Selama hidupnya, baru dua kali ia mengaggumi dirinya sendiri. Tampil dengan dress serta makeup tipis membuatnya begitu terpesona dan baru tahu apa itu arti dari kata cantik.
"Kamu sangat cantik, Adalyn," puji nyonya Ariana yang berdiri di belakang Adalyn. Dia melihat kecantikan Adalyn lewat cermin.
Adalyn bangkit, ia berdiri berhadapan dengan nyonya Ariana. Menuliskan sesuatu dari ponsel yang diberikan nyonya Ariana beberapa menit yang lalu.
'Nyonya, kenapa saya harus memakai dress ini? Bagaimana saya bisa berkelahi dan melindungi Anda.'
Nyonya Ariana tertawa anggun. "Selama kita di dalam mansion, pekerjaanmu hanyalah bersantai. Aku aman jika berada di dalam mansion, Adalyn."
'Jadi saya bekerja jika hanya Anda keluar dari mansion ini, Nyonya?'
"Ya, tentu saja. Sekarang pergilah temui Ellard. Dia sedang menunggumu di ruang kerjanya. Walson akan mengantarmu."
Adalyn mengangguk, gadis itu meninggalkan nyonya Ariana bersama kepala pelayan.
Di lain tempat, Ellard dengan kesal menunggu kedatangan Adalyn, bahkan ia hampir menghabiskan satu botol wine miliknya seorang diri.
"Di mana gadis bisu itu," geramnya.
"Mungkin sebentar lagi," Harold yang menjawab.
"Kau sudah mengatakan itu beberapa kali, Harold," geramnya. Harold hanya diam tak berkutik.
Pintu ruangannya diketuk dari luar, menarik perhatian Ellard yang hampir meluapkan kekesalannya pada Harold.
"Permisi, Tuan. Saya mengantar nona Adalyn," ucap Walson.
Ellard bangkit, ia sudah tidak sabar ingin meluapkan kekesalannya pada Adalyn saat ia melihat wajah gadis itu.
"Sial! Kenapa kau la-" Ellard menghentikan sumpah serapahnya begitu maniknya bertemu dengan manik Adalyn.
Bukan hanya netra lembut Adalyn yang membuat Ellard menghentikan sumpah serapahnya, tapi juga karena penampilan Adalyn yang cantik dan menggoda di matanya.
Ellard menelan salivanya melihat bahu Adalyn yang terbuka, bahu dan tulang selangka yang hampir dirinya nikmati sewaktu di hotel kemarin.
Pandangan Ellard semakin menuruni tubuh Adalyn, netra tajam dan bergairah itu berhenti tepat di antara paha Adalyn yang putih. Meski dress itu lebih panjang dari dress yang dipakai Adalyn di hotel, tapi rasanya dress yang dipakai Adalyn sekarang yang berhasil membuatnya bergairah menggila.
Ellard berjalan menghampiri Adalyn dengan tatapan predatornya. Saat itu, Adalyn tidak merasa takut lagi, sebab ia merasa aman karena ada orang lain di ruangan itu, mungkin juga karena ia sudah pernah mengalahkan Ellard, maka tidak mustahil jika ia bisa mengalahkannya lagi. Itulah pikir Adalyn.
Ellard berhenti tepat di hadapan Adalyn, pria itu harus menunduk untuk melihat wajah Adalyn. "Holy Girl, kau sangat seksi," bisiknya dengan suara berat dan serak.
Adalyn memang tidak takut lagi, tapi ia tahu apa yang akan dilakukan pria itu padanya. Adalyn mengetikan sesuatu di ponsel yang dibawanya.
'Anda mau saya masukan lagi ke rumah sakit, Tuan?' Tulis Adalyn.
Ellard yang membaca pesan dari Adalyn merasa kesal dan direndahkan, dia menggeram dengan rahang yang mengeras. Namun, dia sedikit terkejut, mungkin malu saat mendengar suara tawa yang ditahan dari belakang tubuhnya. Ellard melirik, mungkin mendelik pada orang di belakangnya.
Harold, pria itu ikut mendekati Adalyn saat Ellard mendekatinya. Pria itu berdiri di belakang Ellard, dan dia juga melihat isi pesan yang dituliskan Adalyn di ponselnya.
"Harold!" desis Ellard.
Harold membungkam mulutnya, berusaha mereda tawanya yang lepas begitu saja. "Maafkan aku, Ellard."
Ellard mendengus seraya berbalik, berjalan menuju mejanya kembali. Dan Harold ikut berbalik.
"Kemarilah, Holy Girl!" panggil Ellard.
Adalyn mendekat, sementara Walson keluar menutup kembali pintunya.
Ellard duduk di kursinya dengan angkuh. "Aku sudah mempersiapkan uang tunai untuk membelimu dari walimu, Holy Girl," lanjut Ellard.
