Tempat itu begitu gelap sebelum Liliya mengambil sebuah lentera dari tasnya. Lentera tersebut menggunakan batuan bercahaya sebagai penerangan. Selain cahaya dari batu tersebut tidak akan habis, tak ada panas yang dihantarkan.
Sambil memegang lentera tersebut, Liliya juga memegang gagang pedang Ashnard di tangan kanannya.
Cahaya lentera menyapu seisi lorong gua. Air menetes dari salah satu atap gua yang meruncing ke bawah, menimbulkan gema yang mengisi seluruh lorong bersama langkah Ashnard dan Liliya.
Udara di sini semakin menipis. Karena mereka telah menjalani latihan di gunung, mereka tak terlalu bermasalah dengan udaranya.
Akan tetapi, Ashnard tetap mengkhawatirkan Liliya. Ia mulai takut jika tak bisa melindungi gadis itu.
"Hei, Liliya. Apa kau tak masalah ikut denganku?" tanyanya sambil terus melangkah maju hingga ke mana lorong tersebut berakhir.
Liliya menendang kaki Ashnard. "Fokus saja ke depan! Sudah terlambat untuk memikirkannya sekarang," kesalnya. Suara mereka dan tendangan tersebut memantul di sepanjang lorong.
Ada sesuatu yang merespon gema tersebut, sebuah geraman yang muncul dari kegelapan. Seekor Raivolka muncul, menunjukkan taringnya kepada mereka berdua.
Ashnard dan Liliya menyingkir ke arah yang berbeda. Makhluk itu mengincar Liliya yang terpojok oleh dinding gua. Ashnard membenturkan pedangnya pada dinding untuk memancing makhluk tersebut.
Raivolka dengan gesit melompat dan menekankan cakarnya pada tubuh Ashnard. Cakar sebesar pisau itu berusaha menusuk dada Ashnard, tapi beruntungnya kulit naga tidak semudah itu untuk ditembus.
Liliya melepaskan sebuah energi angin dan menerbangkan makhluk itu dari Ashnard. Selagi makhluk itu terlempar jauh ke belakang, Ashnard dan Liliya meneruskan berlari ke depan.
Mereka terus berlari hingga sepatu mereka rusak, hingga jari kaki mereka lecet. Mereka melompati bebatuan dan lumpur hitam yang menghalangi. Tapi, Raivolka lainnya menghadang mereka dari depan dan belakang. Mereka tak ada pilihan lain selain menyerang.
Ashnard membuat sebuah pilar air di depannya, lalu dengan menebas pilar tersebut dengan pedangnya, sejumlah peluru air menghujani para Raivolka.
Tembakan beruntun terus melukai makhluk tersebut, tapi tidak cukup. Ashnard lalu menyayatkan pedangnya pada Raivolka yang paling dekat. Pedang putihnya ternodai oleh darah hitam.
Liliya memutar tangannya di depan dada, menciptakan sebuah pusaran angin yang dia lempar ke gerombolan Raivolka di belakang. Pusarang angin semakin melebar, membuat makhluk itu berputar di udara.
Ashnard dan Liliya memanfaatkan kesempatan tersebut untuk terus melaju ke depan. Sebuah ujung terlihat, pintu menuju dasar jurang ada di depan mata mereka.
Lubang itu mengarah langsung ke luar dinding jurang. Berjarak setinggi 7 kaki dari dasarnya jurang. Ashnard menjulurkan kepalanya ke luar, sebuah cairan dan asap hitam berkumpul menjadi satu di jurang tersebut. Seperti sungai atau lahar hitam dengan aroma busuk yang luar biasa.
Ada sensasi-sensasi yang menyengat di sekujur kulit mereka. Jari-jari terasa kaku dan kesulitan untuk menekuk. Mereka bisa merasakan sesuatu mengalir dalam tubuh mereka, seperti racun yang disuntikkan. Menggerogoti darah, daging, saraf, hingga ke tulang.
