Chereads / Pengendali Elemen Terkuat / Chapter 15 - Serangan di Pantai

Chapter 15 - Serangan di Pantai

"Ada apa?" Sefenfor segera menghampiri Ashnard yang berteriak.

"Aku tak tahu," ucap Ashnard dengan nafas yang terengah-engah. "Bagaimana Liliya?"

Liliya masih berada dalam posisi tidur pulasnya, yang membuat Ashnard cemas. Ashnard mencoba mendekatkan telinganya pada dada Liliya untuk mendengar detak jantungnya, tapi gadis itu terbangun.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Liliya masih setengah sadar.

"Eh, tidak ada. Omong-omong, bagaimana mimpimu?"

"Mimpi?" lirih gadis itu yang masih mengumpulkan kesadarannya, sembari mengusap kedua matanya. "Oh, ya, mimpiku! Jadi, aku bermimpi di dunia penuh bunga dan juga ada kau, Ash. Lalu, kau menyelamatkanku dari ayahku yang berbentuk seperti asap hitam. Lalu ... aku tak bisa mengingatnya dengan jelas."

Sefenfor mendesah, "Jadi, kau berhasil memasuki mimpi Liliya dan melindunginya, ya? Kerja bagus. Dengan begitu, seharusnya kau paham bagaimana cara melindungi pikiran seseorang."

"Ya. Itu tak jauh berbeda dengan melindungi secara langsung. Hanya saja ada lebih banyak kemungkinan yang tak terduga," Ashnard menjawab.

"Kemungkinan yang tak terduga? Jadi, apakah dirimu yang di mimpiku itu dirimu yang asli lalu masuk ke dalam mimpiku?" tanya Liliya ke Ashnard.

Ashnard mengiyakan dengan mengangguk.

"Sayang sekali aku tak bisa menggerakan tubuhku dengan bebas di mimpiku. Seperti sedang menonton sesuatu."

"Tunggu, apa kau tak melihat sosok wanita melayang?" Giliran Ashnard bertanya ke Liliya.

Liliya berusaha mengingat kembali mimpinya, tapi itu sia-sia. "Aku tak yakin apakah ada wanita yang seperti katamu atau tidak. Semua ingatan mimpiku sudah kabur."

"Wanita apa?" Sefenfor bertanya penasaran.

"Waktu aku ada di mimpi Liliya, ada seorang wanita yang muncul dari celah di langit. Ia bisa melayang dan menembakkan bola energi berwarna kuning. Dan dia juga lah yang membuatku terlempar keluar dari mimpinya Liliya."

"Kau yakin dia bukan bagian dari mimpi Liliya?" tanya Reibo yang ikut bergabung sehabis membereskan perlengkapan tempanya.

"Ratu Liliya, maksudku Liliya versi mimpi saja tidak mengenalnya. Tunggu, jika dia dewi atau semacamnya, bukankah seharusnya kalian tahu sesuatu?"

"Kami bukan sepenuhnya dewa, nak. Lagipula, kami tak begitu mengenal mereka," kata pria berjanggut itu. "Sebaiknya, kita kesampingkan masalah dewi tersebut. Yang penting kau kembali dengan selamat."

Ketika mereka sedang berbicara, terdengar sebuah tiupan terompet dari kejauhan. Semua orang langsung berlari ke luar gua. Suara itu bergaung dari sebuah lautan luas di barat Winfor. Angin laut membawa suara itu dan tersampaikan pada mereka.

Ashnard dan Liliya memang mendengar suara itu, tapi mereka tak bisa mengartikan suaranya. Mereka penasaran saat melihat wajah Sefenfor dan Reibo yang cemas.

"Itu Zefiria. Ia meminta pertolongan," kata Sefenfor.

"Apa yang terjadi padanya?" Liliya bertanya.

"Pesannya tidak begitu jelas, tapi itu adalah sesuatu yang gawat. Zefiria sedang dalam bahaya. Aku akan pergi."

Sefenfor segera berlari ke arah elangnya, namun sebelum itu, Ashnard menahannya. Dari tatapan anak itu, ia menunjukkan bahwa dirinya benar-benar sudah siap menghadapi apa yang ada di depan matanya, tanpa perlu mengatakannya secara langsung.

Latihannya selama ini telah membuahkan hasil yang dapat dirasakan Ashnard. Latihan melindungi pikiran juga telah ia selesaikan, meskipun ada hal yang tak terduga. Ashnard tetap tak ingin mengecewakan perjuangannya. Ia juga tak ingin diam disini dah menunggu. Ashnard merasa kalau dirinya juga haruslah segera bertindak.

Sefenfor memikirkan perkataan Reibo sebelumnya. Hal tentang membawa seorang anak kecil ke situasi yang berbahaya, membuatnya ragu. Tak ada orang manapun yang ingin membahayakan anak kecil.

Akan tetapi, ia akan memilih untuk percaya. Sama seperti Liliya yang memercayai Ashnard, ia juga ingin memercayai Ashnard. Demi kepercayaannya itu, ia akan berusaha melindungi Ashnard untuk mencapai tujuannya.

Sefenfor pun mengizinkan Ashnard untuk ikut, serta Liliya dan Reibo. Dalam kondisi seperti ini, posisi mereka tak lagi penting. Mereka menuju tujuan yang sama yaitu untuk menyelamatkan tanah mereka.

