Chereads / Pengendali Elemen Terkuat / Chapter 12 - Persiapan

Chapter 12 - Persiapan

Selama 3 hari bolak-balik dari kota ke pegunungan, latihan yang dijalani Ashnard selalu memberikannya luka-luka di tubuhnya. Tak jarang, ia juga hampir berada dekat dengan kematian.

Di pegunungan itu, Ashnard harus bertahan dari iklimnya yang dingin dan segala rintangan yang ada. Tak hanya alam, naga atau serigala salju selalu menjadi objek latihannya. Pada awalnya, Ashnard hanya menerima luka goresan, setelahnya lebih dari sekadar goresan kecil saja.

Liliya yang semakin khawatir, menyuruhnya untuk berhenti, tapi Ashnard menolak. Ashnard berpikir, jika dirinya tak bisa menghadapi udara dingin, maka dia tidak akan bisa mendekati Jurang Kegelapan sekalipun.

Ashnard sekarang sendirian di atas gunung. Reibo memberikannya tugas sebagai salah satu latihannya, yaitu mengambil sisik Naga Putih. Reibo berkata kalau ia memerlukannya untuk membuat karyanya.

Sarang Naga Putih masih berada jauh di atas puncak, tapi Ashnard sudah kelelahan dan memutuskan untuk beristirahat di dalam gua yang ia temukan di dinding gunung. Udara di luar semakin menusuk melewati pakaian 3 lapisnya. Setelah memasuki gua, ia segera membuat api unggun dan memeluk dirinya sendiri.

"Bagaimana?" Suara Nous terdengar di kepalanya. Setelah 3 hari berlalu, pikiran Ashnard dan Nous terhubung sangat kuat hingga mampu untuk saling berbicara di tempat yang jauh.

"Aku melihat satu ekor tak jauh dari sini. Segera setelah tubuhku hangat, aku akan mendapatkannya," Ashnard membalasnya dalam pikirannya.

"Bagus. Jika kau memiliki pertanyaan, tanyakan saja," ujarnya.

"Jika kalian itu dewa, kenapa kalian bisa terluka seperti manusia biasa, sepertiku?" tanya Ashnard.

"Karena kami memang manusia. Kami juga bisa terluka bahkan mati."

"Jadi, kalian dewa atau manusia?"

"Bagiku dewa hanyalah sebutan saja. Manusia menyebut kami dewa karena kekuatan kami yang besar hingga dianggap enititas yang lebih tinggi dari mereka, dan peran kami di masa lalu yang mengubah kehidupan mereka."

"Masih tidak paham."

"Kami dulunya adalah manusia, lalu 'Orang-orang dari Atas' menawarkan kami untuk menjadi seperti mereka. Kami menolaknya. Meskipun begitu, kami mendapatkan sedikit kekuatan dari mereka," kata Nous. "Duw Marnaeth atau Dewa Fana. Adalah sebutan untuk manusia yang diangkat menjadi dewa."

"Jadi, manusia bisa menjadi dewa? Apakah aku bisa menjadi dewa?"

"Tidak mustahil. Tapi, itu bukanlah jalan yang layak untuk ditempuh. Selain panjang, juga berbahaya dan kemungkinannya kecil."

Tiba-tiba, suara gerangan terdengar dari luar gua. Ashnard segera berlari ke luar. Terlihat seekor Naga Putih berdiri tepat di depan guanya, sedang memandang ke bawah. Makhluk itu tampak mengincar sesuatu di bawah sana.

"Ini kesempatanku," seru Ashnard.

Ashnard membuat sebuah tali dari air yang muncul di tangannya. Ia lalu melemparkan talinya dan mengikatkannya pada sayap naga itu. Kemudian, ia menarik sebuah pedang yang diberikan Reibo padanya.

Sebelum Ashnard melancarkan serangannya, naga itu menyadari keberadaan Ashnard. Naga itu berbalik, membuat Ashnard yang berpegangan pada talinya terlempar ke tebing.

Ashnard segera membuat tali lainnya yang mengikat batang pohon di pinggir. Saat Ashnard melirik ke bawah, ia melihat Liliya yang sedang berusaha menuju ke tempatnya.

"Liliya? Apa yang kau lakukan disini?" teriak Ashnard.

"Ash, awas!" Liliya menunjuk ke atas, ke seekor naga yang menerjang Ashnard.

Naga itu membawa Ashnard terbang ke langit. Ashnard berusaha mencengkeram erat leher naga itu agar tak jatuh. Salju, kristal es dan angin tercampur menjadi satu, menerpa wajah Ashnard, membuatnya hampir tak bisa membuka lebar matanya. Pegangnya licin.