Kekuatan kegelapan itu berusaha merasuki dirinya dan Liliya, tapi Ashnard berusaha sekuat tenaga untuk melawannya. Dengan pikiran mereka masih tak tersentuh oleh kegelapan, mereka masih bisa bertahan.
Bukannya ia menemukan pedang tersebut, Ashnard justru melihat seseorang. Di tengah badai kegelapan yang mengamuk layaknya makhluk buas, sesosok figur berzirah putih lengkap berlari dengan bebas di dasar jurang. Lalu, melompat sangat tinggi hingga mendarat di atas jurang.
Sosok itu memakai helm dengan bulu di ujungnya. Ia menoleh dan menatap pada Ashnard yang berada di bawah. Sebelum sosok itu pergi, sekilas tampak sebuah simbol bintang emas bersudut empat di dadanya, dan akan selalu tertanam dalam ingatan Ashnard yang kebingungan.
Liliya yang berusaha mencegah para Raivolka dengan membuat pelindungan angin di lorong, berteriak pada Ashnard, "Pedangnya? Apa kau menemukan pedang tersebut?"
Teriakan Liliya mengalihkan pandangan Ashnard dari sosok itu. Ia pun menyapukan pandangannya ke dasar jurang. Tampak sebuah pedang dengan gagang kayu tergeletak begitu saja di dasar jurang. Lumpur dan asap hitam yang tebal terlihat menjauhi pedang tersebut.
"Aku akan turun. Bertahanlah," ucap Ashnard pada Liliya yang terus menahan para Raivolka tersebut.
Saat, Ashnard menginjakkan kakinya pada dasar jurang, tekanan energi kegelapan seketika menghantamnya, seperti di terpa angin badai secara langsung atau ombak yang besar. Ashnard berdiri sempoyangan dan akhirnya terjatuh.
Lumpur hitam itu berusaha merambat naik ke kaki dan tangannya. Dan semakin terasalah rasa sakit yang mencabik tubuh Ashnard dari dalam. Namun, Ashnard terus menahan rasa sakit tersebut dan menarik kakinya menuju pedang.
Semakin lama ia ada di jurang tersebut, pikirannya semakin terasa seperti terbelah. Yang satu tertanam di Liliya yang satunya lagi ada pada dirinya. Ashnard menyadari bahwa ternyata latihannya masih kurang.
Ashnard melawan segala rasa sakit dan tekanan yang menyiksa jiwa dan raganya tersebut. Meskipun lumpur mengikat kuat kakinya hingga terasa daging dan tulangnya serasa robek, ia berhasil mendekati pedang tersebut. Tangannya berusaha direnggangkan sepanjang mungkin. Dan akhirnya, pedang tersebut berada dalam genggamannya.
Guncangan terjadi saat pedang itu terangkat. Dinding jurang seakan runtuh dan lumpur hitam perlahan meninggi. Ashnard terjebak seiring lumpur itu bertambah hingga mencapai pahanya.
Liliya disibukkan oleh amukan Raivolka. Sementara di hutan, para Penjaga Angin kewalahan melawan musuh yang tak bisa dihancurkan.
"Sialan! Monster ini tak memiliki kelemahan. Bagaimana kita mengalahkannya?" kelu Reibo. Nafasnya mencapai batas.
"Jangan menyerah sekarang, pria gemuk!" cibir Zefiria. Pegangannya pada tombak mulai lemas.
Tepat saat mereka sudah terlalu lelah dan tak memiliki strategi untuk melawan, guncangan menggetarkan pijakan mereka. Pohon-pohon bergoyang riuh dan retakan mulai terbuka di tanahm. Makhluk lumpur itu tiba-tiba menyusut dan mengalir ke jurang. Mengabaikan para Penjaga Angin, untuk bersatu kembali dengan kegelapan.
"Apa yang terjadi?" tanya Zefiria.
"Pedangnya! Ashnard!" Sefenfor segera menuju ke pinggir tebing. Ia melihat lumpur hitam telah menelan sebagian tubuhnya.
