Chereads / The Bastard's Crazy Desire / Chapter 5 - Part 5. Bad Thoughts Clark

Chapter 5 - Part 5. Bad Thoughts Clark

Untuk Adalyn yang bertubuh mungil, mengalahkan lawan yang memiliki tubuh berkali-kali lipat dari ukuran tubuhnya sendiri harus membutuhkan tenaga ekstra. Bahkan Adalyn harus mengeluarkan semua kartu andalannya dalam bertarung, yang biasanya dia keluarkan di akhir pertandingan sebagai penutup kemenangannya. Itulah yang diajarkan Joy padanya.

Saat lawan terakhirnya ambruk menyentuh lantai, tepuk tangan terdengar dari kedua tangan Clark. Terlihat pria tua itu sangat puas dengan Adalyn, tapi tidak dengan Joy, pria itu malah membentaknya.

"Bodoh! Harusnya kamu bisa mengalahkan mereka tanpa memakai kartu andalanmu! Bodoh! Kamu sangat bodoh!"

"Joy, tenanglah. Dia sudah berusaha untuk mengalahkan lawannya, kamu bisa lihat sendiri, dia mengalahkan lawannya tanpa mendapat luka sedikit pun. Harusnya kamu memberikan pujian padanya," Clark membela Adalyn.

"Itu saja belum cukup untuk menjadi petarung hebat, Clark!"

Clark terlihat berdecak. "Jangan terlalu keras padanya atau dia akan membunuhmu."

Joy menoleh cepat, dia tidak takut mendengar ucapan Clark, Joy malah menyunggingkan senyum sinisnya. "Dia tidak akan berani membunuhku. Aku memiliki sesuatu yang sangat berharga untuknya."

Clark menaikan sebelah alisnya. "Apakah itu?"

"Kau akan tahu nanti," jawab Joy seraya melangkah menghampiri Adalyn. "Kembali ke apartemen. Bereskan barangku dan diam di sana sampai aku kembali."

Adalyn mengangguk, gadis muda itu berjalan cepat meninggalkan Joy dan yang lainnya. Saat Adalyn sudah keluar dari gedung, gadis itu mengedarkan pandangannya, setelah dirasa aman dan Joy tidak melihatnya lagi, Adalyn berlutut sejenak untuk mengistirahatkan kakinya yang terasa sakit dan pegal. Adalyn kembali melanjutkan langkahnya menuju apartemennya dengan langkah pelan meminimalkan rasa sakit di beberapa bagian tubuhnya.

Paman itu salah kalau mengatakan aku tidak menerima luka sedikit pun. Memukul dan menendang lawan yang sebesar itu tentu saja membuat tangan dan kakiku menjadi sakit. Adalyn membatin.

Sepeninggalan Adalyn, Clark memerintahkan orang-orang berbadan besar yang telah kalah dari Adalyn untuk pergi, sementara dirinya mengajak Joy pergi menggunakan mobilnya yang terparkir di luar gedung.

"Joy, ada yang ingin aku tanyakan padamu," ujar Clark sambil mengemudi.

"Apa?"

"Aku akan bertanya ketika sampai di tempat tujuan."

"Baiklah."

Clark membawa Joy ke sebuah bar, di mana para pengunjung bar tersebut begitu akrab dengannya. Saat mereka duduk, dua gelas anggur langsung di sajikan di hadapan mereka.

"Aku ingin bertanya soal anak asuhmu itu. Gadis Sicario itu."

"Apa yang ingin kamu tanyakan?"

"Is that girl still a virgin?"

Dahi Joy berkerut dalam. "Apa yang sedang kamu rencanakan, Clark?"

Clark terkekeh saat Joy sudah bisa menebak isi kepalanya. "Di sini ada seorang pengusaha yang sangat menggilai seorang gadis suci. Dia menghargai gadis suci yang tidak terlalu cantik mulai dari seratus ribu dollar. Dia berani membayar lima ratus ribu dollar untuk gadis suci yang cantik. Aku yakin dia mau membayar lebih untuk anak asuhmu itu."

Joy meneguk minumannya sambil menggeleng. "Tidak, Clark. Aku tidak akan menjualnya."

Clark terlihat kecewa. "Kenapa? Jangan katakan kau menginginkannya?"

"Aku tidak mengatakan begitu. Untuk sekarang aku hanya akan menggunakannya sebagai petarung. Jika nanti dia sudah tidak berguna lagi, aku akan menukarnya dengan uang pada keluarganya yang masih tersisa."

Clark terkejut, pria tua itu sampai menaruh gelas anggurnya dengan keras. "Apa?! Kau sudah gila, Joy. Sebelum kamu mendapatkan uangnya, mereka akan lebih dulu memenggal kepalamu."

"Kamu tenang saja. Sebelum aku mengembalikan Adalyn, aku akan mencuci otaknya agar membelaku. Dengan begitu aku akan selamat."

"Kau percaya diri sekali, Joy."

Joy mengangkat kedua bahunya sambil meneguk kembali anggur miliknya.

"Aku harus pulang. Anak itu belum aku beri makan siang."

