Ia berjalan menghampiri Ashnard. Menendang segala kerikil yang menghalangi jalannya. Matanya menatap tajam seolah akan melancarkan sebuah serangan. Reinhard lalu menarik bahu Ashnard dan memaksanya untuk menatapnya.
Ashnard mengesah lelah, "Sudah kubilang, tak ada jawaban untukmu disini."
"Kalau begitu jawab saja, apa yang kalian lakukan disini?"
Ashnard mengangkat bahunya dan memasang wajah tak pedulinya. Ia menyiksa Reinhard dengan hanya tak menjawab saja.
Reinhard memandang bingung pakaian berlapis sisik naga yang dikenakan Ashnard. "Dan pakaian apa yang kau kenakan ini?"
"Kau cerewet juga, ya."
Lalu, di ujung depan matanya, tak jauh di belakang Ashnard, Reinhard melihat sebuah kilauan perak di antara tumpukan bebatuan. Reinhard mendorong Ashnard ke samping dan menuju ke kilauan tersebut. Tampak sebuah pedang yang berkilau, tak rusak dan tak berkarat sedikitpun.
Reinhard menyerok bongkahan batu yang menjepit pedang tersebut dan mengangkatnya. Matanya yang sebelum menyala marah, kini menyala kagum.
Pedang itu seolah menggetarkan jiwanya dan membisikkan ke hati Reinhard yang terdalam, bahwa ia ditakdirkan untuk pedang tersebut.
"Ulfang, aku menemukan sebuah pedang," teriak Reinhard ke Ulfang yang masih berada di atas.
Ashnard yang mengenali pedang tersebut, berusaha merebutnya dari tangan Reinhard.
"Berikan padaku!" Tangan Ashnard mengayun sia-sia di udara.
Reinhard menyingkirkan pedangnya dari jangkauan Ashnard. "Enak saja. Aku yang menemukannya."
"Hei, pedang itu, Ashnard yang menemukannya pertama kali," bela Liliya, tapi Reinhard mengabaikannya.
"Berikan padaku pedang itu. Kau tak tahu apapun tentang pedang itu," ucap Ashnard.
Reinhard terus menghindari Ashnard yang berusaha merebutnya. "Sungguh? Apa alasanmu menginginkannya?"
"Pedang itu menyimpan kekuatan cahaya. Aku harus membawanya."
"Oh, mungkinkah ini pedang legendaris yang ada dalam buku? Pedang Nebulius?" tanya Reinhard memastikan. Tapi, dari ekspresi Ashnard, ia sudah menebak jawabnya. "Tak bisa kupercaya. Ini Pedang Nebulius."
"Ya, itu memang Pedang Nebulius. Tapi, kau tak boleh memilikinya. Itu milik Nous," Ashnard berusaha menjelaskan.
Lalu, saat Ashnard meloncat, Reinhard menghindar dan menendangnya hingga terjatuh. Reinhard mendengus mengejek. "Makanya, jangan berani-berani kau mengerjaiku. Aku akan membawa pedang ini ke raja. Biar dia yang memutuskan."
"Apa? Tidak boleh. Pedang itu harus dibawa ke Nous secepatnya," Liliya menyergah.
"Nous? Baiklah, jika kau ingin membawanya ...." Reinhard menodongkan pedangnya ke depan, lalu ia mengarahkannya pada Ashnard. "Bertandinglah denganku. Akan kubuktikan bahwa kau itu hanyalah makhluk lemah yang harus tunduk padaku. Akan kuberikan jika kau berhasil mengalahkanku, tapi itu tidak mungkin, kan?"
Ashnard meninggikan salah satu sudut bibirnya. "Jika itu yang kaumau ... akan kuterima tantanganmu."
Ashnard merasa inilah saatnya dendamnya waktu itu terbalaskan. Ia akan memperbaiki kekalahannya menjadi kemenangan yang gemilang, dan membungkam mulut Reinhard yang sombong tersebut. Tak ada yang lebih seru daripada mengubah hasil menjadi yang sempurna.