Para Penjaga Angin berusaha menolong Ashnard, tapi tanpa perlindungan dari Ashnard sendiri. Mereka menderita.
Tepat sebelum lumpur itu menutupi hidungnya, Liliya mengalirkan sebuah angin yang menarik Ashnard dari lumpur. Lalu, menerbangkannya ke pelukannya.
"Ashnard? Kau mendengarku?" Liliya menjadi cemas ketika Ashnard tak sadarkan diri dan kulitnya pucat, seperti yang terjadi pada Nous. "Kau harus sadar Ashnard! Bangunlah!"
Ashnard tak merespon panggilan apapun darinya. Dampak yang terjadi pada Ashnard tidak separah Nous. Gadis itu juga yakin jika Ashnard masih hidup, karena jika tidak, kegelapan juga pasti sudah menggerogotinya.
Di dalam pikiran Liliya, Ashnard berada dalam pertarungan melindungi Liliya dari kegelapan. Tapi, ia tidak berhasil melindungi pikirannya sendiri.
Liliya tidak yakin apakah Ashnard bisa disembuhkan dengan kondisi seperti atau tidak. Tapi, ia juga tak ingin menyesal pada akhirnya. Ia akan melakukan segala cara untuk menyembuhkan Ashnard.
Mengetahui luka yang diterima Ashnard belum parah, Liliya menggores lengannya pada Pedang Nebulis yang masih berada pada genggaman Ashnard. Cairan merah yang kental mengalir deras dari lengan Liliya. Lalu, gadis itu menempelkan lengannya yang terluka pada mulut Ashnard.
Apa yang Liliya lakukan tidak akan berhasil jika Ashnard menutup mulutnya, maka dari itu, ia memasuki pikirannya sendiri untuk mengatakannya pada Ashnard.
"Ashnard! Kau mendengarku?"
"Liliya?"
"Bukalah mulutmu!"
"Apa? Kenapa?"
"Cepatlah sebelum terlambat!" desak gadis itu.
Kesadaran Ashnard kembali walau tidak sepenuhnya. Ia memisahkan kesadarannya pada pikiran Liliya dan sedikit pada kenyataan.
Dengan mata terpejam, Ashnard membuka mulutnya saat Liliya menempelkan lengannya tersebut. Ia bisa merasakan rasa manis yang nikmat dan hangat, serta familiar. Ashnard tanpa pikir panjang menghisapnya seperti seorang bayi.
Liliya terus mendekap Ashnard sampai matanya perlahan terbuka. Tapi, sayangnya, guncangan membuat langit gua runtuh menimpa mereka.
Dalam sekejap mereka tertimbun. Dalam sekejap Liliya menciptakan perisai angin yang menahan reruntuhan langit gua. Dalam sekejap mereka terjebak.
Mata Ashnard terbuka, tapi sekelilingnya dipenuhi bebatuan dan kegelapan. Ia tak bisa menggerakan tubuhnya.
"Liliya? Apa yang terjadi? Apa kau baik-baik saja?" ringis Ashnard menahan rasa sakitnya.
"Aku disini, Ash. Aku baik-baik saja," Liliya merespon. Ia duduk dengan masing-masing kakinya tertekuk dan terentang ke samping tubuh, membentuk huruf W. Lalu, ia meletakkan kepala Ashnard pada pahanya.
Ashnard berusaha melihat sekeliling. "Apa yang terjadi di sini?"
"Aku tak tahu. Kurasa ada gempa atau semacamnya."
"Apakah kita terjebak?"
"Aku tak tahu."
"Pedangku! Pedang Nous! Mana pedang Nous?" ucap Ashnard panik setelah ia menyadari jika ia tak memegang satupun pedangnya. "Liliya, di mana pedangku?"
Nasib sial menimpa kedua pedang yang Ashnard pegang. Pedang Nebulius tak dapat ia temukan dimanapun, tapi pedang tulang naga pemberian Reibo telah hancur tertimpa reruntuhan gua.