Chereads / Pengendali Elemen Terkuat / Chapter 18 - Hutan Hitam

Chapter 18 - Hutan Hitam

Dengan dipimpin Sefenfor, mereka memasuki Hutan Hitam. Sebuah hutan terletak di barat Winfor yang dijaga oleh Nous si Angin Hutan. Hutan ini sama misteriusnya dengan kepribadian Nous.

Hutan ini merupakan kontak terdekat dengan Jurang Kegelapan. Hutan ini lah yang memiliki dampak paling parah daripada tempat manapun. Karena konsentrasi elemen kegelapan yang tinggi disekitarnya dan selama ratusan bahkan ribuan tahun, memengaruhi kondisi vegetasi dan geologis di hutan ini.

Sejak kegelapan di segel, energi yang meluap berhasil ditekan dan dampaknya berkurang drastis. Meskipun begitu, beberapa tanaman dan hewan telah beradaptasi dengan energi kegelapan.

Pepohonan di bagian tengah hingga dekat dengan jurang memiliki tekstur yang lebih kasar dari pohon lainnya. Kulitnya menjadi hitam seperti arang dan akarnya tumbuh sangat liar hingga dapat merusak batu. Getah yang mengalir dari pohon berwarna hitam dan beraroma busuk, begitu juga dengan buah-buahannya.

Pohon-pohon tersebut hidup dengan mengonsumsi energi kegelapan yang masih mengontaminasi tanah dan air. Tanaman lainnya juga seperti itu. Kelopak bunga dan daunnya akan menjadi sedikit lebih keras dari tanaman biasa. Beberapa tanaman akan menghasilkan racun yang berbahaya untuk dikonsumsi.

Untuk hewan, mereka tak berdampak secara fisik, tapi tingkah laku mereka menjadi lebih liar dan buas. Hewan non agresif seperti rusa dan kelinci bisa menyerang atau menggigit manusia yang lewat.

Karena lingkungan yang cukup esktrem dan mengerikan tersebut, hutan ini dinamai Hutan Hitam oleh para warga.

Nous sang penjaga tempat ini, memiliki mata yang tajam untuk melihat ke dalam kegelapan hutan. Tubuhnya yang lincah membuatnya mampu untuk bergerak dari satu pohon ke pohon lainnya secara diam-diam, menghindari makhluk yang berbahaya. Tapi, tidak dengan Ashnard dan kawan-kawan. Mereka tidak cocok dengan lingungkan hutan yang gelap dan rapat.

Sejak mereka pertama masuk di hutan tersebut, telah disambut dengan hembusan angin kering yang menggetarkan kaki mereka. Mereka harus membuka mata lebar-lebar untuk melihat apa yang tersembunyi dalam kegelapan yang mencekam.

"Aku tak percaya kau pernah berkunjung ke tempat ini, Liliya," celetuk Ashnard. Melangkah perlahan mengikuti para Penjaga Angin yang berada di depan.

"Seingatku dulu, hutan ini tidak semenyeramkan ini," jawab gadis itu mengerlingkan matanya ke kiri dan kanan sambil berpegangan pada lengan Ashnard.

"Lagipula, kenapa kamu datang ke sini?"

"Ya ... karena aku penasaran dengan bunga lily berwarna hitam yang tumbuh disini. Waktu itu Tuan Nous memang menemaniku, sih."

Semakin mereka terus ke dalam hutan, semakin pekat udaranya. Energi kegelapan meningkat pesat. Ashnard berusaha melawan kegelapan itu dalam pikirannya dan pikiran teman-temannya. Ia mulai kelelahan.

Langkah kaki gerombolan makhluk buas terdengar di antara tanah-tanah hitam yang retak. Sumber raungan yang memekakkan telinga itu menunjukkan batang taring dan cakarnya.

"Raivolka! Mereka datang!" seru Zefiria.

"Ashnard jangan paksa dirimu. Kau harus menyimpan tenagamu saat di bawah nanti," ujar Reibo. "Tenang saja, kami masih bisa menahannya."

"Kau larilah terlebih dahulu." Sefenfor menunjuk ke suatu arah. "Di depan sana, ada pintu masuk gua yang mengarah langsung ke dasar jurang. Pergilah! Kami akan melindungimu."

Ashnard menarik Liliya dan berlari ke depan melewati Sefenfor. Para Penjaga Angin itu mengikutinya dari belakang, berusaha melindungi kedua anak itu dari Raivolka.

Dari sisi samping, seekor Raivolka muncul dari balik pepohonan dan berusaha menyergap dengan kedua cakarnya. Reibo langsung mengayunkan kapaknya hingga terdengar dentuman yang keras.