Kini, ia lebih siap dari sebelumnya. Ashnard melepaskan pakaian sisik naganya agar pertarungan menjadi lebih adil. Lalu, ia mempersiapkan pedangnya dan bertumpu pada kuda-kudanya.
Melihat pedang Ashnard yang sisinya tak rata, Reinhard tertawa, "Tadi pakaian aneh, sekarang pedangmu juga aneh. Apa-apaan pedangmu itu? Apa kau tak memiliki pedang yang lebih bagus lagi?"
"Pedang paling tumpul sekalipun, kau tetap akan kalah," balas Ashnard.
Kedua anak laki-laki itu pun bersiap. Menghunuskan pedang mereka dan memantapkan pijakan. Lalu, secara bersamaan mereka saling menuju ke satu sama lain.
Pedang beradu sangat cepat. Gerakan keduanya saling tertutupi, tak ada celah untuk masuk. Lincah dan cepat.
Kuda-kuda mereka tak tergoyahkan. Setiap ayunan menyiratkan semua latihan dan kerja keras mereka selama ini. Tak ada seranganya yang meleset, pertahanan yang tembus, atau gerakan yang tak berarti. Semua mereka lakukan dengan sempurna.
Hingga keikutsertaan kekuatan elemen merubah alur pertandingan mereka.
Reinhard menggunakan angin yang membuat kecepatan dan kelincahannya meningkat pesat. Serangan anginnya yang hampir seperti angin lewat--tidak terlihat secara jelas--patut diwaspadai. Serangan tersebut hampir memotong leher Ashnard, tapi berhasil melukai pipinya.
Sementara Ashnard menggunakan elemen airnya sebagai tangan ketiga. Membuat perisai, menciptakan peluru, dan berbagai objek untuk membantunya dalam pertempuran.
Saat permainan pedang, mereka lebih ke pertempuran jarak dekat, tapi saat kekuatan elemen digunakan, jangakauan pertarungan menjadi semakin luas.
Ashnard sambil menggunakan perisai air yang menghalau serangan angin Reinhars, melepaskan seberondongan peluru dari perisai tersebut. Reinhard berhasil menepisnya satu per satu.
Air yang terciprat di bawah kaki Reinhard, menyatu dan membentuk sebuah tali yang mengikat kaki Reinhard. Ashnard sudah menebak kemenangannya. Ia menarik talinya, membuat Reinhard terjungkir di udara dan terjatuh. Lalu, dengan cepat, Ashnard menodongkan pedangnya ke arah Reinhard yang tergeletak tak berdaya.
"Mudah," seru Ashnard sambil menyeringai.
Liliya berlari menghampiri Ashnard dengan sorakan yang bahagia.
Ashnard kemudian beralih ke Ulfang yang berdiri di atas cekungan. Ia menodongkan pedangnya. "Kalau kau juga ingin menantangku, turunlah. Aku akan melayanimu juga."
Ulfang tak menjawabnya. Ia menggeram Tangannya mengepal kuat, menahan amarahnya yang tak bisa ia keluarkan karena suatu alasan.
"Ada apa? Tidak turun? Takut? Atau jangan-jangan ... kekuatanmu belum bangkit?" Ashnard tertawa saat menyadarinya. "Tak kuduga bangsawan sepertimu belum mendapatkannya."
"Ash, awas!" Liliya tiba-tiba berteriak.
Selagi Ashnard sibuk mengejek Ulfang, Reinhard yang tersungkur tak ingin menerima kekalahannham. Ia tiba-tiba melancarkan ayunan pedangnya secara diam-diam dengan cepat.
Pedang tajam itu mengarah tepat ke matanya. Jika terlambat sedetik pun, Ashnard telah tewas. Akan tetapi, Ashnard berhasil menangkisnya dalam hitungan detik yang mengejutkan.
Dentingan dahsyat seperti sebelumnya timbul dari aduan kedua pedang tersebut. Gelombang suara menyebabkan telinga Reinhard kesakitan, dan membuat bilah pedangnya bergetar. Retakannya menjalar sedikit di bilahnya, lalu menyebar. Suara dengungan yang nyaring membuat Pedang Nebulius pecah seperti bongkahan kaca. Tersisa gagangnya saja.
