Adalyn merutuki dirinya sendiri, ia merasa telah melakukan kesalahan. Dirinya memang yang menyarankan ide gila untuk menangkap dalang di balik upaya pembunuhan nyonya Ariana, tapi dirinya sendiri merasa telah salah memilih ide.
Dua hari berlalu sejak dirinya mulai menjalankan rencana gilanya, semuanya masih tampak baik-baik saja. Belum ada musuh yang terlihat. Namun, Adalyn merasa kurang nyaman dengan pakaian wanita yang dipakainya, itu menjadikannya pusat perhatian. Dan Adalyn merasa gugup karenanya.
Nyonya Ariana selalu mengatur pakaian untuknya setiap kali akan berpergian, dress di atas lutut dengan bahu yang terbuka adalah pilihan nyonya Ariana untuknya. Ternyata bukan tanpa alasan wanita paruh baya itu memilihkan model dress seperti itu, karena dirinya sangat menyukainya. Namun, dirinya merasa sudah tidak pantas memakainya.
"Kenapa Mommy selalu memilihkan pakaian seperti itu untuk Adalyn?!" gerutu Ellard.
"Kamu ini kenapa? Terserah Mommy mau memakaikan pakaian apa pada Adalyn," tukas nyonya Ariana.
"Mom, dia itu sedang menjalankan pekerjaannya, bukan untuk menarik pria bajingan di luar sana."
"Pria bajingan di luar sana?! Mommy kira pria bajingannya ada di rumah ini."
"Mom!" desis Ellard.
"Jangan mendesis padaku, Ellard!"
Ellard menghela napas. Pria itu memilih bungkam dan melanjutkan menyantap makanannya.
"Oh ya, di mana Harold? Mommy belum melihatnya sejak kemarin?"
"Harold dan Gregori masih berurusan dengan walinya Adalyn."
Adalyn menoleh cepat setelah namanya disebutkan.
'Apakah paman Joy menolak, Tuan?' Adalyn menyodorkan ponselnya pada Ellard.
"Ya. Walimu itu menolak untuk menjualmu. Dia bahkan sedang berurusan dengan pria tua bernama Clark."
Adalyn terkejut, ia bahkan menjatuhkan ponselnya ke atas meja makan.
"Adalyn, kamu kenapa?" tanya nyonya Ariana.
Adalyn bangkit, mengabaikan pertanyaan nyonya Ariana. Dia mendekati Ellard kemudian berlutut di samping kursi Ellard.
'Apa paman Clark ada hubungannya dengan penculikan itu, Tuan?'
"Aku tidak tahu. Tapi yang jelas aku mendapatkanmu dari Mr. Dalton sebagai hadiah. Itu saja," acuh Ellard seraya memasukan makanannya ke dalam mulut.
Adalyn terlihat begitu terpukul. Dirinya memang belum sempat bertanya pada Ellard kenapa dirinya bisa berada di kamar hotel karena menurutnya mungkin Ellard tidak tahu dan ada orang lain di balik semuanya, tapi dia tidak pernah menyangka kalau Clark terlibat. Padahal Adalyn berharap semua itu hanya kejahatan orang asing yang random menculik dirinya.
"Ellard, ada apa dengan Adalyn?" bisik nyonya Ariana.
"Biarkan saja dia, Mom."
Nyonya Ariana berdecak, dia bangkit kemudian membantu Adalyn agar berdiri.
"Ada yang mengganggumu, Adalyn?" tanya nyonya Ariana dengan suara pelan dan lemah lembut.
Adalyn hendak menuliskan sesuatu di ponselnya, tapi kehadiran seseorang menarik perhatiannya, begitu pula dengan nyonya Ariana dan Ellard.
"Kami kembali," ucap Harold yang berjalan mendekati meja makan.
"Bagaimana?" tanya Ellard tanpa basa-basi.
"Semua sudah selesai. Walinya sudah menerima uangnya dan dia melepaskan Adalyn sepenuhnya," Harold memberikan sebuah secarik kertas pada Ellard.
Ellard mengambil kertas yang diberikan Harold, kemudian membaca isinya. "Kau pintar sekali membuat perjanjian dengannya, Harold."
Harold mengangkat kedua bahunya. "Dia orang yang licik, Brother. Untuk berjaga-jaga jika dia membuat masalah."
"Bagus," Ellard mengembalikan kertas di tangannya pada Harold. "Lalu bagaimana dengan barang-barang miliknya."
"Sudah saya dapatkan, Tuan," Gregori menjawab seraya mengangkat sebuah tas ransel yang lusuh.
Adalyn yang melihat tas miliknya segera berlari, mengambilnya dari tangan Gregori. Adalyn membuka isinya, mencari suatu benda yang sangat berarti untuknya.
"Kamu sedang mencari apa, Holy Girl?" tanya Ellard.
Adalyn tidak menggubris Ellard, gadis itu terus saja membongkar isi tasnya.
