Chereads / Pengendali Elemen Terkuat / Chapter 13 - Keputusan Terakhir

Chapter 13 - Keputusan Terakhir

Ashnard terbangun di tempat yang berbeda, gua yang berbeda saat ia terakhir kali memejamkan matanya. Terlihat samar-samar bayangan kabur Sefenfor, Reibo dan Liliya sudah menunggunya untuk bangun. Ashnard membuka matanya lebar dan memang dia sudah berada di gua Reibo, terbaring di salah satu meja kayunya.

"Akhirnya. Kau membuat kami khawatir, manusia kecil." Sefenfor menyapa Ashnard dengan senyumannya.

"Bagaimana aku bisa disini?"

"Saat kau tertidur, aku memanggil Tuan Sefenfor dan Tuan Reibo," jawab Liliya. Wajahnya yang paling ceria di antara yang lain.

Ashnard terkejut saat tubuhnya tak terasa sakit sama sekali. Ia bisa menggerakkan seluruh tubuhnya dan tulangnya tak berderak lagi seperti engsel pintu yang karatan.

Ashnard melempar pandangan ke yang lainnya, berharap mendapatkan jawaban. "Tubuhku sudah sembuh? Bagaimana bisa? Ini luar biasa."

Sefenfor melirik Liliya, dan Liliya berkata, "Kan kamu sendiri yang bilang, saat bangun tubuhmu akan langsung sembuh semua."

"Itu, aku hanya ...," Ashnard terhenti sejenak melihat Liliya. "Oh, iya kau benar. Aku lupa." Ashnard tahu kalau ucapan sebelumnya itu tidaklah benar. Ia hanya tak ingin Liliya khawatir. Tapi, melihat Liliya yang kembali bersemangat, tak ada lagi bagi Ashnard yang harus dipusingkan. Ashnard lalu mendapati lengan kiri Liliya yang diperban dengan kain putih. "Ada apa dengan lenganmu?"

"Oh, ini aku tergores dinding gua."

"Selagi kau tertidur pulas, aku membuatkanmu senjata." Reibo menunjukkan sebuah pedang. "Ini kubuat dari naga yang berhasil kau bunuh."

Bilah pedang itu berwarna putih dan memiliki tekstur yang berbeda dengan logam. Lebih ringan tapi tetap tajam. Gagangnya pun sangat halus saat digenggam, ini karena hasil dari pengampelasan Reibo yang cermat dan tak kenal lelah. Seluruh pedang itu terbuat dari tulang yang membuatnya tampak berbeda dengan pedang umumnya.

"Bentuknya memang cukup aneh, tapi tulang naga lebih kuat dari logam perak," ucap Reibo.

"Kenapa tidak membuat pedang yang sama seperti Nebulius atau pedang ayahku? Bukankah pedang itu lebih berguna?" tanya Ashnard.

"Tak bisa. Pedang itu menggunakan inti kristal cahaya. Dan benda itu pun juga terbatas saat aku menemukannya di puncak gunung."

"Lalu, bagaimana dengan bilah yang ayahku bawa?"

"Sudah kubilang aku tak tahu," tegas Reibo. "Ayahmu membawanya dan menghilangkannya begitu saja. Pria itu tak menghargai sedikitpun pedang yang telah kubuat." Reibo berbalik dan kembali menyibukkan diri dengan berbagai perlatannya.

Beberapa saat setelahnya, baru saja Ashnard beristirahat sebentar dan menghabiskan sup hangat miliknya, Sefenfor menyuruhnya untuk berlatih lagi. Liliya yang melihat Ashnard yang terus terluka, mulai kesal. Ia pun bangkit untuk menghentikan Sefenfor yang terus memberikan latihan yang berat.

"Lebih baik hentikan saja latihannya. Ini sudah semakin parah dari sebelumnya. Ashnard bisa mati," kata Liliya menolak mentah-mentah latihannya. Ia melingkarkan tangannya dan mendekap Ashnard.

"Latihannya tetap berlanjut, Liliya. Luka-luka sudah pasti terjadi. Itu semua agar tubuhnya menjadi kuat, agar dia bisa menyelesaikan misi ini," jelas Sefenfor.

"Bagaimana jika terjadi apa-apa pada Ashnard dan tidak seberuntung sebelumnya? Apa kau mau bertanggung jawab?"

"Kau lihat apa yang terjadi pada Nous? Aku bahkan sempat tak bisa mengenalinya karena energi gelap itu. Apa yang terjadi jika kita terlambat? Tak hanya Nous, seluruh Winfor juga akan lenyap. Kau harus mengerti."

Pertengkaran mereka terus berlangsung. Liliya yang berdiri untuk Ashnard terus menolak. Ia tak ingin Ashnard terusan-terusan terluka dan dirinya harus terus-menerus melihat Ashnard yang terluka.