Setelah suara tersebut hilang, Reinhard terkejut tak percaya pada apa yang dilihatnya. Saat ia menyadari bahwa pedang legendaris yang ia duga ditakdirkan untuknya telah pecah. Ia meninggalkan pecahan pedang tersebut dan kabur membawa gagangnya. Ia menerbangkan dirinya ke atas, lalu menghilang dari pandangan Ashnard.
Gemuruh suara bebatuan terdengar dari satu tempat di belakang Ashnard. Bongkahan batu tersebut bergulir saat Reibo muncul dari baliknya. Lalu, diikuti Sefenfor dan Zefiria.
Mereka semua meringkih kesakitan saat keluar dari reruntuhan tersebut, terutama Sefenfor dan Zefiria.
"Aduh, punggungku sakit semua," rintih Sefenfor keluar sambil memegangi punggungnya.
"Maaf, aku tidah tahu kalau kalian ada dibawahku," ucap Reibo.
"Kenapa kau berat sekali, sih? Sebaiknya kau kurusin tubuh berlemakmu itu, atau tak ada wanita yang akan mendekatimu," cibir Zefiria keluar dari reruntuhan dengan bertumpu pada tongkatnya.
"Hei, tidak sopan! Tak ada hubungannya berat badanku dan kisah cintaku," Reibo merajuk.
"Jika aku tidak mendorongmu dengan angin, kau pasti sudah membuat kami mati tertindih badanmu dan kehabisan nafas," balas Zefiria sedikit kesal.
"Teman-teman, sebaiknya kau lihat ini," sela Sefenfor menatap pada kekosongan di depan matanya.
Sebuah jurang yang sekarang menjadi jurang pada biasanya. Tak ada sisa keburukan yang tersisa dari tempat tersebut selain udara dan angin yang mulai mengalir mengisi jalur jurang yang kosong.
"Apa yang terjadi? Kegelapan sudah lenyap?" Zefiria memandang dengan penuh pertanyaan. "Bagaimana ini bisa terjadi?"
Rentetan pertanyaan terus menghampiri mereka seperti hujan panah. Tak berhasil dijawab satu per satu, tapi justru semakin bertambah.
Lalu, mereka melihat sang bocah harapan yang berhasil mengalahkan kegelapan. Ashnard berdiri mematung pada pecahan di atas batu. Rautnya yang membeku, menyiratkan ketidakpercayaannya, kekecewaannya dan penyesalannya. Liliya merasa khawatir, tapi kehadirannya di sisi Ashnard tak membuatnya melupakan hal yang terjadi sebelumnya.
Sefenfor melihat pecahan tersebut dan bertanya, "Apa ini, Ashnard?"
"Ini pedang Nous," suaranya terdengar kecil dengan raut yang masih membeku kaku. "Ini pedang yang harus kubawa ... aku menghancurkan pedang yang harus kubawa."
Reibo mencoba memeriksa pecahan pedang tersebut, lalu ia menggeleng. "Pedang ini memang bisa diperbaiki lagi, tapi hanya akan menjadi pedang biasa. Aku tak bisa memperbaiki inti cahayanya yang telah hancur. Maaf."
Dada Ashnard berdengap mendengarnya. Ia mengeratkan genggaman pedangnya. Reibo melihat pedang yang dipegang Ashnard dan penasaran.
"Tidak apa. Sudah waktunya kalian pulang. Kami yang akan membereskan sisanya," ujar Sefenfor.
"Aku gagal, kan? Gara-gara aku, Nous tidak bisa diselamatkan, kan? Dan kegelapan tak bisa disegel kembali, kan? Orang-orang akan mati karena aku, kan?" Bibirnya gemetar dengan setiap ucapan yang ia keluarkan. Tangan kirinya meremas dada kirinya yang entah mengapa terasa sakit.
Sefenfor membalikkan tubuh anak itu dan menggoyangkannya. "Berhentilah bersikap seperti orang lemah! Kau telah berhasil, ingat itu! Dan tugasmu yang sekarang ialah pulanglah ke rumahmu, kau harus beristirahat, mengerti? Jawab aku."
"M-mengerti."