Adalyn mengulas senyum senang.
"Hari ini, Harold dan Gregori akan menemui walimu. Ada sesuatu yang ingin kamu ambil dari walimu selain barang-barang milikmu?"
Adalyn mengangguk. Dia menuliskan pesan di ponselnya kemudian memberikannya pada Ellard.
Dahi Ellard berkerut samar membaca isi pesan dari Adalyn. "Sebuah kalung milik mendiang orangtuamu?"
Adalyn mengangguk dalam.
"Baiklah, Harold dan Gregori akan mengambilnya," Ellard meletakan ponsel Adalyn di atas meja. "Sekarang aku akan memberitahu tugasmu."
Adalyn mendengarkan setiap kata yang keluar dari bibir Harold maupun Ellard. Dia mengingat dengan baik-baik tugasnya untuk menjaga nyonya Ariana. Tidak hanya itu, Adalyn juga mengingat nama-nama musuh Ellard yang sepertinya mengincar nyonya Ariana sebagai bentuk pembalasan pada Ellard.
Adalyn memang tidak melanjutkan pendidikannya ke sekolah yang lebih tinggi, tapi Adalyn memiliki kepintaran yang cukup untuk dirinya gunakan.
"Kamu mengerti?" tanya Harold.
Adalyn mengangguk dalam. Dia mengambil ponselnya yang berada di hadapan Ellard kemudian menuliskan sesuatu.
'Mungkin untuk mengetahui siapa dalang dibalik upaya penyerangan pada nyonya. Sebaiknya kita memasang jebakan, Tuan.'
Adalyn menunjukan ponselnya pada Harold.
"Jebakan? Bagaimana?" tanya Harold.
'Orang-orang tidak tahu kalau saya orang yang akan menjaga nyonya. Bagaimana kalau saya keluar memakai pakaian seperti ini. Musuh mengira saya hanyalah wanita biasa yang sedang menemani nyonya keluar bukan menjaga nyonya. Dengan begitu musuh akan keluar dan saya bisa langsung menangkapnya.'
Adalyn memberitahukan idenya, saat Harold bercerita jika ada beberapa nama yang kemungkinan ingin mencelakai nyonya Ariana.
"Idemu bagus juga, Adalyn," puji Harold.
"Itu ide yang paling bodoh," tukas Ellard.
Adalyn menoleh pada Ellard dengan merengut.
"Memangnya kau bisa menangkap musuhnya? Mereka bukan orang-orang sembarangan, Holy Girl. Mereka orang-orang terlatih."
'Kita tidak tahu hasilnya jika belum mencobanya, Tuan Arogan.'
Ellard menatap tajam Adalyn saat gadis itu menyematkan panggilan baru untuknya. "Kau berani memanggilku arogan?!" geramnya.
Adalyn sepertinya tidak sadar saat menuliskan nama untuk Ellard. Melihat Ellard menatap tajam dirinya, Adalyn melihat hasil tulisannya, seketika ia terkejut seraya tersenyum kaku.
Aku ceroboh. Batin Adalyn.
Lagi-lagi Harold menahan tawa. Menurutnya Adalyn adalah orang pertama yang memiliki bakat atau justru tidak memiliki rasa takut berhadapan dengan Ellard dan terang-terangan mengolok-oloknya.
Ellard mendelik tajam pada Harold. "Diam atau aku akan memasukan moncong pistol ke dalam mulutmu, Harold!" desis Ellard.
"Maafkan aku, Brother."
Ellard kembali menatap Adalyn. "Bagaimana kalau kau gagal dan menyebabkan ibuku celaka?"
Adalyn menuliskan segala rencana yang ada di dalam kepala kecilnya, meski jari-jarinya sempat pegal dan kaku, tapi Adalyn bisa apa? Dirinya hanya bisa menulis untuk membuat orang-orang mengerti apa yang dia katakan.
"Rencananya cukup bagus, Tuan," Gregori memberikan pendapatnya setelah beberapa waktu hanya diam.
Adalyn merasa senang mendapatkan pujian dari Gregori. Gadis itu menatap Gregori kemudian menggerakan tangannya.
'Terima kasih.'
Beruntungnya Gregori sedikit mengerti apa yang coba Adalyn sampaikan padanya.
"Selain hebat di atas ring, kau juga cukup pintar Nona Adalyn," Gregori memujinya kembali.
"Dia juga cantik," Harold menimpali.
"Dia tidak cantik," Ellard menyahuti dengan kesal. "Dia akan terlihat cantik kalau diam terlentang di atas ranjang tanpa melakukan perlawanan."
Harold dan Gregori saling berpandangan kemudian menahan tawa, sementara Adalyn tercengang mendengar ucapan yang keluar dari bibir Ellard.