Sementara Sefenfor berdiri untuk pilihan terakhir, harapan terakhir. Di mana harapan itu jatuh pada tangan anak muda. Pada dasarnya, ia juga tak tega melihat anak seperti Ashnard berjuang sendirian menghadapi hal yang berbahaya, tapi jika itu satu-satunya pilihan, ia harus melakukan segala cara untuk mewujudkannya.

Ashnard tak bisa mengikuti perdebatan mereka karena ia semakin terlelap dalam pelukan gadis itu yang juga semakin erat. Ia bisa mendengar degupan jantung Liliya yang seperti irama musik di telinganya. Aroma bunga di tubuh Liliya dapat tercium sangat segar, membuat Ashnard nyaman dan kembali memejamkan matanya.

Ashnard pun membuka matanya dan ia sudah berada di sebuah dunia gelap pikirannya.

"Bagaimana? Jika kau tak ingin melakukannya, kau boleh pergi. Aku akan memikirkan cara lainnya," ucap Nous dalam pikiran Ashnard.

Ashnard mencoba menebak apa maksud dan tujuan pria itu. "Aku tak bisa mundur, kan?"

"Siapa bilang? Kau bisa saja mundur sekarang juga jika kau ingin. Tak ada rencana licik atau keinginan untuk memanfaatkanmu. Kami tak akan melakukan apapun padamu. Itu bukan gaya kami. Kami semua melakukannya atas dasar kecintaan kami pada tanah ini."

Ashnard mengangkat bahunya. "Ya aku sebenarnya tidak menaruh curiga pada kalian. Kaliankan teman baik Liliya. Teman Liliya juga adalah temanku."

"Kau tidak takut? Kau akan turun ke jurang, ingat?"

"Jika aku takut, aku pasti sudah menolaknya. Seorang pria suatu saat harus bisa menaklukan ketakutannya, bukan?"

Meskipun ia tak bisa melihat apa-apa, hanya bisa mendengar, pria berjubah itu kagum pada Ashnard. Tapi, ia juga bisa melihat sisi anak itu yang terlalu meremehkan dan menganggap hal ini enteng.

Ashnard kembali tersadar. Ia membuka matanya dan masih berada dalam dekapan Liliya. Ashnard mencoba memberitahu Liliya, tapi yang terdengar hanya gumaman dan dengungan di dada gadis itu saja. Liliya yang sempat menyadarinya melepaskan pelukannya.

"Kalian tak usah ribut. Aku akan melakukannya. Aku akan menyelesaikan latihan ini dan turun ke jurang," ucap Ashnard.

"Tapi-" ucapan Liliya terpotong.

"Aku tak ingin rumahku hancur, Liliya. Aku ingin dunia ini masih utuh saat aku berpetualang nanti. Mimpiku harus bisa kuwujudkan bagaimanapun caranya. Jika kekuatanku bisa membantu, maka aku harus yakin aku bisa melakukannya."

Liliya tertunduk. "Kalau begitu ...," suaranya memelan. Lalu, ia mengangkat kepalanya. "Kalau begitu aku juga akan ikut. Aku akan ikut berlatih denganmu dan turun ke jurang."

"Apa kau yakin?"

Liliya mengangguk sangat yakin.

"Dasar, kalian berdua ini memang menyebalkan," kesal Sefenfor. "Baiklah, tapi ingat, kalian harus hati-hati dan selalu saling menjaga satu sama lain, mengerti?"

Ashnard dan Liliya menangguk bersama.

Latihan bersama mereka pun dimulai. Tak hanya melatih kemampuan bertarungnya, Ashnard juga memperkuat kekuatan fisik dan pikirannya. Sementara Liliya dilatih dalam penggunaan elementalnya secara efisien dan terkontrol.

Sefenfor membuat keduanya dapat saling bekerja sama melindungi punggung masing-masing. Latihan yang ia berikan dilakukan di gunung yang sangat dingin. Sebagai upaya agar Ashnard dan Liliya dapat mengatur penggunaan nafas mereka.

Ashnard juga melatih kekuatan astralnya. Karena elemen kegelapan dapat memengaruhi pikiran orang lain yang lebih lemah, Ashnard harus melatih pikirannya agar bisa melindungi pikiran Liliya.

Nous berkata, menggunakan elemen kegelapan sebagai objek untuk dilawan dalam pikiran Liliya akan sangat beresiko, maka ia menyarankan untuk berlatih dengan memasuki pikiran Liliya saat tertidur. Menjelajah dunia mimpi dan melindunginya dari mimpi tersebut.

***

Seiring berjalannya Ashnard latihan, ilusi dirinya di Ruang Kosong perlahan berubah. Yang awalnya kaku seperti patung, sedikit demi sedikit mengalami pergerakan walaupun tidak signfikan. Wujudnya yang sebelumnya juga kabur, perlahan demi perlahan menjadi jelas.

"Berjuanglah, nak. Aku mendukung latihanmu. Aku ingin sekali mengobrol denganmu. Sedangkan, aku ... tentu saja diam saja dan menunggu hasil. Memangnya, apa yang bisa dilakukan oleh sosok putih sepertiku ini? Aku lebih baik menonton saja."