Adalyn benar-benar memulai hidup barunya sebagai bagian dari Lynford, meski hanya sebatas bodyguard nyonya Ariana dan tidak lebih dari itu.
Rutinitas Adalyn selama tidak sedang menjalankan tugasnya menjaga nyonya Ariana, yaitu berlatih bersama beberapa bawahan milik Ellard, terutama Gregori.
"Astaga, Adalyn. Kamu masih tetap yang terhebat," Gregori memberikan pujian setelah dirinya dikalahkan gadis itu.
Adalyn hanya mengangkat kedua bahunya seraya melempar senyum polosnya.
"Sekarang aku percaya kalau kamu yang mengalahkan Gregori, Adalyn," seorang rekannya yang lain menimpali.
"Ya, aku juga percaya itu," yang lainnya juga menimpali.
Gregori menepuk pundak rekannya. "Maka dari itu aku tidak pernah lagi memandang seseorang atau sesuatu dari luarnya saja. Itu kadang bisa menipumu," ucap Gregori.
"Katakan padaku Adalyn, bagaimana kamu melakukan itu? Kami berdua saja membutuhkan waktu untuk membuat Gregori tumbang."
"Kami juga harus melakukannya berdua."
Lagi-lagi Adalyn hanya mengangkat kedua bahunya dengan senyum polos yang tidak pernah pudar dari bibirnya.
"Kamu harus mengajari kami, Adalyn."
Adalyn mengangguk seraya memberikan ibu jarinya.
Di sudut ruangan, seseorang bernetra hangat tengah memperhatikan kegiatan para bawahan Lynford. Namun, sebenarnya netra tersebut hanya berfokus pada satu-satunya sosok gadis yang ada di ruangan itu.
Setelah sesi latihan yang dilakukan Adalyn selesai, orang itu berjalan mendekat. Kehadirannya menarik perhatian semua orang.
"Selama siang, Tuan Harold," sapa Gregori.
"Ya. Bagaimana latihan kalian?"
"Semua berjalan seperti biasanya, Tuan."
"Seperti biasanya? Itu berarti kalian masih dikalahkan oleh Adalyn?"
"Ya, seperti itulah, Tuan."
Harold menatap Adalyn. "Kamu masih hebat seperti biasanya, Adalyn," pujinya.
Adalyn hanya bisa mengangguk seraya melempar senyumnya.
"Adalyn," Harold memanggil dengan suara pelan. "Setelah ini kamu akan pergi ke taman untuk belajar lagi?"
Adalyn mengangguk. Menjadi bagian dari Lynford–meski tidak resmi–membuat Adalyn dituntut untuk belajar segalanya. Terutama belajar membaca dan berhitung, atau mempelajari apa pun yang bisa menambah wawasan dan kepintarannya.
"Hari ini aku akan mengajarimu. Apa kamu mau?"
Mendapat kesempatan belajar dari orang terpintar di rumah itu–menurut Adalyn–tentu saja Adalyn mau.
Adalyn menggerakan tangannya, membentuk sebuah isyarat.
"Kalau begitu aku menunggumu di perpustakaan," Harold berbalik meninggalkan Adalyn dan yang lainnya.
Adalyn melompat kegirangan, setelah beberapa hari mengalami kesulitan untuk belajar hingga membuatnya malas untuk belajar. Akhirnya ia mendapatkan guru. Nyonya Ariana kadang membantunya, tapi wanita paruh baya itu sedang terbaring lemas di atas ranjang sudah beberapa hari ini.
Adalyn membersihkan dirinya sebelum memulai sesi belajarnya. Ia memilih pakaian yang pantas untuknya, dress putih dengan pita merah di pinggangnya, membuat Adalyn seperti gadis remaja yang polos nan manis.
Sebelum menemui Harold di perpustakaan, Adalyn akan mengunjungi nyonya Ariana di kamarnya. Berkunjung untuk sekedar mengetahui kondisinya.
"Oh, Adalyn. Masuklah, Dear," nyonya Ariana menyadari kehadiran Adalyn yang mengintip di balik pintu. Kebetulan pintu tidak ditutup rapat karena ada pelayan yang sedang mengantarkan makanan.
Adalyn masuk, memberikan salam dengan cara menundukan kepalanya.
"Kamu cantik sekali hari ini, Dear. Kamu akan pergi?" tanya nyonya Ariana.
Adalyn menggeleng, ia menuliskan sesuatu di ponselnya kemudian memberikannya pada nyonya Ariana.
'Tidak, Nyonya. Aku akan belajar bersama tuan Harold di perpustakaan. Bagaimana kabar Nyonya hari ini?'
Nyonya Ariana tersenyum. "Jika kamu tidak ingin belajar, jangan memaksakan diri, Adalyn."
Adalyn kembali menuliskan sesuatu di ponselnya.