Di mana ponselnya. Di mana Troy. Batin Adalyn yang mulai panik.
"Kamu mencari ponselmu, Adalyn?" Harold bersuara yang membuat Adalyn menghentikan gerakannya kemudian menoleh. "Aku sudah membuangnya. Sekarang kamu milik Lynford. Kamu dilarang berhubungan dengan orang luar tanpa persetujan Lynford."
Adalyn terkejut untuk kedua kalinya, tubuhnya bersimpuh di lantai yang dingin dengan mata yang berkaca-kaca.
Nyonya Ariana yang melihat Adalyn tentu saja panik, wanita paruh baya itu bergegas mendekati Adalyn. "Astaga, Adalyn. Ada apa ini?!" tanyanya pada semua orang.
Ellard menghentikan menyantap makanannya, dia bangkit kemudian menarik ibunya agar berdiri.
"Mom, sebaiknya Mommy pergi ke kamar terlebih dulu. Ada yang ingin aku bicarakan dengan Adalyn," ucapnya.
"Mommy tidak akan meninggalkan Adalyn."
"Mom, tolong mengertilah."
Nyonya Ariana meragu untuk meninggalkan Adalyn, tapi merasa ini bukanlah urusannya, maka nyonya Ariana menuruti ucapan Ellard.
Sepeninggalan nyonya Ariana, Ellard menarik lengan Adalyn agar bangkit, pria itu menggunakan sebelah tangannya untuk mencengkram pipi Adalyn.
Adalyn tidak memberontak, hatinya terlalu sakit karena harus kehilangan Troy.
"Harold katakan semuanya!" titah Ellard.
Harold mengangguk samar, kemudian menatap Adalyn. "Kamu mengenal pria tua bernama Clark?" tanyanya.
Adalyn mengangguk tanpa ingin menjelaskan siapa itu Clark.
"Pria tua bernama Clark sengaja melakukan penculikan padamu. Dia menjualmu pada Mr. Dalton. Walimu baru mengetahuinya setelah mendengar keterlibatan Mr. Dalton. Awalnya dia marah besar pada pria tua Clark, tapi setelah mengetahui jumlah uang yang aku berikan untuk mendapatkanmu, akhirnya walimu menyerahkanmu begitu saja," jelas Harold.
Cengkraman di pipi Adalyn semakin kuat. "Kau sudah dengar, Holy Girl. Kenapa sekarang kau mendrama? Bukankah tempo hari kau sudah menyetujui tawaranku," bisik Ellard.
Ucapan Ellard membuat Adalyn tersadar, kepalanya memutar kembali sebuah kesepakatan yang telah ia buat dengan Ellard.
Tuan Arogan ini benar, kenapa sekarang aku jadi seperti ini. Bukankah aku sudah setuju untuk bekerja padanya. Aku harus melupakan semuanya, tidak peduli jika paman Clark yang menjualku asalkan sekarang, aku bisa melunasi hutang-hutangku pada paman Joy. Batin Adalyn meyakinkan dirinya sendiri.
Adalyn melepaskan cengkraman tangan Ellard di wajahnya, kemudian menuliskan sesuatu di ponselnya.
'Maafkan saya, Tuan.'
Ellard menarik sudut bibirnya. "Jadi, Harold. Katakan apakah ada barang yang penting milik gadis ini?" Ellard merangkul Adalyn yang membuat gadis itu melirik.
"Sebuah kalung yang kau minta," Harold mengeluarkan sebuah kalung dari dalam sakunya. "Ini bukan hope diamond asli. Ini palsu."
Seolah tidak peduli dengan penjelasan Harold, Adalyn merebut kalung itu dengan cepat.
'Terima kasih'. Tulisnya dengan bangga lalu ditunjukkannya pada Harold.
Harold menatap Adalyn sejenak. "Kau tahu itu palsu, Adalyn?" tanyanya.
'Aku tidak peduli ini palsu atau bukan, Tuan. Tapi ini kalung milik mendiang orangtuaku. Ibuku selalu memakainya, hanya ini kenanganku satu-satunya.'
Ellard menatap Harold dengan tatapan berbeda, seolah sedang mencari sesuatu di balik tatapan Harold pada Adalyn.
"Ada apa, Harold? Kau menemukan sesuatu lagi?" tanyanya dengan suara berat.
Harold menoleh. "Setahuku hope diamond pernah di ambil dari museum oleh keturunan Winston. Dan dikabarkan menghilang saat diwariskannya pada keturunan mereka yang meninggal dunia. Entah berita itu benar atau tidak."
"Lalu apa hubungannya dengan kalung milik Adalyn? Ini hanya diamond replika. Dan mungkin saja orangtua Adalyn sengaja membuatnya karena mereka menyukai hope diamond yang asli," tukas Ellard.
"Apa yang dikatakan tuan Ellard benar, Tuan Harold," Gregori menimpali.
"Ya, mungkin kau benar, Brother," tapi wajah Harold tidak menunjukkan kepuasan.