"Baiklah. Kau mau membeli makanan di restoran mana?"

"Restoran?" Joy tertawa sambil menepuk bahu Clark. "Aku hanya memberikannya sayuran, satu butir telur dan ubi. Itu makanannya selama bertahun-tahun."

"Astaga, Joy. Kau tega sekali. Kau bisa membunuhnya."

"Membunuh? Buktinya anak itu masih hidup sekarang, dia bahkan sudah menjadi petarung hebat."

Clark menggelengkan kepalanya. "Jangan terlalu pelit padanya, Joy."

Joy berdecih pelan. "Kalau kedua orangtua angkatnya meninggalkan banyak uang untukku membesarkan anak itu. Aku mungkin tidak akan sekejam ini, Clark. Kamu tahu pasangan dokter hewan itu hanya meninggalkan uang kurang dari seratus ribu dollar. Dan bahkan rumah mereka sudah diambil oleh pihak bank."

Sekarang giliran Clark yang menepuk pelan bahu Joy. "Bagaimana dengan peninggalan yang lainnya? Apakah mereka tidak memiliki barang berharga apa pun?"

"Tidak. Mereka sudah menjualnya jauh sebelum kejadian itu terjadi. Mereka sudah jatuh miskin sejak awal. Mereka menipuku, andai saja waktu itu aku tidak datang untuk menolong anak itu, mungkin hidupku jauh lebih baik."

"Jauh lebih baik kau bilang? Bukankah hidupmu selalu saja sama sejak dulu. Harusnya kau berterima kasih pada gadis Sicario itu, atas kerja kerasnya di atas ring dia berhasil membawakan uang padamu."

Perkataan Clark memang ada benarnya, dan itu yang membuat Joy tidak suka. "Sudahlah, ayo pergi sebelum anak itu mati kelaparan," ujar Joy seraya bangkit dari duduknya dan berjalan mendahului Clark.

"Kau tidak memberinya uang untuk mencari makan sendiri, Joy?!" tanya Clark dengan suara sedikit keras karena Joy sudah berjalan mendahului.

"Tidak. Aku tidak sudi memberikannya uang!"

Clark menggelengkan kepalanya sambil mengikuti Joy dari belakang.

"Dasar pria tua pelit," gumam Clark. "Andai saja Joy mau menjual gadis Sicario itu.. Pokoknya aku harus terus membujuk Joy."

Malam pertama di New York telah tiba, Adalyn sudah bersiap untuk memulai hidup barunya sebagai petarung di kota yang tidak pernah tidur ini.

Tidak lupa Adalyn memberikan kabar pada Troy dan berharap mendapatkan kata-kata penyemangat dari pemuda itu.

Disaat dia sedang berkirim pesan dengan Troy tanpa harus bersembunyi-sembunyi dari Joy yang kebetulan sedang berada di kamar mandi, pintu unit apartemennya diketuk dari luar, dan Adalyn sudah tahu siapa yang mengetuknya.

Adalyn memasukan ponselnya ke dalam jaket yang dikenakannya sebelum membukakan pintu.

"Hi, Adalyn. Kau sudah siap?" tanya Clark, orang yang mengetuk pintu.

Adalyn mengangguk, dia memiringkan tubuhnya agar Clark bisa masuk.

"Di mana Joy?" tanya Clark saat memasuki apartemen.

Adalyn menggerakan tangannya membentuk sebuah isyarat, tapi sayangnya Clark tidak mengerti bahasa isyarat.

Menyadari kalau Clark tidak mengerti, Adalyn bergegas mengambil kertas note miliknya dari atas meja lalu menuliskan sesuatu dan ditunjukannya pada Clark.

Clark mengangguk. "Kamu tidak memiliki ponsel?"

Adalyn hendak mengangguk, tapi beruntungnya dia segera menyadari kesalahannya hingga Adalyn memberikan sebuah gelengan.

Jangan sampai paman Clark mengetahui ponsel pemberian dari Troy. Batin Adalyn.

"Jadi kamu menulis semua yang ingin diucapkan di kertas itu?"

Adalyn kembali mengangguk.

"Jadi kamu membawanya ke mana-mana?"

Adalyn mengangguk lagi.

"Kamu tidak pernah meminta ponsel pada Joy?"

Adalyn menuliskan sesuatu di atas note lalu menunjukannya lagi pada Clark.

'Paman tidak memperbolehkannya.'

"Astaga, kasihan sekali hidupmu di bawah perwaliannya. Andai saja aku yang menjadi walimu, aku pasti akan mengabulkan keinginanmu."

Adalyn hanya mengulas senyum menanggapi ucapan Clark.

"Oh, ya. Kamu mau ponsel? Biar aku belikan untukmu,"

"Tidak perlu!" bukan Adalyn yang berucap, tapi Joy yang baru saja keluar dari kamar mandi.

Melihat Joy yang sudah keluar dari kamar mandi. Adalyn bergegas mendekati tas ranselnya yang diletakannya di meja di pojok ruangan. Gadis itu menyembunyikan ponselnya ke dalam tas miliknya.