"Ini untukmu." Reibo menyerahkan sebuah baju pelindung yang berlapis sisik naga. "Mungkin ini tidak akan bisa melindungimu dari kegelapan. Sisik naga tak sekuat Orelum, juga tak seindah perak atau berlian. Sisinya sangat kasar dan tak elegan seperti milik Sefenfor. Tapi, sisik naga akan membuatmu seringan angin. Mencegahmu dari cakaran Raivolka dan tahan terhadap api. Ini merupakan hasil dari kerja kerasmu sendiri. Kau pantas menerimanya."

Baju naga tersebut terpasang dengan sempurna di tubuh Ashnard. Sisik di kerahnya tidak terlalu menggesek kulit Ashnard. Dan bagian lengannya dibuat tidak terlalu ketat agar Ashnard bisa meregangkan lengannya dengan bebas saat menyerang. Memakai sisik putih tersebut, membuatnya terlihat seperti seekor naga di gunung bersalju.

Mereka semua bersiap-siap, saling membawa senjata masing-masing. Liliya membawa sebuah tas yang berisi perbekalan-perbekalan. Ia juga ingin membawa senjata yang cukup pas baginya, tapi di bengkel itu tak ada satupun yang pas. Dan satu-satunya yang bisa ia temukan adalah gagang pedang Ashnard yang cukup ringan, meskipun tak ada bilahnya.

Atas izin Ashnard, Liliya diperbolehkan membawanya. Namun, Ashnard terheran-heran terhadap Liliya yang memilih sebuah senjata yang tak bisa digunakan, dan Liliya menjawab dengan santai, "Aku gunakan sebagai pemukul."

Dengan menunggangi Ekarios, sang raja elang membawa keempat orang tersebut terbang melintasi kota. Kabut selalu mengiringinya kemanapun ia pergi, menutupi keberadaannya agak tak terlihat oleh siapapun.

Mereka lalu turun di sebuah pinggir pantai yang bertebing. Mereka menyusuri tebing itu dan menemukan sebuah rumah kayu tepat di bawah tebing.

Ini pertama kalinya Ashnard mengunjungi sebuah pantai, namun sayangnya kunjungannya bukanlah bentuk liburan.

Liliya begitu bersemangat dan ingin cepat-cepat menemui Zefiria, namun Sefenfor menariknya. Wajahnya mendadak serius saat ia mulai menghunus Pedang Peraknya. Dengan aba-aba Reibo, Ashnard mempersiapkan senjatanya dan berjalan di depan Liliya.

Mereka berjalan ke rumah yang sunyi itu. Tak ada asap yang keluar dari cerobongnya. Lantai kayu yang berdecit dan deruan ombak lah yang mengisi kesunyian tersebut.

Pintu kayu tak terkunci. Itu dibuka dengan mudahnya oleh Sefenfor. Mata mereka menyapu seisi ruangan yang gelap, mencari keberadaan siapapun.

Sepasang mata merah menyala dalam kegelapan. Mata yang tajam menatap mereka, penuh dengan nafsu buas. Makhluk itu menggeram, dan aroma yang busuk tercium sangat kuat darinya. Baunya itu membuat Ashnard dan Liliya merasakan gejolak di perutnya yang naik hingga ke leher. Sebuah rasa mual yang tak tertahankan.

"Menjauhlah!" teriak seorang wanita bergaun putih dengan memegang sebuah tombak.

Tapi, terlambat. Makhluk itu menerjang ke depan, mendorong Sefenfor hingga terpental ke lautan. Dengan cepat, Reibo langsung mendekap Ashnard dan Liliya, kemudian melompat ke samping.

"Makhluk apa itu?" tanya Ashnard yang bahkan kesusahan untuk berbicara karena keberadaan makhluk itu.

Aura di sekeliling makhluk itu membawa tekanan yang seperti menusuk jiwa Ashnard. Belum lagi aroma busuknya yang sanggup membuatnya pingsan jika ia menghirupnya terus-menerus.

"Itulah makhluk yang harus kau lawan. Raivolka," jawab Reibo.

Berdiri dengan tegap di hadapan tekanan yang kuat. Rambut dan gaunnya berkibar oleh angin, menandakan ia tidak takut. Wanita itu memutar tombaknya di udara. Perlahan, angin tercipta dari ujung tombaknya. Saat wanita itu memutar tombaknya, ia seperti menari, terlihat anggun dan elegan.

Angin berputar semakin kencang di ujung tombak. Wanita itu segera berlari dengan kaki telanjangnya di pasir pantai yang lembut. Menghindari cakaran Raivolka, kemudian menusukkan ujung tombaknya pada bagian perut kanan makhluk itu.

Gadis yang terduduk menyaksikan dengan penuh kekaguman sebuah tarian angin laut yang membawa kesejukan dan kelembutan. Matanya tak beralih sedikitpun dari wanita itu.

Angin di ujung tombak memberikan dorongan yang kuat pada makhluk itu hingga membuatnya terpental di udara. Muncul dari ombak yang tenang, Sefenfor melompat dan mengayunkan Pedang Peraknya, membelah tubuh makhkuk itu menjadi dua di udara.

Ashnard dan Liliya bersorak atas keberhasilan Sefenfor. Tapi, tidak dengan 3 Penjaga Angin. Mereka tetap menggenggam erat senjata mereka seolah-olah tak ingin terlepas sebentarpun dengan senjata tersebut.

"Ini belum selesai. Bersiaplah!" tegas wanita itu, menatap ke atas tebing di mana gerombolan Raivolka memandang mereka dengan bengis.