Ashnard mencari pedangnya tapi tak mendapatkannya. Pedangnya jatuh. Selagi naga itu memberontak dan berusaha untuk menabrakkan dirinya di gunung, Ashnard melepaskan peluru air dari jarinya dan mengarahkannya pada bagian belakang kepala naga yang tak terlindungi tengkorak dan tanduk kerasnya. Peluru air itu menembus dan seketika membuat naga itu mati.

"Aku berhasil!" seru Ashnard. Ia telat menyadari bahwa dirinya akan terjatuh bersama naga itu. Tanah bersalju semakin dekat. Dunia semakin dekat dengan dirinya seolah-olah akan menyatu dalam kecepatan yang tinggi, seketika dunia menjadi gelap.

"Bangunlah, nak. Kau sudah terlalu lama tak sadarkan diri."

"Nous? Dimana aku?"

"Di alam pikiranmu sendiri. Kau tampaknya terluka cukup parah."

Ashnard membuka matanya. Tetesan air langsung menyapanya dari mata seorang gadis, membasahi wajah Ashnard. Ia melihat wajah Liliya yang begitu dekat, rambut pirangnya tergerai ke bawah seperti air terjun pirang.

"Kenapa kau lama sekali bangunnya?" tanya gadis itu menangis sesenggukan.

"Apa yang terjadi?" lirih Ashnard. Ia tak bisa menggerakkan seluruh tubuhnya. Ia tak bisa merasakan seluruh tubuhnya, kecuali pangkuan Liliya yang membuatnya nyaman.

"Aku ... aku melihatmu jatuh dari atas dan ... dan aku terlambat menangkapmu. Maafkan aku. Kau tidak bangun-bangun, jadi, jadi kupikir kau sudah ...."

Ashnard berkali-kali mendengar suara kertakan saat ia berusaha menggerakan tangannya. Suara itu disertai dengan rasa sakit yang luar biasa, tapi ia terlalu lemah untuk berteriak. Ia hanya bisa meringis.

"Aku sudah bangun sekarang. Kau lihat?" Ashnard berusaha menghibur Liliya meskipun ia sendiri juga mengalami kesulitan.

"Maafkan aku." Liliya perlahan kembali tenang setelah Ashnard sadar kembali. Ia pun mengusap air matanya.

Mata Ashnard dan Liliya saling bertemuan satu sama lain. Ashnard merasa malu, tapi hanya itu satu-satunya hal yang pantas untuk dilihat. Lagipula, Ashnard merasa tak mampu untuk bangkit lagi, dan berpikir jika ini waktunya sudah berakhir.

"Apa kau tak ingin bangun? Apa tubuhmu masih sakit?" tanya Liliya.

"Tidak, aku hanya ingin terus seperti ini," balas Ashnard, setengah jujur setengah bohong.

Liliya tertawa kecil, senyuman cerianya kembali. "Tapi, kau harus segera memberitahu Tuan Sefenfor kalau kau sudah berhasil mengalahkan naganya. Aku melihat naga itu di-"

"Tidak," potong Ashnard. "Aku tidak bisa bergerak, Liliya. Tubuhku tak bisa bergerak."

"Apa maksudmu?"

"Tak perlu khawatir, tapi tak lama lagi pasti akan sembuh," ucap Ashnard berusaha tidak membuat Liliya semakin khawatir.

"Sungguh?"

Ashnard mengangguk sangat pelan. "Bolehkah aku tidur seperti ini dulu? Aku akan tidur sebentar lalu tubuhku akan kembali kuat."

"Kau hanya akan tidur lalu bangun lagi, kan? Kau pasti bangun, kan?" tanya Liliya memastikan.

"Benar. Aku hanya merasa lelah." Ashnard mulai memejamkan matanya. Perlahan hingga wajah Liliya lenyap dan tergantikan oleh dunia yang gelap.

"Aku akan menunggumu."

***

"Benar-benar petualangan yang menyenangkan. Bahkan, ada naga. Kau membuatku iri untuk yang kesekian kalinya, nak," jengkelnya. Duduk bersila sambil menopang dagu.

Tiba-tiba, karena mata Ashnard tertutup, ia mendengar banyak sekali suara di sekelilingnya. Seolah-olah pendengarannya meningkat berkali-kali lipat dari biasanya.

Ia mendengar tetesan air di gua, bunyi gesekan salju di pohon, atau suara desahan kesakitan Liliya. Entah, apa yang terjadi pada gadis itu, ia tak bisa melihatnya. Semuanya gelap