Sefenfor berbalik dan berhenti sementara yang lain terus maju. Ia menempelkan pedangnya pada dadanya. "Angin dari barat. Bantulah menghalau para musuh kami."

Seketika angin berkempul dari sela-sela hutan, bersatu di sekitar Sefenfor dan membentuk sebuah pusaran angin besar yang menghempaskan para Raivolka. Pohon-pohon ikut terdorong oleh angin itu, menyebabkan beberapa pohon miring dan akarnya terangkat ke atas. Sefenfor kembali mengejar yang lainnya.

"Lihat!"

Sebuah mulut gua menganga di depan Ashnard. Dipenuhi aura kegelapan, Ashnard menghiraukannya. Aura kegelapan itu menebal, dan dari dalam tanah timbul carian hitam pekat yang menggumpal. Awalnya tampak seperti lumpur yang membuat kaki Ashnard kesulitan untuk bergerak.

"Apa ini!?" teriak Ashnard panik. Kaki Ashnard terbenam sangat kuat di dalam lumpur hitam itu. Ia bahkan tak bisa mengangkat kakinya sedikitpun.

Liliya berusaha menggunakan kekuatan anginnya untuk menyingkirkan lumpur itu, tapi sia-sia.

Perlahan lumpur itu menyusut, melepaskan kaki Ashnard, dan memusat pada satu titik. Lumpur itu bergerak seolah memiliki kesadaran. Dari balik batu, dari dalam tanah, dan dari liang hewan pengerat, lumpur itu saling berkumpul di depan mulut gua hingga membesar setinggi pohon.

Lalu, terbentuklah sebuah tangan yang gempal di kedua sisinya. Dua bulatan muncul kemudian di bagian atas seperti mata. Yang terakhir mulutnya, mengaum sangat lantang hingga membuat burung-burung beterbangan.

Semua orang mematung melihat monster lumpur itu berdiri di depan gua.

"Makhluk apa itu?" Semuanya saling bertanya-tanya. Bahkan para Penjaga Angin belum pernah melihat makhluk itu selama mereka bertempur melawan kegelapan.

Dari kepalan tangan berlumpur yang gempal, terbentuklah sebuah bola lumpur yang makhluk itu lemparkan. Zefiria menusukkan tombak berlapis anginnya, membuat bola lumpur itu pecah dan terciprat ke mana-mana.

"Makhluk itu sepertinya menjaga gua tersebut," duga Reibo.

Di belakang mereka, Raivolka yang masih bertahan terus berdatangan.

"Sial! Kita harus membuat jalan untuk Ashnard," ujar Sefenfor. "Zefiria! Urus makhluk itu. Aku dan Reibo akan menahan para Raivolka."

"Akan kulakukan."

Zefira dengan sigap melompat tinggi melebihi makhluk berlumpur. Ia mengarahkan tombaknya tepat ke bagian kepala makhluk itu. Lalu, ia mendarat dengan mulus di tanah saat kepala makhluk itu meledak ke mana-mana.

"Ashnard! Cepat! Masuklah duluan," panggil Zefiria.

Meskipun tanpa kepalanya, makhluk itu tidak binasa atau melemah. Lumpur-lumpur yang terciprat, menyatu kembali dan membentuk kepala seperti semula.

"Bagaimana bisa?" ucap Zefiria terkejut.

"Sepertinya makhluk itu tak bisa mati," kata Sefenfor.

Zefiria berdecak, "Merepotkan. Ashnard, kau harus turun sendirian. Aku akan menahan makhluk itu. Kau harus melakukannya dengan cepat, mengerti? Kami tak bisa menahan energi kegelapan lebih lama lagi."

Ashnard mengangguk.

Selagi Zefiria menyibukkan makhluk itu dengan melawannya, Ashnard mengambil kesempatan melewati celah pertarungan menuju ke pintu gua.

Disusul Liliya yang menepis tangan Reibo yang berusaha menghentikannya untuk turun ke bawah. Reibo tak bisa mengejarnya. Ia terlalu disibukkan Raivolka yang beringas tersebut.

Kedua anak itu pun masuk ke gua. Kegelapan menyambut mereka dengan sedikit cahaya dan harapan. Pada akhirnya, cahaya pun perlahan meninggalkan mereka. Ashnard berusaha untuk tidak menjauh dari Liliya di dalam tempat yang tak ia mengerti.

Pedangnya sudah siap dengan segala sesuatu. Ia juga senantiasa melindungi pikirannya sendiri dan pikiran Liliya. Tapi, sekarang mereka harus saling menjaga diri mereka sendiri di kedalaman. Tak ada Sefenfor atau Reibo yang akan melindungi mereka.

Mereka pun terus melangkah di lorong gua yang terhubung langsung dengan Jurang Kegelapan. Tujuannya sudah sangat dekat.