalyn terkepung dari tiga arah, sedangkan satu arah yang kosong hanyalah sebuah dinding.
"Jangan sampai membuatnya terluka atau dia akan marah," ujar salah seorang dari ketiga orang itu.
"Aku mengerti."
Satu orang maju dan hendak menyentuh lengannya, tapi Adalyn berhasil menghindar dan malah memberikan sebuah tendangan di perut orang itu hingga terhuyung ke belakang.
Satu orang lagi kembali maju, tapi Adalyn langsung bergerak cepat untuk menendangnya hingga orang itu terjatuh ke lantai.
"Aku salah telah meremehkanmu," desis orang yang tersisa.
Saat orang yang tersisa itu hendak menerjang Adalyn, sebuah suara terdengar dari arah lorong di mana Clark tadi meninggalkan Adalyn. Sontak saja orang itu menoleh terkejut.
"Kita pergi!" ujarnya pada kedua rekannya. Ketiga orang itu pergi ke arah lorong yang berlawanan.
Adalyn merasa bingung dengan kejadian barusan, mereka lari setelah mendengar suara Joy. Dan yang lebih membuatnya bingung adalah. Adalyn yakin kalau Clark masih ada di lorong tersebut dan pasti mendengar suara gaduh perkelahiannya.
Terlalu mendalami isi kepalanya sampai Adalyn lupa tujuan utamanya datang ke tempat yang menyeramkan tersebut. Alhasil saat perutnya kembali bereaksi, dia bergegas berlari ke dalam kamar mandi.
Di lain tempat, Clark terlihat kesal melihat kedatangan Joy diwaktu yang tidak tepat.
"Di mana Adalyn, Clark?"
"Dia sedang berada di dalam kamar mandi."
"Aku mencari kalian dan ternyata kalian di sini."
"Adalyn sakit perut."
"Lalu di mana kamar mandinya?"
Clark menunjuk ke arah lorong di belakangnya, dan Joy menolehkan kepalanya ke sana.
"Aku tidak melihat kamar mandinya, yang ada hanya pintu-pintu saja."
"Di ujung lorong belok kanan. Adalyn memintaku untuk menunggu di sini."
Joy mendesah. "Anak itu berpura-pura berani. Padahal dia itu penakut untuk datang ke tempat yang gelap dan kumuh seperti ini," kekeh Joy.
Dahi Clark berkerut samar. "Apa maksudmu?"
"Anak itu takut hantu. Hal itulah yang membuatnya terikat dan tidak bisa melepaskan diri dariku."
Clark seperti tertarik dengan percakapannya itu. "Sebenarnya apa yang membuat anak itu takut padamu?" Clark memancing Joy.
Joy merogoh saku jaketnya, pria itu mengeluarkan sesuatu yang berkilau lalu di tunjukkannya pada Clark. "Ini."
Clark terkejut, sangat amat terkejut. Tangan pria tua itu terulur perlahan hendak menyentuh benda berkilau yang ada di tangan Joy. Namun, sayangnya Joy segera menarik tangannya kembali, alhasil tangan Clark terdiam di udara.
"I-itu Hope Diamond sungguhan?" cicit Clark. "Bu-bukankah benda itu seharusnya ada di museum di Washington?!"
Joy tertawa, lebih tepatnya menertawakan reaksi Clark yang menurutnya lucu. "Sepertinya kamu belum mendengar kisah Sicario itu, Clark."
"Apa maksudmu?"
"Darren Winston mengambil kembali Hope Diamond dari museum lalu menggunakannya untuk melamar nyonya Camellia. Saat nyonya Camellia memperlihatkan Adalyn di hadapan orang-orang, dia mengatakan kalau kalung itu akan menjadi milik putrinya. Namun, saat Gustav dan aku mengambil bayi itu dari mansion Winston. Kalung itu tidak ada di leher Adalyn," Joy mengakhiri ceritanya dengan hisapan di cerutunya.
"Apa?! Lalu?"
"Untuk meyakinkan pasangan Burton itu agar mau menjaga Adalyn. Gustav membuat replika Hope Diamond dengan diamond murah lalu memberikannya pada pasangan Burton."
"Jadi pasangan Burton tidak tahu kalau berlian itu palsu?"
Joy mengangguk. "Ya. Bahkan sampai akhir hayatnya, mereka belum tahu kalau berlian itu palsu."
Clark tertawa, begitu pula dengan Joy. "Lantas apa yang membaut Adalyn tunduk padamu?"
"Aku mengatakan kalau kalung ini adalah benda kesayangan milik orangtuanya. Jika dia berani macam-macam padaku, maka aku akan menghancurkannya dan saat itu arwah kedua orangtuanya akan menggentayanginya.."
"Kau benar-benar licik, Joy."
"Karena kelicikan itulah aku bisa tetap hidup."
"Oh, ya. Bagaimana dengan Gustav? Kau pernah bertemu lagi dengannya?"
"Tidak. Setelah aku mendapatkan uangnya, aku tidak pernah lagi melihat ataupun mendengar kabarnya. Mungkin sekarang dia sudah mati."
"Astaga, Joy. Usianya hampir sama dengan kita. Tidak mungkin dia mati begitu saja."
"Bisa saja. Musuhnya terlalu banyak."
"Tapi yang jelas musuh terkuatnya sudah mati, yaitu Sicario."
"Ya, kau benar."