'Tuan Ellard akan marah padaku, Nyonya. Saat dia marah, itu lebih menyeramkan daripada singa yang sedang mengamuk.'
Nyonya Ariana tertawa pelan. "Ya, kamu benar, Adalyn. Dia lebih menyeramkan daripada singa. Sekarang pergilah temui Harold, akrabkan diri kalian. Harold tidak seseram Ellard, kamu mungkin bisa lebih akrab dengannya."
Adalyn mengangguk, menunduk hormat sebelum akhirnya keluar meninggalkan nyonya Ariana.
Sepeninggalan Adalyn, pelayan yang berada di ruangan itu mendekati nyonya Ariana. "Mansion ini lebih berwarna sejak kedatangannya, Nyonya," ucapnya.
"Ya, kamu benar, Lucy. Aku pun semakin betah untuk tinggal di mansion ini."
"Nona Adalyn memiliki sesuatu yang membuatnya selalu menarik perhatian tuan Ellard dan tuan Harold."
"Kedengarannya bagus bukan, Lucy? Mereka jarang sekali memiliki sesuatu yang sama untuk disukai. Mereka cenderung berlawanan."
"Jika Anda menilainya begitu, maka saya hanya akan menjawab 'iya' Nyonya."
Nyonya Ariana menghela napas. "Senang sekali rasanya memiliki gadis secantik itu di mansion."
"Gadis cantik yang selalu bisa menjawab tuan Ellard."
Nyonya Ariana tertawa pelan nan anggun begitu pula dengan pelayan bernama Lucy.
"Aku lega sekarang ada seseorang yang bisa membalas Ellard selain diriku."
Di lain tempat. Adalyn yang baru memasuki perpustakaan terkejut begitu melihat ruangan itu gelap. Adalyn meragu untuk masuk.
Adalyn memutuskan untuk menunggu di luar pintu sampai Harold datang, karena ia yakin kalau Harold tidak mungkin ada di dalam ruangan yang gelap itu.
Saat Adalyn hendak menutup pintu, sebuah suara terdengar dari dalam kegelapan, "Masuklah, Adalyn."
Adalyn terkejut, ia bahkan mendorong pintu tersebut hingga terbuka lebar dengan dirinya yang tersentak dan sempat terhuyung ke belakang.
Adalyn menatap ke arah pintu yang menunjukkan kegelapan dengan ketakutan.
"Adalyn, jangan takut," sebuah suara terdengar disusul dengan siluet seseorang di dalam kegelapan yang berjalan ke arahnya.
Adalyn mundur, ia memang pandai berkelahi, tapi dia juga seorang penakut.
"Adalyn jangan takut, ini aku Harold!" Harold keluar dari kegelapan dengan cepat saat menyadari kalau Adalyn ketakutan.
Adalyn menghela napas lega saat melihat Haroldlah yang keluar dari kegelapan dan bukannya…hantu.
'Anda membuatku takut, Tuan. Aku pikir Anda adalah hantu.'
Harold tertawa saat Adalyn berbicara dengannya menggunakan bahasa isyarat. "Petarung hebat sepertimu masih takut hantu juga?"
Adalyn merengut seraya melipat kedua tangannya di depan dada saat Harold menertawakannya. Namun, sedetik kemudian ia menatap Harold dengan tatapan aneh.
'Anda mengerti apa yang aku katakan, Tuan?'
Harold yang melihat gerakan tangan Adalyn mengangguk. "Aku sudah belajar bahasa isyarat beberapa hari ini."
Adalyn terkejut sekaligus senang, dia tidak menyangka kalau ada seseorang yang mau belajar demi memahami dirinya.
'Apakah itu karena Anda selalu kesulitan untuk berbicara denganku?'
"Ya dan tidak. Aku hanya ingin memiliki sebuah sandi untuk berbicara denganmu tanpa ada yang mengetahuinya."
'Jadi Anda menganggap bahasaku adalah sandi?'
"Ya, katakanlah begitu. Lagi pula hanya aku yang bisa mengerti bahasamu di mansion ini," ucap Harold seraya mengedipkan sebelah matanya.
Adalyn tertawa pelan, apa pun yang dikatakan Harold atau pun alasanya ingin belajar bahasa isyarat, Adalyn tetap merasa senang.
"Ayo masuk ke dalam," Harold menarik tangan Adalyn mengajak gadis itu masuk ke dalam perpustakaan yang gelap.
Adalyn tidak berkutik, ia menatap Harold dan ruangan itu dengan keraguan.
"Ada apa, Adalyn? Kamu takut untuk masuk ke dalam?"
Adalyn mengangguk lemah.
"Jangan takut. Aku akan ada bersamamu," Harold melepaskan tangannya yang memegang tangan Adalyn, ia berdiri di samping gadis itu kemudian merengkuh pinggangnya. "Aku rasa ini tidak akan membuatmu takut lagi," bisiknya.